Kapan saat yang Tepat Memburu Lailatul Qadar? Ini Jawabannya

Murianews, Kudus – Ramadan adalah salah satu bulan mulia. Di mana, banyak sekali keutamaan yang terdapat pada bulan Ramadan ini.
Salah satu keistimewaan dan keutamaan Ramadan adalah di dalamnya terdapat malam lailatul qadar. Malam ini ditunggu-tunggu oleh setiap umat Islam.
Hanya saja Rasulullah SAW tidak menjelaskan secara pasti kapan terjadi lailatul qadar. Tujuan dari perahasiaan kedatangan malam ini adalah agar umat Islam selalu beribadah dan memperbanyak amal saleh sembari berharap bertemu lailatul qadar.
Baca juga: Doa Puasa Ramadan Hari Kesepuluh
Lantas, kapan waktu yang tepat untuk memburu lailatul qadar ini? Melansir dari laman NU Online, Jumat (31/3/2023), kehadiran lailatul qadar ditunggu siapapun. Ia merupakan malam penuh berkah dan kemuliaan. Beribadah pada malam tersebut dianggap lebih baik ketimbang beribadah di bulan lain, sekalipun selama seribu bulan.
Lailatul qadar adalah momen paling istimewa dalam Ramadan. Amal ibadah di malam ini dianggap lebih baik dari seribu bulan. Namun, kapankah malam spesial ini akan terjadi agar kita bisa memburunya dengan tepat?
Para ulama berbeda pendapat tentang kapan terjadinya lailatul qadar, menjadi beberapa kelompok sebagaimana berikut:
Kelompok pertama, mereka mengatakan bahwa lailatul qadar waktunya berpindah-pindah selama satu tahun. Menurut pendapat ini, malam spesial ini tidak bisa ditentukan tanggalnya dan tidak hanya terjadi di saat bulan Ramadan saja. Bisa saja lailatul qadar terjadi di bulan lain.
Namun sedikit ulama yang mendukung pendapat ini. Di antara mereka adalah riwayat yang dinisbatkan pada sahabat Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ikrimah dan ulama Ahli Kufah. (Ibnu Hajar, Fath al-Bary, IV, 263; Ibnu Katsir, Tafsir Ibni Katsir, VIII, 446)
Kelompok kedua, mereka mengatakan waktunya di bulan Ramadan saja. Bagi kelompok ini, malam spesial ini tidak terjadi di luar bulan Ramadan. Mereka terbagi menjadi dua golongan, yakni:
Golongan yang meyakini bahwa tanggalnya tetap dan tak berubah setiap tahunnya
Pendapat ini adalah salah satu riwayat Imam Syafi’i (Ibnu Katsir, Tafsir Ibni Katsir, VIII, 450) dan merupakan pendapat banyak tokoh ulama lain. Ulama dalam golongan ini berbeda pendapat lagi tentang penentuan tanggal pastinya menjadi banyak sekali pendapat. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bary menukilnya sebagai berikut:
1. Setiap tanggal 1 Ramadan. Ini pendapat Sahabat Abu Razinal-Uqaili.
2. Setiap tanggal 15 Ramadan. Ini pendapat Ibnu Mulaqqin.
3. Setiap tanggal 17 Ramadan saat Nuzulul Qur’an. Ini pendapat Zaid bin Arqam.
4. Setiap tanggal 18 Ramadan. Ini pendapat al-Quthb al-Halabi.
5. Setiap tanggal 19 Ramadan. Ini pendapat Zaid bin Tsabit dan salah satu riwayat dari Ibnu Mas’ud.
6. Setiap tanggal 20 Ramadan. Ini pendapat yang cenderung dipilih Imam Syafi’i
7. Setiap tanggal 20 bila Ramadan berjumlah 30 hari dan tanggal 21 bila Ramadhan berjumlah 29 hari. Ini adalah pendapat Ibnu Hazm
8. Setiap tanggal 22 Ramadan berdasarkan hadits riwayat Sahabat Abdillah bin Unais
9. Setiap tanggal 23 Ramadan berdasarkan hadits lain riwayat Sahabat Abdillah bin Unais dan Mu’awiyah dan beberapa sahabat lain.
10. Setiap tanggal 24 Ramadan berdasarkan riwayat Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Sya’bi, al-Hasan dan Qatadah.
11. Setiap tanggal 25 Ramadan. Ini pendapat Sahabat Abi Bakrah
12. Setiap tanggal 26 Ramadan. Ini dinisbatkan sebagai pendapat Ibadl.
13. Setiap tanggal 27 Ramadan, pendapat banyak ulama Hanabilah, Syafi’iyah, salah satu pendapat Abu Hanifah, berdasarkan beberapa hadits Nabi yang diriwayatkan banyak sahabat. Pendapat ini sangat populer hingga menurut ulama Hanafiyah bila ada orang yang berkata pada istrinya: “Kamu wanita yang dicerai pada malam Lailatul Qadar”, maka itu berarti talaknya jatuh pada tanggal 27 Ramadan. Inilah yang dipakai oleh ulama Saudi saat ini sehingga masyarakat tumpah ruah di Masjidil Haram setiap malam tanggal 27 Ramadan.
14. Setiap tanggal 28 Ramadan, pendapat sebagian ulama.
15. Setiap tanggal 29 Ramadan, pendapat yang diceritakan Ibnul Arabi,
16. Setiap tanggal 30 Ramadan, pendapat yang diceritakan Ibad’ dan as-Suruji dan diriwayatkan dari Mu’awiyah dan Abu Hurairah
Golongan yang meyakini bahwa tanggalnya terus berubah setiap tahunnya tanpa bisa dipastikan kapan
Sebagian ulama, yakni Utsman bin Abi al-Ash dan Hasan al-Bashri dan sebagian Syafi’iyah menyatakan bahwa yang paling bisa diharapkan adalah sepuluh hari kedua bulan Ramadan. Sedangkan mayoritas ulama mengatakan bahwa yang paling bisa diharapkan adalah tanggal ganjil di sepuluh malam terakhir.
Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, ini adalah pendapat terkuat (Ibnu Hajar, Fath al-Bary, IV, 263). Imam Nawawi berkata:
مذهَبُنا ومذهَبُ جُمهورِ العُلَماءِ أنَّها في العَشرِ الأواخِرِ مِن رَمَضانَ وفي أوتارِها أرجى
“Mazhab kami adalah mazhab mayoritas ulama bahwa lailatul qadar terjadi di sepuluh terakhir Ramadan dan paling bisa diharapkan di malam ganjilnya.” (An-Nawawi, Raudlatat-Thalibin, II, 389)
Pendapat ini berdasarkan hadits populer berikut:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar di malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadan.” (HR. Bukhari)
Menurut golongan mayoritas ulama tersebut, tanggal lailatul qadar adalah misteri yang tidak perlu diungkap. Ibnu Katsir menerangkan bahwa waktu Lailatul qadar memang disembunyikan agar umat senantiasa menghidupkan tiap malamnya di bulan Ramadan tanpa memilih-milih tanggal berapa. Bila orang tahu tanggalnya, maka akan giat di tanggal tertentu saja (Ibnu Katsir, Tafsir Ibni Katsir, VIII, 451).
Memilih-milih tanggal untuk memburunya justru berisiko tinggi untuk luput. Apalagi di Indonesia ini yang terbiasa dengan perbedaan penentuan tanggal awal Ramadan, umat Islam tentu akan bingung tanggal versi siapa yang benar?Jadi seyogianya perburuan lailatul qadar dilakukan dengan menghidupkan tiap malam yang tersisa dari bulan yang penuh berkah ini. Semoga bermanfaat.
Ruangan komen telah ditutup.