Hujan Abu Merapi, Petani Sayur di Tlogolele Boyolali Gagal Panen

Salah satu petani Tlogolele, Selo, Boyolali, menunjukkan tomat yang masih hijau terkena abu vulkanik Merapi sehingga gagal panen, Rabu (15/3/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)
Murianews, Boyolali – Hujan abu akibat erupsi merapi di Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah membuat petani sayur desa setempat merugi. Pasalnya, sayur mayur yang siap panen rusak dan membuat gagal panen.
Salah satu petani Tlogolele Harsini (50), mengungkapkan biasanya ia bisa memetik tujuh hingga delapan keranjang tomat berisi 30 kilogram per keranjang. Namun, sejak hujan abu dari Gunung Merapi ia harus membabat habis 2.500 pohon tomat di ladangnya.
”Jadi tomatnya itu berwarna cokelat kehitaman, mungkin karena kena abu agak panas. Ada yang gogrok tomatnya karena pangkalnya kena. Ini tomat saya gagal panen, padahal ini baru mau petik pertama,” katanya seperti dikutip Solopos.com, Kamis (16/3/2023).
Baca: Angin Mengarah ke Timur, Hujan Abu Merapi Guyur 2 Desa di Kecamatan Cepogo Boyolali
Dari 2.500 pohon, Harsini hanya mampu menyelamatkan sekitar 2 kilogram tomat dari kebunnya yang terkena hujan abu di lereng Merapi, Boyolali. Itu pun masih berwarna hijau, sehingga ketika dijual harganya jatuh, hanya Rp 2.000 per kilogram.
Padahal, jika dijual dalam keadaan normal bisa mencapai rata-rata Rp 7.000 per kilogram. Ia mengungkapkan tanaman tomatnya tidak bisa diselamatkan karena bunga tomat juga sudah rontok.
”Cabainya juga mau tidak mau harus saya panen sekarang, takut bosok (membusuk), harganya untuk rawit ini sekitar Rp 53.000 per kilogram, sebelumnya Rp 60.000 per kilogram,” ungkapnya.
Baca: Diguyur Hujan Abu Erupsi Merapi, SD 2 Tlogolele Boyolali Tetap Masuk
Petani lainnya asal Dukuh Karang, Tlogolele, Boyolali, Rohmanto, juga mengalami gagal panen karena kondisi batang yang membusuk dan sayur seperti tomat dan cabainya berwarna cokelat setelah hujan abu pada akhir pekan lalu.
Normalnya, Rohmanto dapat memanen sebanyak satu kuintal tomat. Tetapi gegara hujan abu ia hanya bisa memanen lima kuintal. Itu pun tomat sengaja dipetik saat masih berwarna hijau atau petik dini.
”Jadi kami mempercepat masa panen, biasanya tiga bulan baru dipetik, ini dua bulan sudah dipetik,” jelasnya.
Cabai di tempatnya juga mengalami busuk batang sehingga ia juga harus memanen cabai keritingnya. Selain itu, harga cabai di tempatnya juga turun, sebelum erupsi Merapi harga cabai keriting merah Rp 24.000 kemudian turun jadi Rp 19.000 per kilogram.
Cabai keriting hijau juga turun dari Rp 12.000 menjadi Rp 8.000 per kilogram. “Kalau usaha petani ya dipetik lebih awal terus juga disemprot air untuk membersihkan abu,” jelasnya.
Ruangan komen telah ditutup.