Portal berita lokal yang menyajikan informasi dari Kudus, Jepara, Pati, Rembang, Blora, dan Grobogan secara cepat, tepat, dan akurat.

Soal Penutupan Tambak Udang di Karimunjawa Jepara, BTN: Jangan Lama-Lama

Soal Penutupan Tambak Udang di Karimunjawa Jepara BTN Jangan Lama Lama

Kondisi terkini tambak udang di Karimunjawa. (Murianews/Istimewa)

Murianews, Jepara – Soal penutupan tambak udang di Karimunjawa Jepara, Balai Taman Nasional (BTN) Karimunjawa meminta agar tindakan itu segera dilakukan.

Itu ditegaskan Kepala Balai Taman Nasional (BTN) Karimunjawa, Widyastuti usai rapat penanganan tambak udang Karimunjawa di ruang rapat Bupati Jepara, Rabu (15/3/2023).

Berdasarkan riset yang dilakukannya secara langsung, puluhan hektare area tambak udang itu telah merusak ekosistem dan lingkungan di Karimunjawa. Ia pun meminta langkah penutupan segera dilakukan.

’’Kalau dibiarkan lama-lama akan mencemari perairan. Yang ada saat ini tidak sesuai kaidah konservasi,’’ kata Tuti.

Baca: Tutup Tambak Udang Ilegal di Karimunjawa, Pemkab Jepara Pakai Pendekatan Sosial

Di rapat itu, Tuti juga memaparkan hasil risetnya. Antara lain yaitu pembuangan limbah yang tidak diatur. Limbah dari tambak dialirkan langsung ke laut dengan pipa-pipa berbagai ukuran. Bahkan, ada pipa yang panjangnya sampai 700 meter.

Dalam satu tambak bisa terpasang empat atau lima pipa. Pipa-pipa itu dipasang sembarangan. Ada yang dipasang di terumbu karang, mangrove hingga diikat dengan ban mobil yang ditenggelamkan di laut.

Pipa-pipa itu dipasang sendiri oleh petambak tanpa izin. Karena pemasangan yang serampangan itu, akibatnya terumbu karang rusak.

Selain itu, pengusaha tambak juga serampangan mengelola limbah. Sebagian petambak membuat kolam penampungan untuk diendapkan. Setelah itu tetap dialirkan ke perairan.

’’Limbah itu banyak yang dibuang langsung ke pantai. Di sepanjang mangrove itu dalam kondisi yang apa adanya. Keluar dari tambak berbau dan berwarna pekat,’’ ungkap Tuti.

Pihaknya menyebutkan, keberadaan 33 tambak tak berizin itu sudah ada sejak tahun 2016 silam. Dengan dampak yang semakin parah, Tuti menilai bahwa jika itu dibiarkan lama-lama akan merusak ekosistem.

 

Editor: Zulkifli Fahmi

Ruangan komen telah ditutup.