Portal berita lokal yang menyajikan informasi dari Kudus, Jepara, Pati, Rembang, Blora, dan Grobogan secara cepat, tepat, dan akurat.

Ini Cara Mempersiapkan Diri Menyambut Ramadan menurut Gus Baha

Ini Cara Mempersiapkan Diri Menyambut Ramadan menurut Gus Baha

KH Ahmad Bahauddin Nursalim. (MURIANEWS)

Murianews, Kudus – Bulan suci Ramadan yang kedatangannya senantiasa ditunggu umat Islam akan segera tiba. Saat ini, kita sudah melewati pertengahan bulan Sya’ban.

Untuk menyambut Ramadan, bulan yang dipenuhi dengan rahmat dan karunia Allah, kita harus mengadakan persiapan-persiapan yang dianggap perlu dan bermanfaat, terutama dalam meningkatkan takwa kepada Allah.

Nah, berikut persiapan sambut Ramadan yang penting dilakukan menurut Gus Baha, seperti dilansir dari NU Online, Selasa (14/3/2023).

Baca juga: Ketahui, Ini Cara Qadha atau Mengganti Puasa Ramadan

Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menjelaskan bahwa mempersiapkan diri memasuki bulan Ramadhan salah satunya adalah dengan mendalami kajian literatur dari para ulama terdahulu.

”Di antara ijazah dari Mbah Maimoen Zubair juga ijazah bapak, ngendika (mengatakan) ‘Ihdinas shiratal mustaqim. Shirātal ladzīna an‘amta ‘alaihim ghairil maghdhūbi alaihim wa lad dhāllīn.’ Jadi, kita tidak bisa shaleh tanpa meniru orang terdahulu. Kita tidak bisa baik tanpa meniru orang terdahulu,” ungkap Gus Baha dalam tayangan video “Menyambut Ramadhan Bersama Gus Baha”, dikutip pada Senin (13/3/2023).

Karena dalam ayat tersebut, lanjut Gus Baha, Allah tidak hanya berfirman ihdinasirotol mustaqim atau “Tunjukan kami jalan yang lurus” semata. Tetapi, Allah juga berfirman bahwa jalan yang benar yakni jalan mereka yang telah Allah beri nikmat.

”Jadi, Allah menghendaki ini, ada masternya,” ujarnya.

Dalam tradisi pesantren, Gus Baha menjelaskan, bahwa untuk mendalami literatur ulama terdahulu ada tradisi yang namanya pasaran. Di mana, seluruh civitas pesantren akan mengaji kitab dengan intesitas lebih banyak dibanding bulan-bulan selain Ramadan.

”Kalau tradisi di kami, di pesantren, misalnya satu kiai ngajar 2-3 kitab setelah shalat fardu. Bisanya kalau Ramadan ini full. Karena ini untuk melengkapi orang Indonesia dapat berkahnya Ramadan, kalau kita belajar kitab atau membacakan kitab ke masyarakat supaya tau caranya niatnya orang dulu ketika puasa atau cara pandang orang dulu tentang puasa,” jabarnya.

Dengan begitu, diharapkan seseorang dapat membekali dirinya dengan pemahaman yang lebih jernih dalam memandang Ramadan. ”Cara pandang Ramadan secara benar, paling tidak, kita merasa lapar. Betapa sakitnya orang miskin yang lapar, terus menghormati makan karena begitu nikmat,” katanya.

Ketika puasa melihat makanan yang kita sepelekan pada saat tidak puasa, ketika Ramadan spesial semua. ”Bahkan air pun spesial, gedang (pisang) goreng spesial. Di sini ada syukur yang luar biasa. Itu kalau tidak baca literatur ulama terdahulu, kita tidak akan tahu,” tutupnya.

Ruangan komen telah ditutup.