Tradisi Baratan di Kriyan Jepara, Begini Maknanya
Suasana tradisi Baratan di Desa Kriyan jelang bulan Ramadan. (Murianews/Faqih Mansur Hidayat)
Murianews, Jepara – Masyarakat Desa Kriyan, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara sudah menjalani Tradisi Baratan secara turun temurun. Warisan leluhur itu sudah berlangsung hampir seratus tahun.
Salah satu tokoh masyarakat Desa Kriyan, Muhammad menjelaskan, Baratan berasal dari kata bara’atan. Istilah itu diambil dari nama lain malam nisfu syaban. Yaitu laliatul bara’ah yang bermakna malam pembebasan atas dosa-dosa manusia yang ingin bertaubat.
’’Orang Jawa (masyarakat Desa Kriyan, red) tidak bisa bilang bara’ah. Akhirnya menjadi Baratan,’’ tutur Muhammad saat pelaksanaan Tradisi Baratan di Masjid Al Makmur Kriyan, Minggu (13/3/2023) malam.
Tradisi Baratan juga berkaitan dengan penyambutan Ramadan. Di malam pembebasan itu, manusia juga membersihkan diri untuk menghadapi bulan suci itu. Harapannya, saat menjalani ibadah saat Ramadan menjadi lebih baik.
Baca: Tradisi Baratan di Kriyan Jepara Digelar, Seperti Apa?
Gus Muhammad menyampaikan, pada zaman dulu Tradisi Baratan digelar tak semeriah akhir-akhir ini. Mulanya tradisi itu digelar dengan keliling desa membawa lampion atau obor. Lambat laun tradisi digelar lebih semarah dengan imbuhan ragam budaya.
Salah satu imbuhannya yaitu iring-iringan Ratu Kalinyamat menaiki kereta kencana. Alasannya, Desa Kriyan adalah pusat keraton Ratu Kalinyamat sewaktu masih berkuasa. Tujuannya yaitu untuk terus membangkitkan memori ingatan masyarakat terhadap Sang Ratu.
Diketahui, Tradisi Baratan tidak hanya ada di Desa Kriyan saja. Beberapa desa di Kecamatan Kalinyamatan juga menjalankannya.
Namun, Desa Kriyan dinilai lebih kuat dalam tradisi itu. Dasarnya, pada arak-arakan itu ditampilkan peninggalan-peninggalan Ratu Kalinyamat. Seperti Kendi Maling dan Tirta Kahuripan.
Dalam perhelatan Baratan, imbuh Gus Muhammad, seluruh biaya diambil dari iuran masyarakat secara swadaya. Dengan begitu, masyarakat Desa Kriyan merasa sangat memiliki tradisi itu.
’’Ini upaya kami untuk menguri-uri sejarah dan kebudayaan leluhur kami,’’ tegas Gus Muhammad.
Editor: Zulkifli Fahmi
Ruangan komen telah ditutup.