Jumat, 29 Maret 2024

Sengketa Lahan Dekat PLTU Jepara Kembali Membara, Nelayan Tubanan Tak Mau Ikutan

Faqih Mansur Hidayat
Selasa, 10 Januari 2023 13:10:08
Pembongkaran blokade jalan di dekat kawasan PLTU Jepara. (Murianews/Istimewa)
Murianews, Jepara – Sengketa lahan dekat kawasan PLTU Tanjung Jati B Jepara kembali membara. Itu setelah pihak Pemkab Jepara membersihkan upaya penutupan jalan dan pendirian bangunan di akses itu oleh Agus HS. Diketahui, Pemkab Jepara dan Agus HS sama-sama mengklaim memiliki sertifikat tanah di Desa Tubanan, Kecamatan Kembang itu. Keduanya juga berebut penguasaan Hak Pakai nomo 14 di sana. Di sisi Pemkab Jepara, tanah tersebut didapat dari hibah PT CJP dengan berita acara serah terima Nomor 600/2514 dan sertifikatnya diserahkan pada 24 Juli 2017 lalu. Selanjutnya, pada 31 Desember 2017 sertifikat tanah itu dicatatkan ke dalam daftar barang milik daerah Pemkab Jepara. Tanah tersebut untuk sungai dan sarana penunjang lainnya termasuk jalan. Sementara, di sisi Agus HS, tanah tersebut diperoleh dari Sri Wulan, warga setempat. Dengan dasar Sertifikat Hak Milik nomor 454, pria asal Kabupaten Pasuruhan, Jawa Timur itu mendirikan bangunan permanen tanpa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di atas jalan tersebut. Baca: Sembilan Kursi Jabatan Tinggi di Jepara Kosong Pemkab pun melakukan penertiban dengan menghancurkan bangunan itu menggunakan alat berat, Senin (9/1/2023). Penertiban itu juga disaksikan para nelayan, petani, dan sebagian warga yang merasa akses jalannya tertutup bangunan tersebut. Meski menjadi saksi, nelayan Desa Tubanan tak mau terlibat di konflik tersebut. Itu diungkapkan Koordinator Nelayan Tubanan, Muhammad Zaini, Selasa (10/1/2023). Ia mengatakan, sejak dulu tanah tersebut memang diperuntukkan sebagai jalan umum. Tetapi, setelah adanya PLTU, sebagian jalan tidak bisa dilewati lantaran masuk dalam kawasan PLTU. ’’Dulu itu memang jalan umum untuk petani, warga, dan nelayan. Ada jembatan bambu juga. Sekarang sudah tidak ada,’’ kata Bendahara Forum Nelayan (Fornel) Jepara itu. Rencananya di lahan itu dibangun jalan menuju PLTU yang berada di bawah naungan PT CJP.  Karena PT CJP statusnya swasta, otomatis mobilitasnya tidak bisa melewati jalan milik PLN seperti unit-unit lainnya. Zaini mengaku setuju dengan pembangunan jalan tersebut. Karena itu dinilai memudahkan akses mereka. Di sisi lain, saat masih ada bangunan milik Agus HS itu, nelayan dan petani mobilitasnya terbatas. ’’Nelayan mau bawa ikan dan petani bawa pupuk atau kebutuhan lain kesulitan. (Petani, red) Selalu hanya komentar-komentar saja tidak berani melawan. Hanya nelayan yang berani melawan,’’ kata dia. Meskipun nantinya diwacanakan menjadi jalan umum, menurut Zaini, orang awam tetap tidak boleh melewati batas aman yang ditetapkan. Dia menyebut, selama ini memang ada batasan itu. Di mana, lanjut Zaini, pada radius sekitar 50 meter, orang awam tidak boleh mendekat. Alasannya, dikhawatirkan mengganggu kawasan PLTU.  Di sisi lain, sawah dan tempat sandar kapal-kapal nelayan hanya berjarak beberapa meter dari radius tersebut. Zaini bersyukur blokade jalan yang dibuat Agus HS itu sudah dibongkar. Namun, konflik bukan berarti sudah selesai. Zaini memprediksi konflik sengketan lahan itu dipastikan berlangsung cukup panjang. Terkait kelanjutan konflik tersebut, Zaini menegaskan para nelayan dan petani tidak mau dilibatkan. Pasalnya, kepentingan nelayan dan petani hanyalah akses jalan tidak diblokade lagi. ’’Kepentingan kami hanya jalan. Kami menolak ditarik-tarik dalam konflik itu. Kami tidak mau ikut-ikutan. Yang penting kami bisa cari makan dan menghidupi keluarga,’’ tandas Zaini.   Reporter: Faqih Mansur Hidayat Editor: Zulkifli Fahmi

Baca Juga

Komentar