Jumat, 29 Maret 2024

Berkunjung ke Monumen Pancasila Sakti, Mengenang Perjuangan Pahlawan Revolusi

Murianews
Jumat, 30 September 2022 17:04:01
Foto: Monumen Pancasila Sakti (cagarbudaya.kemdikbud.go.id)
[caption id="attachment_321153" align="alignnone" width="1890"]Berkunjung ke Monumen Pancasila Sakti, Mengenang Perjuangan Pahlawan Revolusi Foto: Monumen Pancasila Sakti (cagarbudaya.kemdikbud.go.id)[/caption] MURIANEWS, Kudus – Gerakan 30 September (G30S) adalah sebuah peristiwa berlatarbelakang kudeta yang terjadi selama satu malam pada tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965 yang mengakibatkan gugurnya enam jenderal serta satu orang perwira pertama militer Indonesia dan jenazahnya dimasukkan ke dalam suatu lubang sumur lama di area Lubang Buaya, Jakarta Timur. Untuk mengingat mengingat perjuangan para Pahlawan Revolusi yang berjuang mempertahankan ideologi negara Republik Indonesia, Pancasila dari ancaman ideologi komunis, pemerintah membangun Monumen Pancasila Sakti . Melansir dari Wikipedia, monumen di atas tanah seluas 14,6 hektare ini terletak Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Di sebelah selatan terdapat markas besar Tentara Nasional Indonesia, Cilangkap, sebelah utara adalah Bandar Udara Halim Perdanakusuma, sedangkan sebelah timur adalah Pasar Pondok Gede, dan sebelah barat, Taman Mini Indonesia Indah. Baca juga: Mengunjungi Museum Suaka Budaya, Rekreasi sambil Napak Tilas Perjalanan Keraton Kasunanan Surakarta Sebelum menjadi sebuah museum sejarah, tempat ini merupakan tanah atau kebun kosong yang dijadikan sebagai tempat pembuangan terakhir para korban Gerakan 30 September 1965 (G30S). Di kawasan kebun kosong itu terdapat sebuah lubang sumur tua sedalam 12 meter yang digunakan untuk membuang jenazah para korban G30S. Sumur tua itu berdiameter 75 cm. Melansir dari laman cagarbudaya.kemdikbud.go.id, sejarah gerakan 30 September dimulai ketika sekelompok gabungan pasukan pimpinan Letkol Untung memanggil paksa para jenderal-jenderal TNI AD. Para tokoh jenderal TNI AD yang diculik ini menurut Partai Komunis Indonesia adalah tokoh-tokoh yang termasuk ke dalam Dewan Jenderal yang akan merebut kekuasaan pemerintah yang sah dari presiden Soekarno. Tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, pasukan-pasukan ini mulai bergerak menuju kediaman Men/Pangad Letjen A. Yani, Deputi II/Pangad Mayjen TNI Suprapto, Asisten I/Pangad Mayjen TNI S. Parman, Deputi III Men/Pangad Mayjen TNI M.T. Hartono, Oditur Jenderal Militer/Inspektur Kehakiman AD Brigjen TNI Sutoyo, Asisten II/Pangad Brigjen TNI D.I. Panjaitan, dan Menko Hankam/Kasab TNI A.H. Nasution. Dari tujuh target, pasukan pimpinan Letkol Untung hanya berhasil mendapatkan enam. Satu target, Menko Hankam/Kasab TNI A.H. Nasution berhasil meloloskan diri. Namun, ajudannya Lettu Piere Tendean ikut berhasil dibawa oleh pasukan Letkol Untung dan putri Jenderal A.H. Nasution tertembak dan meninggal dunia. Dalam peristiwa itu, gugur pula Aipda Karel Satsuit Tubun, pengawal Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena yang rumahnya berdekatan dengan rumah Jenderal A.H. Nasution. Para jenderal ini kemudian dibawa menuju ke Lubang Buaya yang dijadikan markas komando Gerakan 30 September 1965. Di Lubang Buaya, tiga orang jenderal yang masih hidup kemudian dibunuh. Enam jenazah perwira tinggi TNI AD itu bersama dengan jenazah Lettu Piere Tendean oleh para pembunuh dimasukkan ke dalam sumur tua untuk menghilangkan jejak. Daerah ini sebelumnya merupakan perkebunan karet yang berbatasan dengan lapangan udara Halim Perdana Kusuma. Sumur ini berhasil ditemukan pada 3 Oktober 1965 berkat informasi dari seorang polisi bernama Sukitman yang ikut diculik dan dibawa ke Lubang Buaya namun berhasil melarikan diri. Sumur kemudian digali dan jenazah ketujuh anggota TNI AD itu ditemukan untuk kemudian diangkat dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Diskripsi Monumen Pancasila Sakti Monumen Pancasila Sakti atau yang dikenal dengan lubang buaya ini terdiri dari dua area yaitu area outdoor dan area indoor. Area outdoor terdiri dari pameran taman sedangkan area indoor berupa museum & paseban. Di area outdoor, tempat yang pertama yang dapat dikunjungi adalah sebuah cungkup yang didalamnya terdapat Sumur tua yang dikenal dengan nama Sumur Maut. Di sumur inilah tempat dimana Jenazah para Pahlawan Revolusi dikuburkan. Sebelum menjadi sebuah museum sejarah, tempat ini merupakan tanah atau kebun kosong yang dijadikan sebagai tempat pembuangan terakhir para korban Gerakan 30 September 1965 (G30S). Monumen terdiri dari beberapa tempat yang bersejarah, yaitu: Sumur Tua Tempat Pembuangan Jenazah 7 Pahlawan Revolusi, Rumah Penyiksaan, Pos Komando, Dapur Umum, Mobil-Mobil tua peninggalan Pahlawan Revolusi, Monumen Pancasila Sakti, Museum Paseban, dan Museum Pengkhianatan PKI (Komunis). 1. Sumur Tua Tempat Pembuangan Jenazah Sumur yang berkedalaman 12 meter & berdiameter 75 cm inilah saksi bisu dari kekejaman gerombolan G.30-S.PKI. Tepat diatas sumur terdapat sebuah plakat yang bertuliskan "Tjita-tjita & perdjuangan kami untuk menegakkan kemurnian pantja-sila tidak mungkin dipatahkan hanja dengan mengubur kami dalam sumur ini". Dari sumur ini lah diketemukan jenazah 7 Pahlawan Revolusi yang akhirnya dapat diangkat pada tanggal 4 Oktober 1965 dalam keadaan rusak akibat penganiayaan secara kejam oleh gerombolan PKI. 2. Rumah Penyiksaan Bersebelahan dengan sumur maut terdapat sebuah rumah kecil yang dikenal dengan nama "Rumah Penyiksaan". Pada saat terjadinya pemberontakan, serambi rumah ini digunakan oleh gerombolan G.30-S.PKI sebagai tempat menawan dan menyiksa para perwira TNI sebelum akhirnya dibunuh dan dimasukan kedalam sumur maut. Rumah penyiksaan ini sebelumnya merupakan rumah milik bapak Bambang Harjono yang sebelumnya berfungsi sebagai Sekolah Rakyat (sekarang sekolah SD). Namun karena bapak Bambang Harjono adalah seorang simpatisan PKI, rumahnya pun diserahkan kepada PKI & digunakan oleh para pasukan PKI. Di dalam rumah ini, dapat dilihat diorama penyiksaan dimana diorama ini menggambarkan penyiksaan para korban perwira TNI yang diculik masih dalam keadaan hidup. Mereka adalah Mayor Jendral TNI R. Soeprapto, Mayor Jendral TNI S. Parman, Brigjen TNI Soetojo Siswomihardjo & Lettu Czi Pierre Andreas Tendean. Diorama ini dibuat berdasarkan keterangan dari hasil cerita Berita Acara Pemeriksaan (BAP) para pelaku penyiksaan & pembunuhan dalam sidang Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub), Serta kesaksian dari Agen Polisi II Sukitman yang merupakan salah satu korban Selamat dari G.30-S.PKI. 3. Pos Komando Tidak jauh dari Rumah Penyiksaan, Tempat berikutnya adalah sebuah rumah kecil yang dijadikan sebagai Pos Komando. Rumah ini sebelumnya adalah rumah milik seorang penduduk daerah Lubang Buaya yang bernama Bapak Sueb. Pada waktu meletusnya G.30-S.PKI tahun 1965, rumah ini dipakai oleh pimpinan gerakan yaitu Letkol Untung dalam rangka mempersiapkan penculikan terhadap tujuh Jendral TNI AD. Pos Komando ini masih dipertahankan keasliannya sampai isi rumahnya pun sebagian besar masih asli seperti meja, kursi, almari, tempat tidur, mesin jahit, bufet & balai (kamar depan). 4. Dapur Umum Tidak jauh dari Rumah Pos Komando, terdapat sebuah rumah kecil yang merupakan Rumah Dapur Umum. Rumah ini oleh gerombolan PKI digunakan sebagai dapur umum bagi para anggota pasukan pembrontakan. Sama seperti Rumah Pos Komando, Rumah ini juga dipertahankan keasliannya mulai dari bentuk & isi rumahnya sampai beberapa perabotan yang ada didalamnya. 5. Mobil-mobil Tua Peninggalan Pahlawan Revolusi Tidak jauh dari Rumah Dapur Umum, Terdapat sebuah truk besar dengan tulisan "PN. Artha Yasa". Truk model Dodge tahun 61 ini adalah replika kendaraan jemputan PN. Artha Yasa yang sekarang menjadi Divisi Cetak Uang Logam Perum Peruri yang dirampas oleh pemberontak G.30-S.PKI disekitar Jalan Iskandarsyah, Daerah Blok-M, kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Setelah dicuri, Truk tersebut digunakan oleh para pemberontak untuk menculik & mengangkut Jenazah Brigjen D.I Panjaitan dari kediamannya menuju daerah Lubang Buaya, Jakarta timur. Kemudian terdapat dua mobil tua, yaitu Mobil yang pertama adalah Mobil Dinas yang pernah digunakan oleh salah seorang Pahlawan Revolusi yaitu Jendral TNI Ahmad Yani sewaktu menjabat menteri/panglima Angkatan Darat (1962-1965). Mobil kedua adalah sebuah Jip, mobil dinas milik Pangkostrad Mayjen TNI Soeharto. Mobil ini digunakan Mayjen TNI Soeharto dalam memimpin operasi penumpasan pemberontakan G.30-S.PKI pada tahun 1965 di Jakarta. Keluar dari Museum Paseban terdapat sebuah kendaraan militer yang bernama Panser Saraceen. Panser dengan tipe PCMK-2 buatan inggris ini adalah panser yang mengangkut jenazah para Pahlawan Revolusi dari Markas Besar Angkatan Darat ke Taman Makam Pahlawan Kalibata. Panser ini pernah digunakan oleh Organik Batalyon Kavaleri 7 Kodam V/Jaya. Pada tahun 1976, dipindahkan ke Batalyon Kavaleri 3 Kodam VIII/Brawijaya & dipakai untuk mendukung penugasan operasi militer di Timor Timur (sekarang Timor Leste). Pada bulan Juli 1985 panser ditarik dari penugasan untuk diabadikan di Monumen Pancasila Sakti. 6. Monumen Pancasila Sakti Monumen ini terletak 45 m (melambangkan tahun kemerdekaan Indonesia) sebelah utara dari cungkup sumur maut. Patung para Pahlawan Revolusi berdiri dengan latar belakang sebuah dinding setinggi 17 m (melambangkan tanggal kemerdekaan Indonesia) dengan hiasan patung Garuda Pancasila. Ketujuh Patung Pahlawan Revolusi berdiri berderet dalam setengah lingkaran dari barat ke timur yaitu: Mayjen TNI Anumerta Soetojo Siswomihardjo, Mayjen TNI Anumerta D.I Panjaitan, Letjen TNI Anumerta R. Soeprapto, Jendral TNI Anumerta Ahmad Yani, Letjen TNI Anumerta M.T. Harjono, Letjen TNI Anumerta S. Parman, dan Kapten Czi Anumerta P.A. Tendean. Dibawah patung tersebut terdapat sebuah relief yang menggambarkan peristiwa prolog, kejadian & penumpasan G 30 S/PKI oleh ABRI dan Rakyat. Di bawah relief juga terdapat tulisan "Waspada......Dan Mawas Diri Agar Peristiwa Sematjam Ini Tidak Terulang Lagi". 7. Museum Pengkhianatan PKI Museum ini berisi diorama yang menceritakan mengenai sejarah pemberontakan-pemberontakan PKI yang terjadi di wilayah Indonesia. Sebelum masuk kedalam museum, pengunjung akan melihat sebuah peta relief yang menggambarkan lokasi Monumen pancasila Sakti sebelum 1 Oktober 1965. Setelah masuk ke dalam gedung terdapat tiga buah foto Mozaik dimana foto pertama adalah foto korban keganasan PKI di Madiun (1948), foto kedua adalah foto penggalian & pengangkatan jenazah Pahlawan Revolusi (1965) dan yang ketiga adalah foto sidang Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) terhadap tokoh-tokoh G 30 S/PKI (1966-1967). Di lantai pertama, terdapat berbagai macam Diorama yang berhubungan dengan pemberontakkan PKI di setiap daerah di Indonesia. Mulai dari Peristiwa 3 daerah, peristiwa revolusi sosial di langkat, pengacauan surakarta, pemberontakkan PKI di madiun, musso (pimpinanan PKI) tertembak mati, pembunuhan massal di Tirtomoyo dan lain-lainnya. Di lantai dua (2) terdapat diorama-diorama pengadilan D.N Aidit (Tokoh G 30 S/PKI ), kampanye budaya PKI, peristiwa kanigoro, lahirnya MKTBP (Metode Kombinasi Tiga Bentuk perjuangan) PKI, Pawai ofensif revolusioner PKI di Jakarta, penyerbuan gubernuran Jawa Timur, peristiwa kentungan yogyakarta dan lain-lainnya. Selain diorama, pengunjung museum dapat melihat replika kunci martir yang digunakan PKI untuk membunuh Letnan Kolonel Soegijono & Kolonel katamso dalam peristiwa di Desa Kentungan, Sten gun milik Brigjen D.I Panjaitan serta beberapa senjata rampasan PKI. Di ujung ruangan terdapat 2 mozaik foto pemberangkatan 7 Jenazah Pahlawan Revolusi dan pemakaman 7 Jenazah Pahlawan Revolusi di Taman Makam Pahlawan kalibata. 8. Museum Paseban Museum ini sendiri diresmikan oleh Presiden Ke-2 RI, Bapak H.M. Soeharto tanggal 1 Oktober 1981 bertepatan dengan dwi windu Hari Kesaktian pancasila. Kemudian dalam perkembangannya, diadakan renovasi yang gagasannya berasal dari Presiden ke-6 RI, Bapak Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono yang bertepatan dengan Hari Kesaktian pancasila tahun 2007. Presiden saat itu menunjuk Kapusjarah TNI, Brigjen TNI Agus Gunaedi Pribadi untuk merenovasi gedung paseban. Kemudian pelaksanaan renovasi baru bisa dijalankan pada tahun 2013. Setelah selesai di renovasi, gedung paseban yang baru diresmikan secara simbolis oleh Panglima TNI, Laksamana TNI Agus Suhartono, SE pada tanggal 25 Agustus 2013. Museum ini sendiri berisikan hal-hal yang berhubungan dengan G 30 S/PKI. Pada lantai 2 terdapat Diorama tentang peristiwa G 30 S/PKI mulai dari Rapat persiapan pemberontakan, latihan sukarelawan PKI di Lubang Buaya, penculikan para Jendral, tertembaknya Inspektur polisi tingkat I.K.S Tubun, tertembaknya Ade Irma Suryani Nasution (putri dari Jendral A.H Nasution salah satu target penculikan yang selamat), dimasukkannya jenazah para perwira AD ke dalam sumur maut, pengamanan bandara Halim Perdanakusuma, pengangkatan jenazah dari sumur maut dan upacara pemberangkatan jenazah ke Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta. Kemudian dari ruang diorama dapat menuju Ruang Relik. Ruangan ini sendiri berisi berbagai macam barang-barang peninggalan para Pahlawan Revolusi terutama pakaian yang dikenakan pada saat mereka diculik. Selain pakaian & barang-barang pribadi juga terdapat hasil visum dari para korban, peluru yang ditemukan pada tubuh mereka, foto-foto pribadi & foto jenazah setelah dikeluarkan dari Sumur Maut. Di ruangan ini juga ada sepeda patroli milik Agen Polisi II Sukitman, Aqualung (tabung penyelam) yang digunakan oleh Kipam KKO TNI Angkatan Laut, Radio lapangan yang digunakan Mayjen Soeharto pada waktu memimpin penumpasan pemberontakkan G 30 S/PKI dan pakaian serta benda-benda peninggalan milik Ade Irma Suryani Nasution, putri dari Jendral Nasution yang menjadi korban G 30 S/PKI.     Penulis: Dani Agus Editor: Dani Agus Sumber: Wikipedia.org, cagarbudaya.kemdikbud.go.id

Baca Juga

Komentar