Jumat, 29 Maret 2024

Cukai Rokok Kembali Naik di 2023, FSP RTMM Soroti Nasib Buruh Rokok

Murianews
Rabu, 21 September 2022 08:54:55
Ilustrasi pita cukai rokok. (Detik.com/Ari Saputro)
[caption id="attachment_263495" align="alignleft" width="880"] Ilustrasi pita cukai rokok. (Detik.com/Ari Saputro)[/caption] MURIANEWS, Semarang – Rencana kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada 2023 mendatang dinilai membuat industri hasil tembakau khususnya perusahaan rokok tak terjamin. Pasalnya, kenaikan cukai tersebut berpotensi mengurangi produktivitas rokok hingga buruh rokok lantaran pendapatan berkurang. Pernyataan tersebut diungkapkan Ketua Pimpinan Daerah (PD) Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman (FSP RTMM) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) Edy Riyanto. Edy pun mengatakan banyak pekerja rokok yang berharap mendapat perlindungan agar kepastian kerja tetap terjaga. Oleh karenanya, ia meminta bantuan pemerintah baik di daerah dan provinsi untuk meneruskan aspirasi penolakan kenaikan cukai hasil tembakau ke pemerintah daerah. Baca: PT Pura Digugat Rp 370 M Gegara Hologram di Pita Cukai Rokok ”Di pabrik rokok, mereka (pekerja) bekerja sebagai buruh linting. Mayoritas perempuan. Pabrik rokok saat ini sedang banyak menyampaikan keresahan dengan rencana kenaikan cukai hasil tembakau 2023,” katanya seperti dikutip Solopos.com, Selasa (20/9/2022). Kendati demikian, Edy belum mengetahui secara pasti berapa kenaikan cukai hasil tembakau pada 2023 mendatang. Namun, ia menilai dengan tidak adanya kenaikan harga cukai bisa memicu peningkatan kapasitas produksi dan berdampak pada kenaikan gaji karyawan. ”Kenaikan berapa persen belum tahu. Biasanya (diumumkan) naik bulan Oktober atau November. Jadi kalau bisa naiknya jangan signifikan. Saat 2019 (bertepatan dengan Pilpres) itu 0 persen (tidak naik). Setelah itu, pada 2020 naik dua kali lipat, 2021 naik empat kali lipat. Sedangkan tahun 2021 naik empat persen. Tahun 2023 nanti harapannya tidak naik. Kalau terpaksa jangan melebih inflasi,” ujarnya. Lebih lanjut, rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif produk tembakau bagi kesehatan juga dinilai menyudutkan para pekerja rokok. Pasalnya, revisi ini didorong oleh pihak-pihak yang ingin menyudutkan hasil tembakau menjadi tidak legal atau terlarang. Baca: Cukai Naik, Pengusaha Rokok Kecil di Kudus Pasrah ”Jadi rencana kenaikan cukai dan revisi itu (PP No. 109/2021) bisa menghancurkan IHT (industri hasil tembakau). Menciptakan pengangguran dan menambah kemiskinan. Ini tidak adil, karena selama ini IHTnomor 109 tahun 2012) bisa menghancurkan IHT, menciptakan pengangguran dan menambah kemiskinan. Ini tidak adil, karena selama ini IHT telah memberikan kontribusi besar bagi ekonomi dan serapan tenaga kerja,” jelasnya. Sementara itu, salah seorang pekerja rokok, Juni Indarwati, tak menampik jika kenaikan cukai rokok berisiko memengaruhi produktivitas pekerja dan pemasukan pekerja. Bahkan, ia menyebut sudah lima tahun terakhir mendapat pengurangan jam lembur. ”Kita dari yang bekerja 10 jam sehari sekarang jadi tujuh jam sehari. Enggak ada lembur lagi, permintaan pasar turun karena produktivitas turun,” ujarnya. Sekadar informasi, anggota FSPRTMM-SPSI Jateng saat ini mencapai 107.181 orang. Perinciannya, sekitar 80,01 persen bekerja di pabrik rokok sigaret kretek tangan dan sisanya, sekitar 19,09 persen bekerja di pabrik makanan dan minuman.   Penulis: Supriyadi Editor: Supriyadi Sumber: Solopos.com

Baca Juga

Komentar