كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يَتَحَرَّى صَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ
Artinya: ”Nabi SAW selalu menjaga puasa Senin dan Kamis.” (HR Tirmidzi dan Ahmad). 2. Hari penyetoran amal manusia Hari Senin dan juga Kamis merupakan hari penyetoran amal manusia. Sebuah kelebihan tersendiri, jika amal kita disetor dalam kondisi berpuasa. Dalam satu riwayat dijelaskan, suatu ketika Usamah bin Zaid pergi bersama budaknya ke bukit Al-Qurâ. Saat itu kondisi Usamah berpuasa, sementara usianya sudah lanjut. Sang budak pun bertanya: Mengapa engkau berpuasa Senin-Kamis padahal engkau sudah lanjut usia? Usamah menjawab: Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW berpuasa pada hari Senin dan Kamis. Ketika Nabi ditanya tentang hal itu, beliau menjawab:إِنَّ أَعْمَالَ الْعِبَادِ تُعْرَضُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيْسِ
Artinya: ”Sesungguhnya amalan para hamba disampaikan pada hari Senin dan Kamis.” Dalam hadits lain, Nabi bersabda:تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Artinya: ”Amal perbuatan manusia akan disampaikan pada setiap hari Kamis dan Senin. Maka aku ingin amalku diserahkan saat aku berpuasa.” (HR Tirmidzi). Berkaitan dengan hadits di atas, Syekh Sulaiman al-Bujairami (w. 1806 M) menjelaskan, setiap hari amalan manusia dicatat oleh malaikat sebanyak dua kali, yaitu waktu siang dan malam. Untuk setiap pekannya, yaitu hari Senin dan Kamis, amal akan disetorkan kepada Allah SWT. Sementara untuk setiap tahunnya, diesetorkan pada malam Nisfu Sya’ban. (Al-Bujairami, Hasyiyah al-Bujairami ‘Alal Khotib, juz 2, halaman: 116). 3. Hari Senin dan Kamis dibukanya pintu surga Termasuk keistimewaan puasa Senin dan juga Kamis berikutnya adalah pada kedua hari itu Allah membuka pintu surga-Nya. Rasulullah pernah bersabda:تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلَّا رَجُلًا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ
Artinya: ”Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Semua dosa hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu akan diampuni, kecuali bagi orang yang antara dia dan saudaranya terdapat kebencian dan perpecahan. (HR Muslim, No. 4652) 4. Hari kelahiran dan kewafatan Rasulullah Hari Senin merupakan hari lahir sekaligus kewafatan Rasulullah. Dalam satu hadits dijelaskan:وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الاِثْنَيْنِ قَالَ: ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ
Artinya: ”Nabi ditanya soal puasa pada hari Senin, beliau menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.” (HR Muslim: 1162). Menurut sejarawan Safyurrahman al-Mubarakfuri dalam kitab Rahiq al-Makhtum, Nabi lahir pada hari Senin, tanggal 9 Rabiul Awal. Menurut para pakar, kelahiran Rasulullah bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 April tahun 571 M, sebagaimana hasil analisis ulama besar bernama Muhammad bin Sulaliman al-Manshurfuri dan seorang astrolog (ahli ilmu falak) bernama Mahmud Pasha. Nabi pun wafat pada hari Senin, tanggal 12 Rabiul Awal 632 M. Waktu Puasa Senin Durasi puasa Senin demikian juga Kamis sama seperti puasa pada umumnya, yaitu dari mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Selama durasi tersebut ia mesti mencegah dari hal-hal yang membatalkan puasa sebagaimana puasa-puasa lain. Waktu pelaksanaan puasa Senin bisa kapan saja, kecuali pada hari-hari diharamkan puasa. Ada beberapa hari yang diharamkan untuk berpuasa, yaitu pada hari raya Idul Fitri (1 Syawal), hari raya Idul Adha (10 Zulhijjah), hari tasyriq (11, 12, dan 13 Zulhijjah), separuh terakhir dari bulan Sya’ban, dan hari yang diragukan (30 Sya’ban, saat orang telah membicarakan rukyatul hilal atau ada kesaksian orang melihat hilal yang tidak bisa diterima, seperti kesaksian seorang anak kecil). Penting dicatat, bagi orang yang sudah menjadi kebiasaan berpuasa Senin-Kamis, dan kebetulan memasuki separuh terakhir dari bulan Sya’ban, maka tidak ada larangan untuk melanjutkan puasanya. Hal ini berdarkan hadits Nabi berikut:لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُم رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ، إِلاَّ أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَومَهُ، فَليَصُمْ ذَلِكَ اليَوْمَ. (متفقٌ عَلَيْهِ)
Artinya: ”Janganlah seseorang di antara engkau semua itu mendahului Ramadan dengan puasa sehari atau dua hari -sebelumnya-, kecuali kalau seseorang itu -sudah- biasa berpuasa tepat -pada- hari puasanya, maka hendaklah ia berpuasa pada hari itu. (Muttafaq 'alaih) Lafal Niat Puasa Senin Sebagaimana puasa pada umumnya, waktu niat puasa Senin adalah pada malam hari, yakni sejak terbenamnya matahari sampai terbit fajar. Berikut adalah lafal niatnya:نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma yaumil itsnaini lillâhi ta‘âlâ. Artinya: ”Aku berniat puasa sunah hari Senin karena Allah ta‘âlâ.” Karena puasa Senin dan juga Kamis merupakan puasa sunah, maka bagi orang yang lupa niat pada malam hari, boleh niat siang harinya. Yakni dari pagi hari sampai sebelum tergelincirnya matahari (waktu zuhur), selagi ia belum melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Berikut adalah lafal niat ketika siang hari:نَوَيْتُ صَوْمَ هٰذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnati yaumil itsnaini lillâhi ta‘âlâ. Artinya: Aku berniat puasa sunnah hari Senin ini karena Allah ta’ala. Wallahu a’lam. Penulis: Dani Agus Editor: Dani Agus Sumber: jatim.nu.or.id