Kamis, 28 Maret 2024

Tak Disangka, Kisah Kemerdekaan Indonesia Juga Datang dari Desa Indah di Pati Ini

Umar Hanafi
Sabtu, 13 Agustus 2022 16:24:16
Pengunjung sedang menikmati wisata air terjun Banyulawe di Desa Bageng. (Murianews/Cholis Anwar)
[caption id="attachment_142443" align="alignleft" width="800"]Tak Disangka, Kisah Kemerdekaan Indonesia Juga Datang dari Desa Indah di Pati Ini | MURIANEWS Pengunjung sedang menikmati wisata air terjun Banyulawe di Desa Bageng. (Murianews/Cholis Anwar)[/caption] MURIANEWS, Pati – Tak disangka, kisah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia (RI) juga dating dari sebuah desa di lereng Gunung Muria, Jawa Tengah. Namanya, Desa Bageng. Desa di Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati, Jawa Tengah itu punya potensi wisata dan penghasil jeruk pamelo. Desa Bageng jadi salah satu saksi sejarah kemerdekaan RI karena pernah menjadi markas tentara Indonesia saat agresi militer Belanda kedua. Yakni, pada akhir 1948 hingga 1949. Saat itu, Desa Bageng dipilih lantaran, markas tentara Indonesia di Pati Kota dikuasai Belanda. Kisah itu diungkapkan salah satu penggiat sejarah Kabupaten Pati, Ragil Haryo Yudiartanto. Baca: Jembatan Juwana Pati Pernah Dua Kali Diledakkan Dikisahkannya, mulanya pasukan Belanda mencoba masuk ke Pati Raya dari sisi barat dan timur. Barat di Tanggulangin, Kudus sedangkan di sisi timur dari Keragan, Rembang. Saat itu, Divisi Siliwangi ditarik dari Pati Raya untuk diterjunkan ke wilayah Jawa Barat. ”Pasukan Belanda coba masuk menggempur dari dua arah. Pasukan Pati vakum waktu itu, pasukan Siliwangi baru ditarik. Karena dialihkan ke Jawa Barat. Untuk mengambil alih Jawa Barat,” ujar Ragil. Setelah Devisi Siliwangi ditarik dari wilayah Pati Raya, tentara Indonesia yang mendiami Pati pun hanya tersisa sedikit. Mereka terdiri dari tentara pelajar dan sisa-sisa tentara Divisi V Ronggolawe. Mereka dipimpin oleh Letkol Ali Mahmudi. Pasukan Indonesia ini akhirnya tidak kuat menahan kekuatan Belanda dan gagal menghancurkan fasilitas umum serta akses jembatan dan sebagainya. ”Sebelumnya, Jenderal Soedirman menyuruh melakukan siasat satu, yakni membumihanguskan fasilitas umum, mengosongkan wilayah dan masuk ke hutan atau ke gunung,” kata dia. Setelah Belanda masuk ke Pati, para tentara Indonesia pun langsung melarikan diri ke Tlogowungu dan masuk ke hutan-hutan. Markas awal mereka di Pati Kota ditinggalkan. ”Terus mereka mendirikan markas di Desa Bageng. Divisi Anjing Hitam atau Divisi V Ronggolawe yang masuk ke desa ini,” lanjutnya. Tentara Indonesia ini mendiami rumah-rumah warga. Namun, karena Belanda mempunyai mata-mata banyak, tidak berseleng lama posisi markas ini bocor. Belanda pun mulai berpatroli ke daerah Kecamatan Gembong. Letkol Ali Mahmudi sebenarnya disarankan untuk meninggalkan markas di Desa Bageng. Namun ia bersikeras untuk bertahan. Dia pun mencoba menyerang tentara Belanda yang sedang berpatroli di Trowelo, Gembong. ”Itu bulan Juli 1949. Dia (Ali Mahmudi) berdiri melemparkan granat ke tank Belanda tetapi ndak meledak. Karena keluar dari persembunyian dia terlihat dan dibombardir tentara Belanda,” ujarnya. Meski dibombardir Belanda, Ali Mahmudi tidak mati seketika. Ia sempat diamankan oleh bawahannya ke Bageng. Di situ, dia menghembuskan nafas terakhir dan disemayamkan di makam desa setempat. Setelah itu, markas tentara Indonesia dipindahkan ke Glagah.   Reporter: Umar Hanafi Editor: Zulkifli Fahmi

Baca Juga

Komentar