Jumat, 29 Maret 2024

Begini Sejarah Nama Jalan Malioboro di Yogyakarta, Sudah Pernah ke Sini?

Murianews
Senin, 25 Juli 2022 23:56:11
Foto: Jalan Malioboro Yogyakarta (wikipedia.org)
[caption id="attachment_304401" align="alignleft" width="1920"]Begini Sejarah Nama Jalan Malioboro di Yogyakarta, Sudah Pernah ke Sini? Foto: Jalan Malioboro Yogyakarta (wikipedia.org)[/caption] MURIANEWS, Kudus – Malioboro adalah nama jalan atau Kawasan yang ada di Kota Yogyakarta. Jalan ini menghubungkan Tugu Yogyakarta hingga mendekati kompleks Keraton Yogyakarta. Saat berkunjung ke Yogyakarta tidak lengkap rasanya jika melewatkan kawasan Malioboro. Bahkan, sampai ada yang bilang jika belum ke Malioboro berarti belum ke Yogyakarta. Perihal nama Malioboro ini ternyata ada sejarahnya. Berikut ulasannya, seperti dilansir dari Wikipedia.org. Baca juga: Bersih dari PKL, Wisatawan di Malioboro Jogja Betah Nongkrong di Jalur Pedestrian Jalan Malioboro adalah nama salah satu kawasan jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri atas Jalan Margo Utomo, Jalan Malioboro, dan Jalan Margo Mulyo. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta. Kereta api Malioboro sumber inspirasi dari nama Jalan Malioboro untuk mengangkut penumpang dari Yogyakarta tujuan Malang. Jalan ini menghubungkan Tugu Yogyakarta hingga menjelang kompleks Keraton Yogyakarta. Jalan ini berakhir di Pasar Beringharjo (di sisi timur). Dari titik ini nama jalan berubah menjadi jalan Achmad Yani. Di sini terdapat bekas kediaman gubernur Hindia-Belanda di sisi barat dan Benteng Vredeburg di sisi timur. Pada tanggal 20 Desember 2013 oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X nama dua ruas jalan Malioboro dikembalikan ke nama aslinya. jalan Pangeran Mangkubumi menjadi jalan Margo Utomo, dan jalan Jenderal Achmad Yani menjadi jalan Margo Mulyo. Terdapat beberapa objek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg, dan Monumen Serangan Umum 1 Maret. Jalan Malioboro terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas Jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual kuliner Jogja seperti gudeg. Jalan ini juga terkenal sebagai tempat berkumpulnya para seniman yang sering mengekspresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, happening art, pantomim, dan lain-lain. Saat ini Jalan Malioboro tampak lebih lebar karena tempat parkir yang ada di pinggir jalan sudah dipindahkan ke kawasan parkir Abu Bakar Ali dan menjadikan Jalan Malioboro sebagai Jalan Semi Pedestrian. Penamaan Setidaknya ada tiga teori terkait asal usul nama Jalan Malioboro. Teori pertama berpendapat bahwa nama Malioboro diambil dari gelar John Churchill sebagai Adipati Marlborough Pertama (1650-1722), jenderal dari Inggris yang paling terkenal pada masanya. Nama ini digunakan untuk benteng pertahanan inggris di Bengkulu yang dinamakan Benteng Marlborough. Namun, teori ini dibantah oleh sejarawan Peter Carey yang mengemukakan bahwa tidak mungkin jalan yang digunakan sebagai jalan utama bagi Kesultanan Yogyakarta berasal dari nama Inggris. Teori kedua dikemukakan tokoh asal Jogja yang berpendapat nama Malioboro mungkin berasal dari nama penginapan (pesanggrahan) yang digunakan Jayengrana (Amir Hamzah) tokoh utama Cerita Menak yang mengadopsi Hikayat Amir Hamzah. Teori ketiga berasal dari Peter Carey yang berpendapat nama Malioboro berasal dari bahasa Jawa "maliabara" yang diadopsi dari bahasa Sanskerta "malyabhara" yang berarti "dihiasi karangan bunga". Hal ini berdasarkan teori nama "Ngayogyakarta" berasal dari bahasa Sanskerta "Ayodhya" (bahasa Jawa: Ngayodya), ibu kota kerajaan Rama di epos Ramayana sehingga wajar bila kesultanan menggunakan atau mengadopsi bahasa Sanskerta untuk nama jalan atau nama tempat-tempat lainnya. Secara etimologi, hubungan antara nama jalan "Maliabara" dengan kata dalam bahasa Sanskerta "malyabhara" juga pernah disinggung oleh Profesor C.C. Berg pada kuliah di Universitas Leiden pada 1950an-1960an dan Dr. O.W. Tichelaar dalam sebuah karya ilmiah pada Kongres Orientalis Internasional ke-28 di Canberra, Australia. Maka dari itu, penggunaan nama "Maliabara" yang berasal dari bahasa Sanskerta untuk menamai jalan yang dibangun Hamengkubuwana I, sultan pertama Kesultananan Yogyakarta, setidaknya sejak tahun 1755 cukup masuk akal. Pemanfaatan Jalan Malioboro dari masa ke masa: Era sebelum kemerdekaan Awalnya Jalan Malioboro ditata sebagai sumbu imaginer Utara-Selatan Pantai Parangkusumo - Kraton Yogya - Gunung Merapi. Jalan Malioboro dimulai di dekat area keraton menuju ke arah utara hingga Tugu Yogya. Jalan salah satu elemen terpenting sebagai garis imajiner yang menghubungkan keraton dengan Gunung Merapi yang dianggap sakral sesuai dengan sumbu filosofi kota Yogyakarta. Era kemerdekaaan-2000 Jalan Malioboro juga memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di sisi selatan Jalan Malioboro pernah terjadi pertempuran sengit antara pejuang tanah air melawan pasukan kolonial Belanda yang ingin menduduki Yogya. Pertempuran itu kemudian dikenal dengan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, yakni keberhasilan pasukan merah putih menduduki Yogya selama enam jam dan membuktikan kepada dunia bahwa angkatan perang Indonesia tetap ada. Setelah kemerdekaan, jalan ini juga digunakan untuk pawai tahunan pasukan garnisun Yogya saat peringkatan Hari Angkatan Bersenjata pada 5 Oktober. 2000-sekarang Jalan Malioboro punya arti penting sebagai salah satu pusat perekonomian, hiburan, wisata, dan kuliner kota Yogyakarta. Penggunaan jalan ini pada umumnya dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima (PKL), pertokoan, penduduk lokal, dan wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. Pada 2019, pemerintah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta membuat grand design untuk melakukan penataan Jalan Malioboro sebagai kawasan semi pedestrian. Pada 2021 pemerintah provinsi DIY telah membangun 37 sarana prasarana dengan total biaya Rp 78 miliar untuk penataan kawasan agar meningkatkan minat wisatawan. Selain itu, pemerintah juga merelokasi PKL di Jalan Malioboro ke Pusat UMKM di depan Pasar Beringhargo dan bekas gedung Dinas Pariwisata DIY.     Penulis: Loeby Galih Witantra Editor: Dani Agus Sumber: Wikipedia.org

Baca Juga

Komentar