Jumat, 29 Maret 2024

Polda Selidiki Keterlibatan Oknum BPN di Kasus Mafia Tanah di Salatiga

Murianews
Selasa, 19 Juli 2022 21:33:19
Ilustrasi sertifikat tanah
[caption id="attachment_138931" align="alignleft" width="715"] Ilustrasi sertifikat tanah[/caption] MURIANEWS, Semarang – Polda Jateng mengaku masih mendalami kasus mafia tanah di Salatiga. Penyelidikan ini termasuk dugaan keterlibatan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam kasus tersebut. Dirreskrimsus Polda Jateng Kombes Pol Johanson Simamora mengatakan, dugaan keterlibatan oknum pejabat BPN dan notaris sangat memungkinkan. Karenanya, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Ketua Notaris Jateng dan BPN Jawa Tengah dan Salatiga. ”Untuk keterlibatan dari pejabat negara dalam hal ini oknum BPN kita lagi dalami. Kemudian juga apakah ada keterlibatan notaris juga kita lagi dalami,” katanya seperti dikutip DetikJateng. Baca: Polda Jateng Bongkar Kasus Mafia Tanah di Salatiga, 3 Orang Jadi Tersangka ”Kita juga sudah berkoordinasi dengan ketua notaris Jateng dan kita juga sudah koordinasi dengan Kanwil BPN Jawa Tengah maupun wilayah Salatiga,” tambahnya. Sebelumnya, Polda Jateng berhasil membongkar kasus mafia tanah yang terjadi di Salatiga. Dalam kasus tersebut, Polda Jateng menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Ketiga tersangka tersebut diketahui bernama Donni Iskandar Sugiyo Utomo (DI) alias Edward Setiadi (ED), Nur Ruwaidah alias Ida, dan Agus Hartono (AH). ”Jadi ada tiga tersangka yang diamankan atas dugaan mafia tanah. Ketiganya bermain peran untuk menipu calon korbannya guna mendapat keuntungan pribadi,” kata Johanson Ia menyebutkan, ketiga orang ini diketahui sudah beraksi sejak 2016 lalu. Selama itu, mereka berhasil melakukan pembelian 11 bidang tanah di wilayah Salatiga. Untuk meyakinkan korban, DI yang menggunakan identitas palsu sebagai ED, bersama dengan Ida mengaku sebagai notaris yang mewakili AH selaku pembeli tanah. Mereka lalu membeli 11 bidang tanah milik warga dengan membayar uang muka sebesar Rp 10 juta. Baca: Polda Jateng Akui Belum Ada Permintaan Pengamanan Pengukuran Kuari Desa Wadas ”ED adalah yang mencari korban atau yang mencari tanah, kemudian Ida berperan sebagai notaris,” katanya. Lalu, ED meminjam sertifikat korban dengan dalih untuk dicek keasliannya di BPN. Sertifikat itu kemudian diganti atas nama AH dan dijaminkan ke bank. Sebanyak 11 bidang tanah seluas 3 hektare itu digadai sebesar Rp 2,5 miliar. Johanson menyebut harga pasaran tanah itu di tahun 2016 mencapai Rp 13 miliar. ”Tahun 2018 terjadi kredit macet oleh AH kepada pihak bank. Oleh pihak bank otomatis melakukan penyitaan atas jaminan atau agunan yang ada di bank. Pada saat pengecekan ke lokasi, pemilik tanah merasa belum menerima pembayaran sepenuhnya,” ungkapnya. Karena hal itu, para korban melaporkan ke Ditreskrimsus Polda Jateng hingga akhirnya kasus ini terungkap.   Penulis: Supriyadi Editor: Supriyadi Sumber: DetikJateng

Baca Juga

Komentar