Jumat, 29 Maret 2024

Sejarah Penyakit Mulut dan Kuku di Indonesia, Berawal Impor Sapi Perah dari Belanda Tahun 1887

Murianews
Rabu, 6 Juli 2022 16:19:59
Pengecekan hewan ternak di Pasar Hewan Kudus beberapa waktu lalu. (Murianews/Anggara Jiwandhana)
[caption id="attachment_297890" align="alignleft" width="1280"]Sejarah Penyakit Mulut dan Kuku di Indonesia, Berawal Impor Sapi Perah dari Belanda Tahun 1887 Pengecekan hewan ternak di Pasar Hewan Kudus beberapa waktu lalu. (Murianews/Anggara Jiwandhana)[/caption] MURIANEWS, Kudus – Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Kembali mewabah di Indonesia, sejak beberapa bulan terakhir. Dalam kejadian ini, sudah ada ribuan hewan yang terkena PMK dan ratusan di antaranya mati. Melansir dari laman Balai Besar Veteriner Maros, PMK merupakan penyakit yang sangat menular dan menyerang semua hewan berkuku belah/genap. Seperti, sapi, kerbau, babi, kambing, domba, gajah, rusa dan lainnya. Virus PMK dapat bertahan lama di lingkungan dan bertahan hidup di tulang, kelenjar, susu, serta produk susu. Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) disebabkan oleh virus RNA yang masuk dalam genus Apthovirus, keluarga Picornaviridae. Adapun Virus PMK terdiri dari 7 serotipe, yaitu: O, A, C, Southern African Territories (SAT-1, SAT-2, SAT-3), dan Asia-1 Baca juga: Ternak Mati di Jambangan Grobogan Jadi KLB PMK Sebelumnya, Indonesia pernah mendapatkan status bebas PMK dan diakui secara internasional. Namun, penyakit ini mewabah lagi di tahun 2022. Sejarah Munculnya Penyakit Mulut dan Kuku di Indonesia Indonesia pernah mendapatkan status bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan diakui secara internasional. Berikut linimasa munculnya PMK hingga status bebas PMK di Indonesia. 1887 – Penyakit ini masuk melalui importasi sapi perah dari Belanda dan beberapa kali mewabah. 1983 – Wabah PMK terakhir di Pulau Jawa. Pemberantasan dilakukan dengan vaksinasi masal. 1986 – Deklarasi secara nasional terhadap status Indonesia bebas PMK dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 260/Kpts/TN.510/5/1986 1990 – Pengakuan status bebas PMK di Indonesia oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) sebagaimana tercantum dalam resolusi OIE No. XI tahun 1990 Pernyataan Wabah Penyakit Mulut dan Kuku Di tahun 2022, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) kembali mewabah di Indonesia, tepatnya di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Aceh Menanggapi wabah tersebut, Kementerian Pertanian RI menerbitkan Surat Keputusan Menteri Pertanian:
  • Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 403/KPTS/PK.300/M/05/200 Terkait wabah di Jawa Timur dengan lingkup 4 Kabupaten, diantaranya Kabupaten Mojokerjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Lamongan
  • Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 404/KPTS/PK.300/M.05/2022 Terkait wabah di Aceh dengan lingkup Kabupaten Aceh Tamiang
Gejala Klinis Penyakit Mulut dan Kuku
  • Ditemukan lepuh yang berisi cairan atau luka yang terdapat pada lidah, gusi, hidung, dan teracak/kuku hewan yang terinfeksi
  • Hewan tidak mampu berjalan (pincang)
  • Air liur berlebihan
  • Hilang nafsu makan
Hewan yang tertular mengeluarkan virus pada cairan vesikel, air liur, susu, air seni (urine), dan kotoran (feses). Virus dapat dikeluarkan 1-2 hari sebelum hewan menunjukkan tanda klinis Tanda Klinis Penyakit Mulut dan Kuku
  • Lepuh/lesi pada gusi
  • Lepuh pada mukosa mulut
  • Keluar air liur berlebihan (hipersalivasi)
  • Luka pada kuku dan kukunya lepas
  • Lepuh/lesi pada lidah
Penularan Penyakit Mulut dan Kuku Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) ditularkan ke hewan lain dengan 3 cara:
  • Kontak langsung: antara hewan yang tertular dengan hewan rentan
  • Kontak tidak langsung: melalui kontak dengan virus pada manusia, alat dan sarana transportasi akibat kontaminasi dari peternakan yang mengalami wabah PMK
  • Penyebaran melalui udara: utamanya babi yang dapat menyebarkan virus dalam jumlah yang sangat banyak ke udara melalui aktivitas bernafas. Penyebaran PMK oleh angin bisa terjadi sampai radius 10 kilometer
Kerugian Penyakit Mulut dan Kuku Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) membawa dampak kerugian bagi produkvitas ternak dan pertumbuhan ekonomi peternak. Antara lain, penurunan produksi susu, kematian mendadak, keguguran, infertilitas, penurunan berat badan, hambatan perdagangan dan hambatan ekspor.     Penulis: Dani Agus Editor: Dani Agus Sumber: bbvetmaros.ditjenpkh.pertanian.go.id

Baca Juga

Komentar