Portal berita lokal yang menyajikan informasi dari Kudus, Jepara, Pati, Rembang, Blora, dan Grobogan secara cepat, tepat, dan akurat.

Sertifikat Lahan Warga Terdampak Jalan Lingkar Utara Kudus Diserahkan

Penyerahan sertifikat tanah oleh Bupati Hartopo ke warga terdampak Jalan Lingkar Utara. (Murianews/Anggara Jiwandhana)

MURIANEWS, Kudus – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus, Jawa Tengah, menyerahkan sebanyak 29 sertifikat lahan kepada sejumlah warga Desa Karangampel, Kecamatan Kaliwungu yang terkena proyek jalan lingkar utara hasil Konsolidasi Tanah Perkotaan (KTP) tahun 2006 lalu.

Penyerahannya pun dilakukan langsung oleh Bupati Kudus HM Hartopo di Balai Desa Karangampel, Kamis (30/6/2022).

Sebagai informasi, Konsolidasi Tanah Perkotaan itu merupakan kegiatan penyediaan tanah untuk pembangunan jalan lingkar, dengan cara penataan bidang tanah milik warga yang terkena jalan lingkar, tanpa melalui ganti rugi.

Program itu meminta warga melakukan iuran tanah untuk pembangunan jalan lingkar. Sementara Pemkab Kudus berkewajiban memfasilitasi pengurusan sertifikat hasil penataan lahan tersebut.

Bupati Kudus HM Hartopo mengucapkan terima kasih kepada para warga yang telah membiarkan lahannya dijadikan Jalan Lingkar Utara yang kini sudah dinikmati oleh masyarakat luas.

Hartopo mengatakan, dari 29 sertifikat yang diserahkan, 26 di antaranya merupakan sertifikat hak milik (SHM) warga, dan tiga lainnya adalah sertifikat hak pakai (SHP) untuk jalan dan tanah bengkok desa.

”Atas keikhlasannya ini menguntungkan warga, karena harga tanah yang semula hanya Rp 50 ribu per meter persegi, kini bisa menembus Rp 2 juta per meter persegi karena berada di Jalan Lingkar kan,” katanya.

Baca: Sepekan Jelang Iduladha, Ini Harga Kerbau dan Sapi di Kudus

Pihaknya pun berharap tidak ada pihak yang dirugikan setelah ini. Walau diakui, proses pengeluaran sertifikatnya terbilang lama.

Kepala Dinas PUPR Kudus Arif Budi Siswanto menambahkan, program KTP Jalan Lingkar Utara wilayah barat Kudus meliputi Desa Mijen, Desa Karangampel, dan Desa Klumpit sudah dimulai pada tahun 2006 silam.

Prosesnya memang cukup lama karena sejumlah hambatan. Di antaranya sulitnya warga menyepakati gambar desain penataan dari tanah miliknya yang terkena iuran, hingga kepemilikan tanah yang turun temurun sehingga terjadi kerumitan pengurusan dokumen.

”Setiap dokumennya kan harus dipenuhi untuk penerbitan sertifikat, jadi memang cukup lama,” tandasnya.

 

Reporter: Anggara Jiwandhana
Editor: Ali Muntoha

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.