Kamis, 28 Maret 2024

Tanah Disengketa, Petani Kandangrejo Grobogan Bentuk Organisasi

Saiful Anwar
Senin, 27 Juni 2022 11:47:31
Warga Desa Kandangrejo, Kecamatan Klambu, Grobogan, Jateng membentuk PPRA, Minggu (26/6/2022) malam. (Murianews/Istimewa PPRA)
[caption id="attachment_298308" align="alignleft" width="1280"]Tanah Disengketa, Petani Kandangrejo Grobogan Bentuk Organisasi Warga Desa Kandangrejo, Kecamatan Klambu, Grobogan, Jateng membentuk PPRA, Minggu (26/6/2022) malam. (Murianews/Istimewa PPRA)[/caption] MURIANEWS, Grobogan – Persoalan sengketa tanah pertanian membuat petani di Desa Kandangrejo, Kecamatan Klambu, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah mendirikan sebuah organisasi. Organisasi tersebut bernama Petani Pejuang Reforma Agraria (PPRA). Pembentukan organisasi itu sendiri dilakukan Minggu (26/6/2022) malam. Perwakilan PPRA, Haryono mengatakan saat ini, ada 39 hektare anah yang digarap 180 warga selama puluhan tahun hingga tiga generasi. Namun, lahan tersebut justru ditolak oleh Badan Pertanahan Negara (BPN). Baca: Gegara Sengketa Lahan, Jokowi: Orang Bisa Pedang-Pedangan ”Permohonan ditolak karena BPN minta surat pelepasan dari BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana, red). Padahal, selama ini lahan itu diharap warga. Makanya kami bersolidaritas membuat organisasi rakyat PPRA,” terang dia, Senin (27/6/2022). Lebih lanjut, Haryono menceritakan, lahan tersebut pernah didata pihak Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Serang Lusi Juana yang kantornya di Kudus. Namun, kemudian ada kebijakan otonomi daerah pada 1999. ”Setelah ada penyisiran aset, kemudian pindah ke Balai Besar (BBWS Pemali Juana, red),” paparnya. Menurut Haryono, pihak petani sebenarnya ingin penjelasan mendetail terkait lahan yang sampai saat ini masih digarap tersebut. Sebab, lahan di kanan-kirinya bisa disertifikatkan. ”Lokasi di kanan-kirinya sudah ada sertifikat semua. Yang ini kok tidak bisa. Kalau secara historis, BBWS dan petani kan lebih dulu petani,” imbuhnya. Pada 2014 lalu, lahan-lahan tersebut diberi patok pihak BBWS. Namun, tidak ada koordinasi dengan warga. Pihaknya hanya meminta agar terdapat komunikasi yang baik dengan warga. ”Tidak ada koordinasi, itu langkah mereka sendiri,” ungkapnya. Haryono mengaku sudah bersurat pada BPN Grobogan agar digelar audiensi. Audiensi itu dimaksudkan untuk memberi penjelasan mengapa tanah itu menjadi wewenang pihak BBWS. Namun, Haryono mengaku belum mendapat balasan. Pihaknya bersama petani pun berencana mendatangi kantor BPN Grobogan pada Senin (27/6/2022) siang.   Reporter: Saiful Anwar Editor: Zulkifli Fahmi

Baca Juga

Komentar