Jumat, 29 Maret 2024

Kisah Ki Ageng Selo, Menangkap Petir hingga Menggambar di Pintu Masjid Demak

Saiful Anwar
Jumat, 18 Februari 2022 19:25:40
Sejumlah siswa berdoa saat berziarah di makam Ki Ageng Selo, Kabupaten Grobogan, Jumat (18/2/2022)
[caption id="attachment_273304" align="alignleft" width="1280"]Kisah Ki Ageng Selo, Menangkap Petir hingga Menggambar di Pintu Masjid Demak Sejumlah siswa berdoa saat berziarah di makam Ki Ageng Selo, Kabupaten Grobogan, Jumat (18/2/2022)[/caption] MURIANEWS, Grobogan – Ki Ageng Selo dikenal masyarakat luas sebagai orang yang bisa menangkap petir. Makamnya di Desa Selo, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan terus diziarahi. MURIANEWS menemui juru kunji makam, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Rokhim Rekso Hastono, Jumat (18/2/2022) di sela-sela kegiatannya. Menurutnya, Ki Ageng Selo memiliki nama asli Bagus Songgom. Ia hidup sebagai petani biasa yang suka mencari ilmu. Ilmu apa saja dipelajari untuk pegangan hidup. Awalnya masyarakat sekitar juga melihatnya sebagai orang biasa. Sampai suatu terjadi sebuah peristiwa di mana, Ki Ageng Selo yang juga dijuluki Ki Ageng Ngabdurrahman itu bisa menangkap petir. “Peristiwa menangkap petir itu jadi awal ‘sumorote’ (tampak kesaktiannya) Ki Ageng Selo. Itu atas kehendak Allah SWT,” kata juru kunci, Kamis (17/2/2022). KRT Rokhim menyebut peristiwa itu terjadi saat Pati Unus meninggal. Yakni sekitar tahun 1521 masehi. Ketika itu, Ki Ageng Selo masih berusia sekitar 20-an. “Umurnya masih dua puluhan. Katakanlah, 25 tahun ke atas kan masih dua puluhan. Karena waktu itu petani, tidak ada catatannya tersendiri,” tambahnya. Baca juga: Ribuan Warga Hadiri Peringatan Haul Ki Ageng Selo di Desa Selo Grobogan Diceritakan, Ki Ageng Selo saat muda sama seperti seorang pemuda pada umumnya. Meski memiliki kecerdasan karena ilmunya, ia emosinya masih labil. Saat petir menyambar-nyambar pun, ia melawannya. Begitu menyambar, Ki Ageng Selo langsuung menangkapnya. Saat ditangkap, petir itu berubah-ubah bentuk wujudnya. “Makhluk-makhluk tadi, waktu ditangkap berubah-ubah. Bisa kakek tua renta, bisa hewan, dan lain-lain,” kata dia. Ia pun kemudian membawa pulang petir itu. Saat dibawa pulang, Ki Ageng Selo diprotes para kerabat dan tetangganya. Sebab, suara petir yang dibawanya sangat mengganggu. Makhluk itu kemudian diikat di pohon gandri agar tidak lepas. “Makhluk itu diikat biar tidak lepas. Saat Sunan Kalijaga datang, makhluk itu memberontak. Sunan Kalijaga usul agar makhluk itu dibawa ke Demak dengan berharapan Demak tidak ada prahoro (bencana), terutama masjidnya,” ujar KRT Rokhim. Begitu diminta Sunan Kalijaga, Ki Ageng Selo pun kemudian berganti baju bersiap ke Demak. Kemudian pada saat makhluk itu akan dilepas dari ikatan di pohon gandri, makhluk itu berulah lagi hingga menimbulkan petir. Dari petir itu muncul percikan api. Baca juga: Jelang HUT Grobogan ke-296, Bupati dan Wabup Ziarah ke Makam Empat Leluhur “Kebetulan, ada api disulut untuk penerangan nanti malam di rumah ini. Syukur untuk kesehariannya. Api-api itu sampai generasi mendatang, era Mataram, Panembahan Senopati, Sultan Agung. Untuk memasak dan sebagainya ya pakai api itu,” kata dia. Akhirnya, Ki Ageng Selo dan Sunan Kalijaga pergi ke Demak. Di sana, anggota Walisanga sedang takziyah atas meninggalnya Pati Unus, raja Demak kedua. Atas dasar itu, dia meyakini momentum Ki Ageng Selo menangkap petir pertama kalinya hingga dikenal banyak orang juga pada tahun tersebut. Setiba di Demak, setelah menyalami para wali, Ki Ageng Selo kemudian menggambar petir di pintu utama Masjid Agung Demak. Harapannya, Demak bisa terhindar dari marabahaya, setidaknya tidak ada petir yang menyambar-nyambar di sana. Setelah beberapa saat digambar, muncul makhluk lain yang disebut KRT Rokhim sebagai lawan jenis dari makhluk yang dibawa sebelumnya. Makhluk itu kemudian menyemburkan air dan dengan suara menggelegar. “Seketika itu, suara tidak karu-karuan, kelihatannya itu Demak kebakaran. Terus dengan sekejap mata, ternyata Demak masih utuh tidak terbakar (hanya ilusi saat disembur air),” terangnya. Gambar di pintu itu pun tidak selesai karena makhluk itu berhasil kabur. Bagian yang berhasil digambar Ki Ageng Selo hanya di bagian kepala saja. Gambar itu tampak menyerupai wujud naga dengan mulut menganga. Ki Ageng Selo kemudian pulang dan berpesan kepada kerabat-kerabatnya agar menata akhlak sehari-hari. Yang baik dilakukan, yang buruk dibuang. Ajaran-ajaran itulah yang kemudian mewujud dalam tembang. Dari tembang-tembang itu kemudian dikenal sebagai Pepali Ki Ageng Selo.   Reporter: Saiful Anawar Editor: Zulkifli Fahmi

Baca Juga

Komentar