Sejarah Patung Bundaran Gubug Grobogan

MURIANEWS, Grobogan – Bagi yang pernah melintas pertigaan Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan pasti tidak asing dengan keberadaan dua patung yang berdiri tepat di tengah-tengahnya.
Dua patung itu digambarkan sebagai sosok berseragam. Satu menenteng senjata api, satunya membawa bambu runcing. Patung tersebut ternyata memiliki sejarah.
Diungkapkan Moh Umar, anggota Komunitas I Love Gubug (KILG), dua patung yang kini menjadi ikon Kecamatan Gubug itu dibangun sekitar 1973. Inisiator pembangunannya yakni para pengusaha di Gubug pada saat itu.
Baca juga: NU Tanggapi Eks Pangkostrad yang Bongkar Patung Soeharto Cs di Makostrad
“Para pengusaha di Gubug pada waktu itu yang mengusulkan. Yang mengerjakan seniman orang Gubug juga, namanya Pak Mahmud,” kata Umar, Senin (7/2/2022).
Menurut Umar, patung tersebut tidak ditujukan untuk mengenang tokoh tertentu. Namun, mengenang penjuangan Laskar Hisbullah yang gugur saat melakukan penyerangan asrama Belanda.
Dia pun meminta agar masyarakat tidak memirip-miripkan patung tersebut dengan tokoh tertentu. Sebab, berdasarkan maksud pembuatnya, Mahmud, yang juga aktivis gerakan Pemuda Muhammadiyah, memang tidak menyebut nama.
“Pak Mahmud tidak menyebut nama. Jadi kalau ada yang menyebut nama itu persepsi sendiri. Itu patung tentara, kalau sekarang namanya yang babinsa itu. Yang satu patung pejuang,” tambahnya.
Untuk patung tentara tampak memakai topi dengan bagian depan lancip, kemeja berkerah dengan dua kantong, dan lambang merah putih di atas saku kanan.
Si patung tentara itu juga tampak membawa senapan. Maknanya, yakni tentara dan masyarakat bahu-membahu mempertahankan kemerdekaan.
Sementara, patung pajuang dibuat sedikit lebih pendek dan badan lebih kurus. Patung ini juga digambarkan berpenutup kepala berbaju mirip koko tanpa kerah, serta membawa senapan.
Menyusul datangnya pandemi sejak sekitar dua tahun lalu, kedua patung ini pun dipakaikan masker sebagai bagian dari kampanye protokol kesehatan.
Umar mengatakan, sebenarnya di bagian belakang kedua patung itu terdapat pohon beringin yang ditanam Presiden Soekarno saat melewati Simpang Tiga Gubug pada sekitar 1955.
Saat itu, selesai berkunjung ke Kota Cepu, Kabupaten Blora. Presiden hendak kembali ke Jakarta dengan pesawat dari Semarang. Namun sesampainya di Gubug, Presiden dihentikan oleh sejumlah pemuda.
“Waktu itu inisiatif Pak Hasan Anwar, salah satu pengurus NU di Gubug,” kata dia.
Bung Karno diminta berpidato untuk memberi semangat pada pemuda di Gubug. Usai berpidato, Sang Putra Fajar itu diminta menanam pohon beringin di tengah pertigaan Gubug saat ini. Namun, sekitar 1980-1990-an, pohon beringin itu mati.
Kemudian, pada 2018, dengan inisiator Komunitas I Love Gubug, pertigaan yang menghubungkan Kedungjati-Salatiga dengan Semarang serta Purwodadi itu direnovasi. Anggaran berasal dari dana CSR perusahaan sirup di Gubug.
Reporter: Saiful Anwar
Editor: Zulkifli Fahmi