Jumat, 29 Maret 2024

Kasus DBD di Kudus Makin Mengkhawatirkan

Anggara Jiwandhana
Jumat, 28 Januari 2022 18:27:40
Ilustrasi: Petugas melakukan fogging di Desa Pasuruhan Lor, Kecamatan Jati, Kudus belum lama ini. (MURIANEWS/Vega Ma'arijil Ula)
[caption id="attachment_207541" align="alignleft" width="1024"]Kasus DBD di Kudus Makin Mengkhawatirkan Ilustrasi: Petugas melakukan fogging di Desa Pasuruhan Lor, Kecamatan Jati, Kudus belum lama ini. (MURIANEWS/Vega Ma'arijil Ula)[/caption] MURIANEWS, Kudus – Temuan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Kudus selama Januari makin mengkhawatirkan. Sebab, per 15 Januari 2022 sudah ada 25 pasien yang sudah dirawat. Sementara kasus yang terjadi setelahnya masih belum terdata. DKK baru bisa merekap akhir bulan ini karena mobilitas tim yang sibuk melakukan aktifitas pencegahan dan penanggulangan. “25 kasus ada yang masih dirawat ada juga yang sudah sembuh, namun kami belum mencatat ada pasien yang meninggal untuk saat ini,” kata Subkoordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Kudus, Nuryanto, Jumat (28/1/2022). Kenaikan kasus DBD di Kabupaten Kudus, ungkap Nuryanto, sudah tampak sejak akhir 2021 kemarin. DKK sendiri mencatat ada sebanyak 175 kasus demam berdarah dengue (DBD) selama 2021. Baca juga: Sepekan, Lima Kasus DBD Baru Ditemukan di Kudus Temuan kasus di 2021 sendiri juga meningkat empat kali lipat dibanding temuan kasus pada 2020 lalu yang hanya sebanyak 40 kasus. Dengan jumlah pasien meninggal sebanyak lima orang. “Di tahun 2021 memang mengalami peningkatan yang signifikan dibanding tahun 2020 lalu, alasannya karena sejumlah hal,” imbuhnya. Alasan pertamanya, kata Nur, adalah mobilitas masyarakat di tahun 2021 sudah semakin meningkat. Kondisi yang berbeda terjadi di 2020 ketika banyak masyarakat bekerja di rumah saat pandemi Covid-19, sehingga potensi tergigit nyamuk pembawa virus DBD tersebut pun semakin tinggi. “Di Kudus juga terjadi hal yang sama. Ada warga daerah pegunungan yang kena DBD. Di wilayahnya di Rahtawu ya, itu tidak ada induk nyamuk, usut punya usut dia tergigitnya di Kota saat berkunjung ke rumah saudaranya,” imbuh dia. Selain mobilitas, faktor iklim dan cuaca yang tengah terjadi juga jadi faktor utama cepatnya perkembangan nyamuk-nyamuk DBD. DKK sendiri terus melakukan penyemprotan maupun penyebaran bubuk abate di rumah-rumah. Namun bila tidak diimbangi dengan pola hidup sehat masyarakatnya, tentu efeknya tidak bisa makimal. “Menjaga kondisi lingkungan agar tetap bersih ini masih diperlukan walaupun penyemprotan dari kami rutin dilakukan,” pungkasnya.   Reporter: Anggara Jiwandhana Editor: Zulkifli Fahmi

Baca Juga

Komentar