Portal berita lokal yang menyajikan informasi dari Kudus, Jepara, Pati, Rembang, Blora, dan Grobogan secara cepat, tepat, dan akurat.

Menengok Akulturasi Budaya di Masjid Mantingan Jepara

Menengok Akulturasi Budaya di Masjid Mantingan Jepara
Masjid Astana Sultan Hadlirin atau disebut juga Masjid Mantingan Jepara. (MURIANEWS/Faqih Mansur Hidayat)

MURIANEWS, Jepara – Pencampuran atau akulturasi budaya banyak dituangkan dalam sebuah bangunan bersejarah. Salah satunya di Masjid Astana Sultan Hadlirin atau disebut juga Masjid Mantingan Jepara.

Banyak sumber literatur yang menyebut Masjid Mantingan dibangun arsitek asal Tiongkok. Masjid Mantingan dibangun pada tahun 1549.

Dalam pembangunannya, sang arsitek memasukan ciri bangunan dari budaya China, yakni ratusan ornament yang ditempelkan di dinding masjid.

Menurut de Graaf, banyak orang-orang asal Tiongkok yang diikutkan dalam membangun Masjid Mantingan ini. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya ukiran pada dinding masjid yang bermotif Cina.

Ornamen di dinding Masjid Mantingan, Jepara. (MURIANEWS/Faqih Mansur Hidayat)

Baca juga: Hari Jadi Jepara, Luwur Makam Sultan Hadlirin dan Ratu Kalinyamat Diganti

Pendapat ini juga didukung oleh kesaksian Kartini yang tercatat dalam bukunya Door duisternis tot licht di halaman 164-165. Dalam bukunya, Kartini menulis jika ia sering mengunjungi Masjid Mantingan dan melihat rumah-rumah dan motif-motif di bangunan masjid yang berasal dari Cina (Graff, 2001: 131).

Dikutip dari hasil penelitian Eko Roy Ardian Putra berjudul ‘Makna Simbolis Pada Ragam Hias Masjid Mantingan di Jepara’, Program studi Desain Interior Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, disebutkan ornamen-ornamen tersebut dibuat oleh Patih Sungging Badar Duwung.

Ia memiliki nama lain Tjie Hwio Gwan. Yang tak lain adalah ayah angkat Sultan Hadlirin.

Ornamen di dinding Masjid Mantingan, Jepara. (MURIANEWS/Faqih Mansur Hidayat)

Baca juga: Jelang Imlek, Umat Tridharma Welahan Jepara Sucikan Kelenteng

Ornamen-ornamen yang dipengaruhi corak Cina yaitu motif burung Poenik, labu air, dan teratai. Eko menyebut, terdapat pola umum pada peletakan ornamen-ornamen di dinding masjid. Yaitu pola segitiga.

Menurutnya, dalam Islam Jawa, segitiga dimaknai sebagai wujud susunan hukum untuk menggapai Tuhan. Yaitu Syariat, Tarikat dan hakekat.

“Ragam hias yang tersimbolkan merupakan pencerminan dari karakter budaya yang saat itu berkembang di lingkungan Jepara dengan pengaruh budaya-budaya dari luar Jepara,” tulis Eko.

 

Reporter: Faqih Mansur Hidayat
Editor: Zulkifli Fahmi

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.