Portal berita lokal yang menyajikan informasi dari Kudus, Jepara, Pati, Rembang, Blora, dan Grobogan secara cepat, tepat, dan akurat.

Potensi Wisata di Nglinduk Grobogan Ini Rusak, Ini Penyebabnya

Potensi Wisata di Nglinduk Grobogan Ini Rusak Ini Penyebabnya

Sisa-sisa Goa Jepang di hutan dekat Dusun Segorogunung, Desa Nglinduk, Kecamatan Gabus, Grobogan. (Murianews/Saiful Anwar).

MURIANEWS, Grobogan – Potensi wisata berupa Goa di tengah hutan Desa Nglinduk, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan rusak. Goa yang diduga peninggalan jepang itu kini tak terawat.

Letaknya berada di tengah hutan Dusun Segorogunung, desa setempat, kawasan hutan di bawah KPH Gundih. Lokasinya dekat dengan batas wilayah Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur.

Bebatuan padas yang dulu membentuk terowongan hingga disebut goa Jepang itu kini telah tiada. Tinggal menyisakan lubang-lubang goa kecil di sisi kiri dari arah masuk ke hutan.

Baca juga: Jalan ke Segorogunung Grobogan Longsor Tak Kunjung Diperbaiki

Tapi, lubang berdiameter sekitar 1,5 meter itu tampak gelap dan angker. Semak belukar memenuhi bagian depannya. Dinding goa bagian luar juga penuh lumut dan menimbulkan kesan tidak terawat.

Lokasi goa itu sendiri berjarak sekitar 200 meter dari pemukiman warga. Lokasinya memang di tengah hutan menuju hutan yang panjang sebelum masuk pemukiman di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

Menurut warga setempat, Yamin, Goa Jepang Segorogunung dulunya memang memanjang sekitar 50 meter bak terowongan saat akan memasuki hutan. Namun, warga setempat mengambil bebatuan padas itu untuk dijadikan bahan pawon (tempat memasak dari batu, red).

“Mungkin sekitar tahun 1975, saat saya masih kecil itu di sini masih bagus. Sering main ke sini, jadi wisata istilahnya. Tapi karena batu padasnya diambili warga dibuat pawon ya batunya habis. Diambili sedikit-sedikit,” kata dia.

Kepala Desa Nglinduk, Sugiarto membenarkan cerita warganya itu. Menurutnya, tidak hanya warganya saja yang mengambil batuan itu.

“Diambil warga, tapi tidak banyak. Paling satu atau dua orang saja. Itu kan paling dibuat pawon, untuk usaha sampingan saja. Warga kan kebanyakan petani,” kata Sugiarto, Senin (17/1/2022).

Ia mengungkapkan, pihaknya sendiri sebenarnya telah melarang pengambilan batu itu. Namun, karena hanya sedikit orang saja yang mengambil, ia pun memakluminya.

Lebih lagi, lanjut Sugiarto, batu itu digunakan untuk pembuatan pawon dan dijual sebagai usaha sampingan bila tidak ke sawah.

“Yang ngambil hanya segelintir saja. Itu ngambilnya pun berat sekali. Nanti diambil buat pawon, sering patah. Kalau patah kan tidak laku,” kata Kades.

Sugiarto mengakui, goa itu belum dikelola dengan baik. Antara Perhutani dan Pemerintah Desa juga belum ada koordinasi untuk pengelolaan goa tersebut yang mestinya bisa jadi aset wisata.

 

Reporter: Saiful Anwar
Editor: Zulkifli Fahmi

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.