Kamis, 28 Maret 2024

10 Tahun Suluk Maleman, Strategi Menghadapi Zaman yang Kian Menggila

Umar Hanafi
Minggu, 16 Januari 2022 19:40:53
Pemotongan tumpeng 10 tahun Suluk Maleman kepada salah seorang penggiat, Suroso (Istimewa)
[caption id="attachment_265769" align="alignleft" width="880"] Pemotongan tumpeng 10 tahun Suluk Maleman kepada salah seorang penggiat, Suroso (Istimewa)[/caption] MURIANEWS, Pati- Tak terasa Suluk Maleman sudah memasuki tahun ke 10. Forum Ngaji Budaya yang digagas Anis Sholeh Ba’asyin itu tetap konsisten membahas isu agama maupun kebangsaan dengan tagline “Mencerahkan Pikir-Menjernihkan Hati”. Dalam momen tahun ke-10 ini, Anis Sholeh juga mempunyai pesan penting, terutama untuk meneguhkan keislaman dan kemanusiaan. Bahwa saat ini kondisi zaman sudah semakin menggila. Kebanyakan orang ingin meneguhkan identitas keislamannya, ingin menunjukkan bahwa dia adalah manusia seutuhnya. Padahal, semua itu hanyalah ambisi untuk diri sendiri. Apabila kondisi ini tidak disikapi dengan bijak, maka kedepan zaman akan semakin hancur. Karena itu, dibutuhkan kuda-kuda yang kuat agar manusia mampu menghadapi zaman yang kian kacau. “Kita harus menjadi manusia yang memanusiakan manusia. Jangan mau didikte pemikiran orang lain. Jangan asal terbawa arus. Ini penting saat masuk ke abad 21 yang tampaknya akan ada banyak perubahan dan mendasar,” katanya, Sabtu (15/1/2022). Banyak pemikiran sosial dari Islam yang bisa dijadikan pijakan. Islam sendiri melihat manusia tidak dari ras maupun strata sosial namun umat yang satu. Baca: Suluk Maleman: Mengurai Batasan, Menemukan Kenikmatan “Beriman itu ketika kita bisa lebih baik dari diri kita kemarin,” imbuhnya. Sementara Drs. Ilyas Arifin, salah satu narasumber yang juga dosen di Universitas Negeri Semarang memberikan pesan penting untuk merawat persatuan dan menjaga tonggak Islam di peradaban dunia. Sudah bukan waktunya lagi perbedaan justru menjadi awal perpecahan. “Sekarang ini seolah-olah Islam dibenturkan dengan Pancasila, Islam dibenturkan dengan budaya. Kesempitan berpikir seperti ini terus menyelimuti atmosfir berpikir kita,” ujarnya. Banyak perdebatan tentang perbedaan dalam beragama yang terus terjadi. Padahal perbedaan semacam itu sebenarnya telah ada sejak zaman sahabat Nabi namun tak pernah menjadi halangan. “Persoalan kita masih selalu debat tentang musik, ziarah kubur, dan lainnya. Kalau perdebatan hanya soal rumah tangga sendiri bagaimana kita berbicara tentang Islam di kancah global,” kritiknya. Persoalan semacam itu, diakuinya akan mudah diselesaikan jika setiap umat melanggengkan budaya silaturahim. Hal yang dianggapnya berbahaya adalah jika seseorang datang ke orang lain dan merasa dirinya telah penuh. “Jika begitu maka tidak akan ada ruang untuk hal baru masuk. Beragama itu tak sebatas puasa, zakat, salat, dan haji saja. Namun ada juga menyenangkan orang lain, membahagiakan orang tua dan lain sebagainya,” tambahnya. Prof Saratri Wilonoyudho, seorang narasumber lainnya yang juga merupakan dosen Universitas Negeri Semarang, menambahkan bahwa diantara tanda akhir zaman adalah hilangnya ilmu. Dia mengingatkan betapa pentingnya menjaga sisi akhlak dan moral sehingga bisa menghentikan berbuat kerusakan di muka bumi. “Jangan sampai dampak kerusakan itu justru dirasakan oleh anak cucu kita sendiri.  Merekalah yang akan mewarisi kerusakan itu,” ujarnya Kerusakan itu tak sebatas pada alam saja. Namun di tingkat sosial. Dia mengingatkan betapa bahayanya ghibah dan fitnah yang jelas dilarang dalam Islam, meski ironisnya sekarang merajalela di media sosial. “Sekarang setiap pihak sudah berani klaim paling benar. Jangan sampai ini menjadi awal Islam dirusak dari dalam. Untuk menghindarinya kita harus menguatkan ketaqwaan. Taqwa bisa diwujudkan dengan cinta kasih. Dan itu dilengkapi dengan sikap tawakal. Dengan bertawakal maka akan dicukupkan segala kebutuhan dan memudahkan segala permasalahannya,” tutupnya. Ngaji budaya yang digelar hingga pukul 24.00 Sabtu (15/1/2022) kemarin begitu ramai disaksikan oleh ribuan orang dari berbagai kanal media. Iringan dari koleksi Sampak GusUran tampak semakin menghangatkan suasana Suluk Maleman seri dari rumah tersebut.   Reporter: Umar Hanafi Editor: Cholis Anwar

Baca Juga

Komentar