Jumat, 29 Maret 2024

Drama Pemberantasan Korupsi 2021

Murianews
Rabu, 29 Desember 2021 20:22:59
Gedung Merah Putih kantor KPK. (Dok. SindoNEWS)
[caption id="attachment_233541" align="alignleft" width="1280"]Drama Pemberantasan Korupsi di 2021 Gedung Merah Putih kantor KPK. (Dok. SindoNEWS)[/caption] MURIANEWS, Jakarta – Pemberantasan Korupsi di Indonesia memiliki beragam drama di sepanjang 2021. Banyak drama yang bahkan bikin publik kecewa dengan komitmen pemberantasan korupsi. Dirangkum MURIANEWS setidaknya ada tiga peristiwa pemberantasan korupsi yang membuat publik kecewa dengan kinerja KPK saat ini. Tiga peristiwa itu yakni sebagai berikut.   [caption id="attachment_231051" align="alignleft" width="1280"] Pinangki Sirna Malasari saat menjalani sidang. (Detik.com/Ari Saputra)[/caption] Diskon Hukuman Koruptor dan Pelanggaran Etik Di pertengahan tahun 2021 ini, publik dibikin gemas dengan pemberian vonis hukuman oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada dua pelaku, Djoko Soegiarto Tjandra dan Pinangki Sirna Malasari. Djoko Soegiarto Tjandra hanya mendapatkan pidana 3,5 tahun, atau berkurang setahun dari vonis pengadilan tingkat pertama. Pihak Pengadilan Tinggi DKI Jakarta beralasan, karena Djoko telah menjalani pidana penjara atas kasus hak tagih Bank Bali. Selain itu, ia telah menyerahkan dana dalam Escrow Account atas rekening Bank Bali qq. PT Era Giat Prima miliknya sebesar Rp546.468.544.738. Sementara, jaksa Pinangki Sirna Malasari yang mendapat ‘belaian’ hakim di tingkat banding tersebut. Pinangki hanya mendapat hukuman empat tahun penjara. Padahal sebelumnya, ia dituntut 10 tahun penjara. Baca juga: Fenomena Diskon Hukuman Koruptor Bikin Tingkat Kepercayaan Masyarakat Berkurang Asalan pemberian diskon hukuman itu pun sedikit aneh. Mulai dari, Pinangki dinilai telah mengakui perbuatannya dan menyesal, ikhlas dipecat sebagai jaksa, bisa diharapkan menjadi warga yang baik, dan seorang Ibu yang mempunyai anak berusia empat tahun sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang dalam masa pertumbuhan buah hati. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai fenomena diskon hukuman pada para koruptor itu memperlihatkan agenda pemberantasan korupsi tidak lagi jadi perhatian. Lembaga peradilan dinilai tak berpihak pada semangat pemberantasan korupsi. “Ini sekaligus memperlihatkan secara jelas bahwa lembaga kekuasaan kehakiman kian tidak berpihak pada upaya pemberantasan korupsi,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, seperti dilansir CNN Indonesia, Jumat (30/7/2021). Kurnia menyoroti Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang pedoman pemidanaan pada seluruh tingkat peradilan. Perma itu berisi pedoman pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang satu di antaranya mengatur korupsi di atas Rp100 miliar dapat dipidana seumur hidup. Tak berhenti disana, dalam rangka HUT ke-76 RI, Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) melalui Direktoral Jendral Pemasyarakatan memberikan remisi umum. Ada 3.496 narapidana yang mendapatkan remisi, 214 orang merupakan narapidana kasus korupsi atau koruptor. Dari 214 narapidana koruptor itu, satu di antaranya Djoko Tjandra. Wajah pemberantasan korupsi di Indonesia kian tercoreng ketika salah satu komisioner KPK, Lili Pintauli Siregar, terbukti berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial terkait penyelidikan dugaan suap jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai. Dewas KPK menjatuhkan sanksi berat terhadap Lili Pintauli. Lili diberikan sanksi berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40% setiap bulannya selama satu tahun. Melansir Liputan6.com, Dewas menyatakan Lili terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku lantaran menyalahgunakan pengaruh sebagai Pimpinan KPK. Lili berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial. “Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan,” ujar Ketua Dewas KPK Tumpak Hatarongan Panggabean saat membacakan amar putusan Lili, Senin, 30 Agustus 2021. Namun, vonis etik berat Lili itu tak membuat pelapor dan pengamat hukum puas. Mereka yang melaporkan dugaan komunikasi Lili dengan Syahrial di antaranya, yakni Direktur PJKAKI KPK Sujanarko, Kasatgas Penyidikan KPK Novel Baswedan, dan Kasatgas Penyidikan Rizka Anungnata.   [caption id="attachment_257603" align="alignleft" width="1280"] Novel Baswedan dan 43 mantan Pegawai KPK resmi menjadi ASN Polri usai dilantik pada Kamis (9/12/2021). Pelantikan dipimpin langsung Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. (Dok. Humas Polri)[/caption] Polemik Alih Status ASN Novel Cs Momentum ini disebut sebagai titik pelemahan di tubuh KPK. Peralihan status pegawai KPK menjadi ASN melalui tes wawasan kebangsaan (TWK) menjadi polemik di pertengahan 2021 lalu. Dari sebanyak 1.357 pegawai yang diusulkan mengikuti tes, ada 1.274 yang dinyatakan memenuhi syarat. Sementara 75 peserta dianggap tidak memenuhi syarat dan delapan peserta tidak hadir dalam tes tersebut. Sayangnya, di antara mereka yang tidak lolos adalah pegawai senior yang selama ini menangani kasus-kasus korupsi besar. Salah satunya Novel Baswedan, yang sampai mengalami kerusakan mata kiri akibat disiram air keras dalam sebuah serangan. Nama lainnya, ada Harun Al Rasyid, Ambarita Damanik. Bahkan, ada pula Sujanarko dan Giri Suprapdiono yang menempati posisi direktur. Para pegawai yang tak lolos ini kemudian dibebas tugaskan sejak awal Mei 2021. Belakangan, terdapat pertemuan antara pimpinan KPK dengan petinggi kementerian dan lembaga. Dalam pertemuan itu memutuskan 51 dari 75 pegawai yang tidak lulus itu tidak bisa lagi bergabung ke KPK. Sedangkan 24 di antaranya akan mengikuti pembinaan untuk menjadi ASN. Baca juga: Terkait Pegawai KPK Tak Lulus TWK, Pakar: Jokowi Lari dari Tanggung Jawab! Sejumlah langkah dilakukan para pegawai yang tidak lulus ini untuk mencari keadilan. Sejumlah pihak juga menyorot pelaksanaan TWK untuk alih status pegawai KPK itu. Komnas HAM bahkan menyebut terdapat pelecehan dalam tes yang dilakukan tersebut. Tak hanya pelecehan pada perempuan saja, dalam tes juga membawa-bawa diskriminasi agama tertentu. Salah satunya adanya pertanyaan pilih Pancasila atau Alquran. MUI pun menyoalkan TWK itu. Sejumlah pihak pun mendesak agar Presiden Jokowi segera bersikap untuk membatalkan pemberhentian para pegawai KPK itu. Namun, sayangnya jelang akhir September sebagai waktu pemberhentian para eks pegawai KPK itu, sang Kepala Negara tetap tidak membatalkan. Sikap Jokowi itu kemudian disebut para pakar sebagai lari dari tanggung jawab. Namun, Jokowi menjawabnya dengan mengatakan “jangan apa-apa dibawa ke Presiden,” ujarnya dalam forum bersama Pemimpin Redaksi Media di Istana Kepresidenan. Dan akhirnya tepat 30 September 2021, para pegawai KPK yang tak lulus TWK tersebut diberhentikan. Mereka sempat ditawari untuk bergabung sebagai ASN di BUMN, namun Novel Baswedan menganggap itu sebagai penghinaan. Akhirnya, beberapa di antara mereka memilih bergabung sebagai ASN Polri. Sebanyak 44 eks pegawai KPK resmi bergabung ke Polri sebagai ASN. Satu di antaranya ada Novel Baswedan.   [caption id="attachment_231096" align="alignleft" width="1280"] Harun Masiku (Dok/RRI.co.id)[/caption] Empat Buronan KPK Masih Berkeliaran KPK masih memiliki PR yang belum dituntaskan di 2021 ini. Di mana, ada empat buronan KPK yang masih berkeliaran. Empat buronan tersebut, adalah Harun Masiku (kasus suap eks-komisioner KPU), pemilik PT Perusa Sejati, Kirana Kotama (2017); Pemilik PT Darmex Group atau PT Duta Palma, Surya Darmadi (2019); dan Izil Azhar alias Ayah Merin (2018). Yang paling mendapat sorotan adalah Harun Masiku. Politisi PDIP ini sudah lebih dari 700 hari belum ditangkap. Bahkan, KPK sudah bekerjasama dengan Interpol dan mengeluarkan Red Notice guna mencari keberadaan Harun Masiku ini. Ibarat belut nan licin, Eks Pegawai KPK Harun Al Rasyid mengaku mengendus keberadaan Harun Masiku ini. Namun, karena ia sudah dinonaktifkan di KPK, ia tidak bisa melakukan apa-apa. Pernyataan itu pun kemudian ditanggapi plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dengan mengatakan, untuk melaporkan temuannya itu dan tidak perlu membuat gaduh. Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah pernah mempertanyakan keseriusan lembaga antirasuah itu dalam memburu Harun Masiku. Baca juga: Keseriusan KPK Buru Harun Masiku Dipertanyakan, Febri Diansyah: Dagelan Ini lantaran KPK baru meminta Interpol menerbitkan red notice atas Harun Masiku, anggota DPR dari PDIP yang jadi tersangka kasus suap pergantian antarwaktu setelah empat tahun buron. Ia pun menyebut langkah itu sebagai dagelan. “Ini yang disebut serius mencari buron? Bagaimana kisah KPK baru dengan Harun Masiku ini?” tanya Febri dalam cuitan di akun Twitter @febridiansyah, Kamis (3/6/2021).   Penulis: Zulkifli Fahmi Editor: Zulkifli Fahmi

Baca Juga

Komentar