Jumat, 29 Maret 2024

Memaknai Hari HAM dan Pemakaman Umum

Murianews
Sabtu, 11 Desember 2021 09:34:07
Ilustrasi HAM. (PIXABAY)
[caption id="attachment_201688" align="alignleft" width="150"] Moh Rosyid *)[/caption] DAMPAK Perang Dunia II (1939-1945) memunculkan inisiatif kolektif agar tidak terulang lagi. Majelis Umum PBB menyepakati Deklarasi Universal HAM Tahun 1947. Pada 10 Desember 1950 Majelis Umum PBB menerbitkan resolusi 423 bahwa tiap 10 Desember sebagai Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Dunia. Embrio Hari HAM sejak tahun 539 SM dikenal Cyrus Cylinder tatkala pasukan Raja Cyrus dari Persia Kuno menaklukkan wilayah Babilonia. Pemerintah RI mengesahkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, yakni hak yang melekat pada tiap diri atas anugerah Tuhan wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan tiap warga. Terlaksananya upaya ini bila tak terdiskriminasikan (dibatasi, dilecehkan, dikucilkan) karena beda agama, suku, ras, etnik, kelompok, status sosial-ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik. Peraturan Menteri (Permen) Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 43 dan 41 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan kepada warga Penghayat Kepercayaan bahwa mereka berhak dilindungi dirinya, keluarganya, kehormatan dan martabatnya, hartanya dan kebebasannya meyakini kepercayaan. Pemda wajib melayaninya dalam hal administrasi organisasi penghayat, pemakamannya, sasana/sanggar ibadahnya. Maka, tidak arif bila makam milik publik diklaim hanya untuk pemakaman agama tertentu (kecuali makam wakaf atau keluarga). Kesadaran perlu ditumbuhkan dengan cara makam searea dipilah menjadi dua blok sebagai jalan bijak. Umat agama mayoritas harus menjadi contoh menaati perundangan sehingga tidak terjadi lagi penolakan warga penghayat atau pemeluk agama minoritas di makam umum. Mencontoh Kades Bijaksana Kedua desa ini awalnya menolak dimakamkannya non-muslim dengan dalih yang tidak sesuai aturan hanya karena ‘bersuara’ lantang. Hanya saja, keberanian dan ketegasan sang kedua Kades menjadi contoh toleran sejati yakni Kepala Desa Mayong Lor, Kecamatan Mayong, Jepara dan Desa Cebolek Kidul, Kecamatan Margoyoso, Pati, Jateng. Kades Mayong Lor memfasilitasi makam umum, utamanya non-muslim dan penghayat kepercayaan, sedangkan Kades Cebolek Kidul memfasilitasi makam umum, utamanya umat agama Baha’i. Kedua kades menerbitkan peraturan desa (perdes) agar legal formalnya terpenuhi. Pertimbangan kedua Kades karena makam yang telah ada digunakan warga mayoritas (muslim) agar tidak terbaur dengan non-muslim. Kearifan Pemimpin desa perlu diikuti kearifannya sebagai pengayom keragaman Nusantara. Kita berbeda akidah, etnis, suku, bahasa, agama, keyakinan karena kehendak Tuhan. Muslim harus berpegang pesan al-Quran surat al-Maidah ayat 48 “Bila Tuhan berkehendak niscaya kita dijadikan-Nya satu umat beragama saja, tetapi Tuhan inginnya kita beragam”. Maka arifnya leluhur bangsa Indonesia mengesahkan Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. UUD 45 diamandemen (diperbaiki) empat kali, pasal 29 tidak setitik pun ada perubahan redaksi atau pun substansi. Semoga perayaan Hari HAM tahun 2021 kita benar-benar anak bangsa yang menyadari bahwa keragaman adalah sunnatullah (kehendak Tuhan) kita rayakan dengan lapang dada atas keragaman/perbedaan. Nuwun.   *) Pegiat Komunitas Lintas Agama dan Kepercayaan Pantura Timur, dosen IAIN Kudus

Baca Juga

Komentar