Jumat, 29 Maret 2024

Modus Bisnis PCR Terbongkar, Siapa Terlibat?

Murianews
Sabtu, 13 November 2021 15:24:16
Ilustrasi: Warga melihat tarif rapid test antigen dan tes PCR di RSUD RA Kartini Jepara yang belum mengalami penurunan. (MURIANEWS/Faqih Mansur Hidayat)
[caption id="attachment_234829" align="alignleft" width="1280"]Ilustrasi Bisnis PCR Ilustrasi: Warga melihat tarif rapid test antigen dan tes PCR di RSUD RA Kartini Jepara yang belum mengalami penurunan, Agustus 2021 lalu. (MURIANEWS/Faqih Mansur Hidayat)[/caption] MURIANEWS, Jakarta – Modus mengeruk untung dari bisnis PCR terbongkar. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membongkar sisi gelap tes PCR selama pandemi Covid-19. Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Ranamanggala mengatakan ada beberapa pihak yang memanfaatkan tes PCR sebagai ladang bisnis. Modusnya, menggabungkan layanan jasa dengan tes PCR atau praktik bundling tes PCR. “Kami melihat ini ada indikasi memaksimumkan keuntungan ketika tadi ada bundling PCR,” ujar Mulyawan dikutip dari Detikcom, Sabtu (13/11/2021). Baca juga: Luhut Diduga Terlibat di Bisnis PCR Dia mencontohkan pada jasa konsultasi pemeriksaan dokter yang harus dilengkapi dengan tes PCR. Nah, ongkos tarif PCR ini, lanjut Mulyawan, biasanya didongkrak, bahkan dua kali lipat dari harga pasarannya. “Ketika ada tes PCR yang di-bundling dengan jasa konsultasi dengan dokter misalnya. Dia (tarif PCR) akan melambung harganya jadi dua kali lipat,” tuturnya. Mulyawan mengatakan praktik semacam itu menjadi bentuk perasingan usaha yang tak lagi sehat. Sebab, tes PCR mestinya digunakan untuk pemeriksaan Covid-19. Namun, di sini, lanjutnya, malah dijadikan ladang mencari keuntungan. Baca juga: Gegara Bisnis PCR, Luhut dan Erick Thohir Dilaporkan ke KPK “Bundling begini memunculkan potensi persaingan usaha tidak sehat, kan esensi PCR untuk membuktikan apakah orang itu terkena virus Corona atau tidak. Bukan untuk menjadi bagian dari bisnis,” kata Mulyawan. KPPU sudah menyurati pemerintah untuk ikut memperhatikan hal ini. Pengawasan yang lebih ketat diminta untuk dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi praktik semacam ini. “Dengan demikian kami melihat sebaiknya dan kami juga memberikan rekomendasi juga bahwa pemerintah perlu awasi tes PCR yang di-bundling. Ini supaya tujuan tes PCR tidak lebih ke tujuan utamanya untuk identifikasi dan deteksi virus,” kata Mulyawan. “Kami sudah kasih surat pertimbangan soal hal ini ke pemerintah,” lanjutnya. Mulyawan juga mengatakan KPPU baru saja mengendus ada kelompok tertentu yang terbentuk pada pelaku usaha laboratorium PCR. Kelompok ini berpotensi melakukan upaya-upaya persaingan tidak sehat di bisnis PCR. Dia tidak merinci siapa saja pihak yang masuk ke dalam kelompok ini. Mulyawan hanya mengatakan pihaknya masih mendalami seberapa besar kekuatan kelompok ini dalam bisnis PCR di tanah air. Termasuk apa saja pengaruhnya ke bisnis PCR, misalnya saja pengaturan harga dan lain yang sebagainya. “Kami indikasikan bahwa ada beberapa kelompok usaha dalam pelaku usaha laboratorium. Kami sedang dalami bagaimana kekuatan kelompok usaha ini dalam pangsa pasarnya di bisnis tes PCR yang dilakukan selama ini,” ungkap Mulyawan. Mulyawan sempat dikonfirmasi mengenai beberapa nama-nama besar pelaku bisnis PCR yang beredar, apakah masuk ke dalam kelompok usaha yang dia maksud. Beberapa pelaku besar yang disebutkan seperti GSI, Bumame, hingga Intibios. Namun, Mulyawan tetap tak mau bicara banyak, dia sempat mengatakan dari nama-nama tersebut kemungkinan ada yang masuk. Tapi, dia menegaskan hal itu belum pasti, dia hanya mengatakan pihaknya masih melakukan pendalaman dari informasi yang beredar. “Mengenai data kelompok pelaku usaha besar yang banyak beredar, mungkin saya bisa jawab sebagian mungkin benar. Tapi kami masih akan verifikasi dari informasi beredar, kami masih pendalaman,” ungkap Mulyawan.   Penulis: Zulkifli Fahmi Editor: Zulkifli Fahmi Sumber: Detikcom

Baca Juga

Komentar