Portal berita lokal yang menyajikan informasi dari Kudus, Jepara, Pati, Rembang, Blora, dan Grobogan secara cepat, tepat, dan akurat.

Nasib Ekspor Mebel Jepara Terganjal Melejitnya Biaya Kapal

Salah satu pemahat di Desa Mulyoharjo Jepara sedang membuat kerajinan mebel. (MURIANEWS/Faqih Mansur Hidayat)

MURIANEWS, Jepara – Ekspor barang-barang mebel dari Kota Ukir Jepara mengalami banyak kendala. Padahal, pesanan dari luar negeri sudah cukup meningkat, namun terganjal mahalnya biaya perkapalan.

Petinggi Desa Mulyoharjo, Kecamatan Jepara, M Jupriyono, yang juga pengusaha mebel mengatakan, sejak Pandemi Covid-19 tahun lalu, pesanan dari dalam dan luar negeri sangat minim.

Akibatnya, dua ratus lebih pengusaha mebel di sentra industri patung itu terpaksa mengurangi produksi besar-besaran.

Dalam tiga bulan terakhir, Jupri menyebut bahwa sudah ada beberapa order dari dalam dan luar negeri. Namun, masalah baru justru harus ia hadapi. Yaitu biaya pengiriman pada kapal yang naik berlipat ganda.

“Biaya pengiriman naiknya sampai 300 sampai 500 persen. Misalnnya kirim satu kontainer ke Malaysia dulu biayanya Rp 50 juta, misalnya, sekarang menjadi Rp 250 juta sampai Rp 300 juta,” kata Jupri, Sabtu (6/11/2021).

Akhirnya, lanjut Jupri, barang-barang mebel miliknya yang seharusnya dikirim ke Malaysia sampai sekarang harus disimpan. Sebab, pihak pengorder belum sanggup membiayai pengiriman tersebut.

Terpisah, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jepara, Andang Wahyu Trianto, juga membenarkan bahwa masalah utama yang dihadapi para pengusaha mebel Jepara adalah mahalnya biaya perkapalan.

“Saat ini kita menghadapi kendala di tingkat global. Ini masalah transportasi. Biaya transportasi antar negara yang sangat tinggi, ini akhirnya kami rem dulu. Potensi (ekspor, red) tinggi,” kata Andang.

Baca: Kadin Usul UMK Jepara 2022 Hanya Naik Segini

Andang menyebut, saat ini yang paling banyak memesan mebel Jepara adalah Amerika Serikat dan negara-negara di Uni Eropa. Namun, karena mahalnya biaya perkapalan, saat ini jumlah produksi yang terpending pengirimannya mencapai 30 persen.

“Saya pribadi, di pabrik saya, sekarang 30 kontainer lebih terpending. Bisa dikalikan kalau Rp 300 sampai Rp 500 juta (nilai barang per kontainer, red) sudah berapa yang terpending. Ya, seperti itulah kenyataannya sekarang,” imbuh Andang.

Kapan biaya perkapalan akan kembali stabil? Andang mengatakan bahwa ia berharap agar setelah adanya pertemuan Presiden Joko Widodo di forum G-20 akan kembali normal.

Andang berharap agar presiden bisa melobi negara-negara yang terpolarisasi dalam perdagangan global, supaya mereka bisa saling bicara dan menemukan titik tengah yang terbaik.

 

Reporter: Faqih Mansur Hidayat
Editor: Ali Muntoha

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.