Jumat, 29 Maret 2024

La Nina Diprediksi Hantam Indonesia, BMKG: Jangan Disepelekan!

Zulkifli Fahmi
Sabtu, 30 Oktober 2021 16:33:16
Petugas BPBD tengah mengevakuasi pohon tumbang di Kudus. (MURIANEWS/Yuda Auliya Rahman)
[caption id="attachment_202301" align="alignleft" width="1280"]Ilustrasi La Nina Petugas BPBD tengah mengevakuasi pohon tumbang di Kudus. (MURIANEWS/Yuda Auliya Rahman)[/caption] MURIANEWS, Jakarta – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi adanya La Nina di Indonesia. Peristiwa itu memicu bencana hidrometeorologi sejumlah daerah. Dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) menghadapi La Nina dan potensi bencana hidrometeorologi, Jum'at (29/10/2021) Kepala BMKG Dwikorita Karnawati meminta agar pemerintah daerah (Pemda) tidak menyepelekan potensi bencana akibat dampak La Nina. Adapun ancaman La Nina itu berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi berupa banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, puting beliung, dan sebagainya. Dwikorita minta Pemda serius menanggapi peringatan dini yang dikeluarkan BMKG. Baca juga: La Nina Numpang Lewat, BMKG dan BNPB Beri Warning Peringatan dini itu, lanjut Dwikorita, guna meminimalisir dampak dan kerugian yang lebih besar. Untuk itu, Pemda harus menyiapkan rencana aksi hadapi La Nina. “Mohon kepada daerah untuk tidak menyepelekan peringatan dini La Nina ini. Jangan sampai melupakan upaya mitigasi dan fokus pada penanggulangan pasca kejadian. Mitigasi yang komprehensif akan bisa menekan jumlah kerugian dan korban jiwa akibat bencana hidrometeorologi,” ungkap Dwikorita dikutip dari laman resmi BMKG, Sabtu (30/10/2021). Sebelumnya, BMKG sudah memberikan peringatan dini untuk waspada datangnya La Nina menjelang akhir tahun ini. Berdasarkan monitoring terhadap perkembangan terbaru dari data suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur, menunjukkan saat ini nilai anomali telah melewati ambang batas La Nina, yaitu sebesar -0.61 pada Dasarian Oktober 2021. Kondisi ini berpotensi untuk terus berkembang menjadi La Nina yang diprakirakan akan berlangsung dengan intensitas lemah - sedang, setidaknya hingga Februari 2022. Dwikorita menyebut, statistik kebencanaan saat ini didominasi peristiwa-peristiwa bencana yang terkait dengan cuaca atau iklim. Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan dalam kurun waktu tahun 2019 hingga 2020, kejadian bencana angin ribut/puting beliung, banjir, longsor dan kekeringan mencapai 79% dan 83% dari total bencana yang tercatat. Hal tersebut menegaskan bahwa kesiapsiagaan mutlak diperlukan atas jenis bencana ini karena frekuensi kejadiannya yang sangat dominan. Tentu saja, sebagian dari bencana alam tersebut tidak bisa kita cegah, namun resiko kerugiannya dapat kita kurangi melalui upaya yang massif, koordinasi yang efektif dan sinergi yang baik antar kementerian/lembaga. “Peringatan dini yang dikeluarkan bukan untuk menakut-nakuti, melainkan jeda waktu yang bisa dimanfaatkan utnuk mempersiapkan segala sesuatunya, mengingat fenomena cuaca dan iklim bisa diprakirakan,” ujarnya. Lebih lanjut, Dwikorita mengatakan, meskipun La Nina tahun ini tidak sama persis dengan kejadian tahun 2021 lalu, karena lebih lambat kemunculannya, namun anomali curah hujan yang tercatat dapat menjadi referensi dalam melakukan upaya-upaya untuk mengurangi resiko yang mungkin terjadi. “Rakornas ini dimaksudkan untuk mewujudkan efektifitas kecepatan dan ketepatan dalam mitigasi serta pencegahan korban jiwa dan kerugian, akibat dari bahaya hidrometeorologi melalui penguatan sinergi dan koordinasi dengan berbagai pihak,” lanjutnya.   Reporter: Zulkifli Fahmi Editor: Zulkifli Fahmi

Baca Juga

Komentar