Jumat, 29 Maret 2024

Meningkatkan Literasi Keuangan Syariah

Murianews
Minggu, 10 Oktober 2021 07:00:56
Nasabah tengah melakukan transaksi di Bank BNI Syariah Kudus. (MURIANEWS/Anggara Jiwandhana)
[caption id="attachment_240601" align="alignleft" width="150"] Hermansyah Kahir *)[/caption] SUDAH jamak diketahui bahwa sejak berdirinya hingga saat ini, industri keuangan syariah terus mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Bukan saja karena aktivitasnya yang lekat dengan sektor riil, tetapi karena ketahanannya dalam menghadapi pelbagai krisis keuangan. Uniknya lagi, industri keuangan syariah juga tumbuh dan berkembang di negara-negara nonmuslim. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, per Januari 2021 total aset keuangan syariah Indonesia mencapai Rp1.823,13 triliun. Jumlah tersebut tumbuh 24,54% secara year on year (yoy). Pertumbuhan tersebut melampaui pertumbuhan aset keuangan syariah secara tahunan dalam tiga tahun terakhir. Total aset keuangan syariah tumbuh 14,15% pada 2018, kemudian 13,84% pada 2019, dan 22,79% pada 2020 (Bisnis.com, 20/4/2021). Di tingkat global, ekonomi dan keuangan syariah Indonesia terus berkibar. Islamic Finance Development Indicators (IFDI) 2020, misalnya, menempatkan Indonesia pada posisi kedua. Sementara dalam laporan Global Islamic Economy Indicator (GIEI) 2020/2021 yang diterbitkan Dinar Standard Indonesia meraih peringkat keempat. Pelbagai pencapaian ini patut disyukuri dan dijadikan sebagai pendorong untuk terus berbenah agar masa depan keuangan syariah Indonesia semakin gemilang, apalagi kita masih memiliki tentangan yang menjadi pekerjaan rumah bersama. Peran Pesantren Dalam perjalanannya, keuangan syariah bukan tanpa hambatan. Pemahaman masyarakat yang masih minim merupakan persoalan mendasar yang penyelesaiannya perlu terus diupayakan. Sebab, masih ada anggapan di kalangan masyarakat bahwa praktik keuangan syariah sama dengan konvensional, hanya nama atau istilah saja yang berbeda. Rendahnya pemahaman masyarakat tentang ekonomi dan keuangan syariah ini diperkuat dengan Survei Nasional Keuangan Indonesia tahun 2019 yang menunjukkan tingkat literasi keuangan syariah hanya 8,93 persen. Karena itu, gerakan literasi keuangan syariah bagi masyarakat perlu diperkuat dan dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan semua elemen masyarakat terutama pihak pemerintah, pelaku industri keuangan syariah, dan lembaga pendidikan. Tanpa sinergitas, apapun upaya kita untuk meningkatkan literasi keuangan syariah akan sulit dicapai. Arsyad dan Wahyu (2017) mendefinisikan literasi keuangan syariah sebagai kecakapan atau kesanggupan seseorang dalam hal pemahaman dan penerapan keuangan yang dibutuhkan dalam kehidupan sesuai dengan nilai-nilai agama Islam, sehingga mampu mengelola keuangan yang lebih baik dan mensejahterakan kehidupan lahir dan batin. Banyak kalangan menilai bahwa Indonesia akan menjadi kiblat keuangan syariah global. Tentu saja ini bukan isapan jempol semata mengingat Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Inilah potensi besar bangsa Indonesia yang mesti dikelola dengan baik. Karenanya, pemerintah memandang bahwa lembaga pendidikan pesantren memiliki peran dan potensi untuk mewujudkan Indonesia menjadi kiblat keuangan syariah dunia. Pondok pesantren perlu turun tangan dalam program literasi keuangan. Keterlibatan pesantren sangat penting mengingat pesantren merupakan institusi yang mendapatkan kepercayaan langsung dari masyarakat luas. Kesuksesan pondok pesantren dalam praktik dan edukasi keuangan syariah akan diikuti oleh masyarakat. Dalam konteks ini, peran pesantren tidak boleh dipandang sebelah mata dalam rangka mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Dengan segala karakteristik dan sumber daya yang dimilikinya, pondok pesantren dapat menjadi pelopor dalam memajukan perekonomian bangsa. Pondok pesantren merupakan basis pendidikan Islam di Indonesia dengan jumlah yang sangat banyak. Potensi besar pondok pesantren ini merupakan peluang untuk meningkatkan literasi keuangan syariah. Berdasarkan data Kementerian Agama, jumlah pondok pesantren hingga tahun 2020 sebanyak 28.194 pesantren dengan jumlah santri sekitar 5 juta. Penguatan literasi keuangan syariah dapat dilakukan melalui pembelajaran fikih muamalah atau buku khusus terkait ekonomi dan keuangan syariah. Pemahaman teori ini sangat penting bagi para santri agar nantinya mereka menjadi pejuang-pejuang ekonomi syariah di tengah-tengah masyarakat. Tentu, teori ini perlu didukung praktik langsung di lapangan. Saat ini sudah banyak pondok pesantren yang memiliki minimarket, rumah makan, koperasi syariah (BMT), dan usaha-usahan lain yang berbasiskan syariah. Para santri yang sudah memiliki pengetahuan yang cukup diberikan kesempatan untuk magang atau praktik di unit-unit usaha milik pesantren sesuai minat masing-masing. Dalam hal ini, pihak pesantren dapat menggandeng pelaku usaha dan praktisi yang memang memiliki kompetensi di bidang ekonomi syariah. Hal lain yang dapat dilakukan pihak pesantren adalah dengan melakukan pemberdayaan langsung kepada masyarakat dan edukasi tentang ekonomi syariah melalui pengajian rutin yang melibatkan masyarakat sekitar. Jika program ini dapat dilakukan secara istiqamah, saya yakin literasi keuangan syariah masyarakat kita akan meningkat sehingga pada akhirnya akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat itu sendiri. (*)   *) Penulis Buku Membangun Ekonomi Berkeadilan

Baca Juga

Komentar