Kamis, 28 Maret 2024

Pakar Sarankan PPKM Terus Diperpanjang

Murianews
Senin, 4 Oktober 2021 14:44:38
Salah seorang pengunjung tengah melakukan scan PeduliLindungi di KEM Kudus. (MURIANEWS/Anggara Jiwandhana)
[caption id="attachment_240449" align="alignleft" width="1280"] Salah seorang pengunjung tengah melakukan scan PeduliLindungi di KEM Kudus. (MURIANEWS/Anggara Jiwandhana)[/caption] MURIANEWS, Jakarta – Pakar Epidemi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menyarankan agar pemerintah Indonesia terus melanjutkan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Itu dilakukan sampai status pandemi Covid-19 secara global dicabut. Dicky juga meminta agar pemerintah tidak terlalu banyak membuka mobilitas masyarakat. Itu dilakukan karena sebaran kasus Covid-19 di Indonesia masih sangat fluktuatif. Potensi gelombang ketiga pada akhir hingga awal tahun mendatang pun bisa terjadi. “Sejak awal saya katakan Indonesia bahkan semua negara perlu strategi pengawal selama pandemi, strategi yang bertingkat. Nah, di Indonesia ya diadopsi dalam PPKM bertingkat yang bahkan akan terus ada selama pandemi ini,” kata Dicky dikutip dari CNN Indonesia, Senin (4/10/2021). Baca juga: Setelah PSBB, PPKM, PPKM Mikro, PPKM Darurat, PPKM Level 4, Lalu Apa Lagi ya? Dicky mengatakan pemantauan dan transparasi data-data indikator penilaian daerahn selama PPKM harus terus dilakukan. Menurutnya, kebijakan-kebijakan yang mengundang peningkatan mobilitas warga harus benar-benar dipikirkan secara matang. Menurutnya, pemerintah harus menahan diri untuk relaksasi kebijakan mobilitas warga. Dia menyebut indikator penilaian di kebanyakan daerah masih belum ideal, dan hanya beberapa kota-kota besar seperti DKI Jakarta yang penanganan pandemi Covid-19 nya terukur dan cukup ideal. Dicky juga menyoroti pemerintah yang telah mengizinkan penyelenggaraan kegiatan berskala besar di tengah pandemi Covid-19 yang belum selesai. Menurutnya, pemerintah harus jeli dalam memberikan izin tersebut dan diawasi secara ketat apakah protokol kesehatan itu dipatuhi. Baca juga: Kapan PPKM Berakhir? Ini Jawaban Luhut “Jadi positivity rate kan dijadikan acuan penilaian pelonggaran. Namun di daerah-daerah itu memang positivity rate kecil karena testing mereka sedikit, jadi ini kan belum menggambarkan keadaan sepenuhnya di lapangan sehingga pelonggaran itu juga bisa bias ya, jadi harus dipikirkan matang,” kata dia. Dicky kemudian mencontohkan, ketika pemerintah melakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sejumlah daerah yang tingkat positivitynya diklaim rendah, namun buktinya masih muncul banyak kasus klaster sekolah selama PTM dilakukan. Kondisi itu menurut Dicky cukup menjadi bukti, bahwa klaim-klaim pemerintah dalam indikator penilaian daerah selama PPKM belum cukup ideal dan valid. Untuk itu, ia mengingatkan pemerintah untuk hati-hati dan melakukan pilot project terlebih dahulu sebelum memutuskan kebijakan pelonggaran terhadap mobilitas warga. "Bikin lah pilot project sebelum kebijakan dikeluarkan, seperti di luar ada acara konser maka dipantau seluruhnya, lalu output-nya dilihat apakah setelah dua minggu kasus naik atau seperti apa, jadi harus begitu dulu sebelum mengeluarkan kebijakan pelonggaran ya," ujar Dicky. Baca juga: Hari Ini Berakhir, PPKM Dilanjut Tidak Ya? PPKM Levelling baik di Jawa-Bali maupun luar kedua wilayah itu yang dimulai sejak 21 September berakhir hari ini, Senin (4/10). Kendati demikian, masih belum diketahui secara pasti apakah pemerintah bakal menghentikan PPKM secara total, atau hanya memperluas kebijakan dalam relaksasi mobilitas warga. Pemerintah sebelumnya mengaku bakal terus mengevaluasi pelaksanaan PPKM di Indonesia setiap dua pekan sekali. Dalam hal ini, pemerintah akan mengkategorikan sejumlah kabupaten/kota dalam level 1-4 berdasarkan indikator penilaian yang ditetapkan. Indikator yang dihitung di antaranya jumlah kasus covid-19, kematian, kesembuhan, testing dan tracing, keterisian tempat tidur rumah sakit, hingga capaian jumlah warga yang sudah menerima dosis vaksin covid-19 di wilayah masing-masing tersebut.   Penulis: Zulkifli Fahmi Editor: Zulkifli Fahmi Sumber: CNN Indonesia

Baca Juga

Komentar