Jumat, 29 Maret 2024

Ramai-Ramai Bela Santri Tutup Telinga, Tokoh: Itu Bukan Radikal!

Murianews
Rabu, 15 September 2021 10:57:13
Cuplikan video santri tutup telinga. (istimewa)
[caption id="attachment_239951" align="alignleft" width="1280"] Cuplikan video santri tutup telinga. (MURIANEWS/istimewa)[/caption] MURIANEWS, Jakarta – Beredar video santri yang menutup telinga karena mendengarkan alunan musik di area vaksinasi beredar di media sosial. Sejumlah tokoh pun meminta masyarakat tak asal memberi cap radikal pada para santri tersebut. Dalam rekaman video viral di media sosial, tampak sekelompok orang berada dalam sebuah tempat. Si perekam video menyebut para santri menutup telinga karena ada alunan musik di lokasi. Diduga lokasi tersebut merupakan tempat kegiatan vaksinasi massal untuk santri. Kendati demikian, tak jelas kapan dan di mana lokasi kejadian tersebut. Tak ada penjelasan juga tentang asal usul santri tersebut. Wakil Sekertaris Jendral Majelis Ulama Indonesia (MUI), M Ziyad angkat suara menanggapi video tersebut. Menurut Ziyad, yang juga pengajar para penghafal Alquran mengatakan, para santri penghafal Alquran memang harus menghindari hal-hal yang mengganggu untuk menjaga hafalannya. “Anak santri ini memang dijaga betul hafalan Alquran-nya termasuk jangan sampai mendengarkan hal-hal yang dapat mengganggu konsentrasi hafalan-nya. Itu salah satunya itu adalah musik. Suara-suara, nggak hanya musik saja gitu,” ujarnya dikutip dari Detikcom, Rabu (15/9/2021). Menurut Ziyad, penghafal Alquran memang perlu menjaga hafalannya. Karena itu, mereka berusaha untuk fokus sebisa mungkin pada ayat yang dihafal. “Mohon maaf kalau mau jauh, Imam Syafi'i, kalau pergi ke masjid, telinga disumpal dengan kapas. Apa tujuannya, dia tidak ingin dengar apapun selama perjalanan dari rumah ke masjid. Saking cerdas beliau, hanya mendengar itu beliau hafal di pikiran dia. Takut tercampur dengan hafalan hadis, fikih dll. Kita harus proporsional, jernih melihat itu,” ujar Ziyad. Ziyad juga menyinggung panitia vaksinasi. Menurutnya, jika benar santri itu sedang menghafal Alquran dan mengikuti vaksinasi, seharusnya musik itu dimatikan terlebih dahulu. “Maka justru seharusnya saya bertanya, apakah panitia pelaksana vaksinasi lihat siapa pesertanya. Harusnya menghormati, kalau peserta para santri, penghafal Alquran, maka musik harus dimatikan kalau kita hormati itu. Sebab ada ada santri yang terganggu hafalan-nya makanya santri kemudian menutup telinga,” imbuh Ziyad. Ziyad menyesalkan banyak masyarakat yang nyinyir terhadap para santri itu tanpa mengetahui duduk persoalan sebenarnya. Dia juga menyanyangkan orang-orang yang memberi label radikal pada para santri tersebut. Dia yakin, para santri itu hanya menjaga hafalannya. “Jangan lantas terburu-buru menilai mereka mengharamkan musik. Tidak. Meskipun di kalangan para ulama, terjadi perdebatan pandangan ada yang mengharamkan musik secara mutlak. Mengapa? karena musik dapat mengantarkan menuju kepada kemaksiatan. Tapi ada yang mengatakan ulama muslim boleh kalau menjadi wasilah untuk berdakwah. Jangan kemudian lantas mengaitkan, oh dia ISIS, oh dia Taliban. Orang yang menyatakan menyinyir, itu nyinyiran orang radikal. Tidak boleh melakukan itu. Kita dudukan secara jernih dalam masalah ini," katanya. “Benarkah pesantren mengharamkan musik. Saya ber-husnudzon (berprasangka baik) bukan karena itu. Tapi para santri ingin lebih menjaga hafalannya. Saya ber-husnudzon, itu bukan karena radikal dan semacamnya,” ucapnya. Ungkapan senada juga diungkapkan, putri Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Yenny Wahid. Dia meminta orang-orang tak seenaknya memberi stempel atau cap radikal kepada para santri yang menutup telinga saat mendengar musik. Menurut Yenny, aksi para santri itu bukanlah indikator yang menunjukan mereka terpapar radikalisme. “Jadi kalau anak-anak ini oleh gurunya diprioritaskan untuk fokus pada penghafalan Alquran dan diminta untuk tidak mendengar musik, itu bukanlah indikator bahwa mereka radikal,” kata Yenny dalam akun Instagram resmi miliknya @Yennywahid dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (15/9/2021). Menurutnya, narasi-narasi yang muncul dengan mudah itu justru makin memperuncing keterbelahan di tengah rakyat Indonesia yang plural. Oleh karena itu, Yenny mengajak masyarakat untuk saling belajar dan mengerti satu sama lain. “Yuk kita lebih proporsional dalam menilai orang lain. Janganlah kita dengan gampang memberi cap seseorang itu radikal, seseorang itu kafir dan lain-lain,” kata salah satu pendiri Wahid Foundation tersebut. Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad juga menyayangkan adanya komentar negatif terkait sikap santri tersebut. Dia menilai hal ini bisa juga karena para santri tengah konsentrasi terhadap hafalan, sehingga takut terbuyarkan dengan suara musik yang terdengar. “Santri itu mungkin sedang konsentrasi terhadap hafalannya jadi takut terbuyarkan oleh suara musik,” kata Dadang, dikutip dari Detikcom. Dadang juga menyebut, selera musik setiap orang berbeda. Untuk itu, perlu saling menghormati satu sama lain. “Kenapa usil harus ada komentar-komentar negatif, sah-sah saja orang menyukai musik atau tidak menyukai musik itu adalah urusan masing-masing. Di dunia ini tidak semua orang menyenangi musik, tidak semua orang menyukai hal-hal yang kesenian. Jadi kita harus menghormatilah kesenangannya, menghormati pada minat dan bakatnya,” kata Dadang. Dadang mengatakan terdapat beberapa kemungkinan sehingga membuat para santri tersebut menutup telinga. Salah satunya terkait musik yang diputar tidak sesuai dengan selera para santri. “Sebenarnya kan soal selera ya, kemungkinan musik itu tidak enak didengar. Saya juga seringlah menyenangi satu musik dan tidak menyenangi musik yang lain. Saya suka kalau bising itu tutup telinga, relatif kalau tidak selera kita tidak mau dengar. Mungkin itu tidak satu selera dengan para santri,” imbuhnya.   Penulis: Zulkifli Fahmi Editor: Zulkifli Fahmi Sumber: Detikcom, CNN Indonesia

Baca Juga

Komentar