Jumat, 29 Maret 2024

Memasukkan Anak ke TK, Anda Layak Bersyukur Sepanjang Masa

Murianews
Sabtu, 4 September 2021 09:29:03
Peserta didik PAUD melakukan lomba mewarnai di UMK. (Istimewa)
[caption id="attachment_238007" align="alignleft" width="150"] Iis Kristiawati *)[/caption] Taman yang paling indah Hanya taman kami Taman yang paling indah Hanya taman kami Tempat bermain Berteman banyak Itulah taman kami Taman kanak-kanak Lirik lagu yang sampai sekarang masih melantun indah. Dengan kalimat sederhana namun syarat makna. Gambaran betapa bahagianya mereka yang mengenyam pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK). Tentunya beragam alasan orang tua memasukkan anak-anaknya ke TK. Ada yang karena orang tua sibuk bekerja, orang tua yang ingin anaknya cakap sejak dini, bahkan orang tua yang hanya ikut-ikutan tren semata. Merasa keren jika pagi-pagi sudah berdandan rapi dan mengantar anaknya pergi ke Sekolah. Terlepas dari itu semua, memasukkan anak ke TK adalah pilihan yang hebat. Kenapa tidak? Jika selama ini kita menganggap aktivitas di TK hanya menggambar, bermain, tepuk, dan bernyanyi saja, nampaknya ada cara pandang kita yang perlu dibuka sedikit lagi. Seperti pada saat anak-anak diberikan lembar kerja oleh gurunya. Mungkin yang kita pikirkan hanya gambar biasa. Seekor gajah hitam-putih. Aktivitas yang sama seperti kemarin-kemarin. Anak bertugas untuk memberi warna pada gambar tersebut. Namun, di balik kegiatan mewarnai ini apakah ada hal yang spesial, sehingga dilakukan secara berulang, bahkan rutin? Konsep Pemecahan Masalah Dari kegiatan mewarnai, memilih warna kesukaan nampaknya sepele bagi orang dewasa. Tapi bagi anak-anak hal ini adalah kebebasan mutlak. Mereka diberikan kepercayaan sepenuhnya oleh guru. Menuangkan imajinasi melalui goresan warna yang mereka ciptakan sendiri. Berusaha mewarnai dengan rapi, tidak sampai keluar garis, bereksplorasi dengan aneka warna. Ini merupakan awal pengenalan konsep pemecahan masalah. Mereka dibiarkan mengambil peran untuk bertindak secara mandiri, tanpa bergantung pada bantuan guru. Kognitifnya terasah untuk memecahkan masalah-masalah dengan cara berpikir yang sederhana sesuai tingkatan usia mereka. Anak-anak yang terbiasa memecahkan masalahnya sendiri sejak dini, kelak saat dewasa merekapun menjadi sosok yang tidak penakut, kompeten, dan bertanggungjawab atas segala pilihan hidup yang mereka buat. Kemudian dalam aktivitas bermain di TK, mungkin sekilas kita memandang itu hanya rutinitas penggugur kewajiban yang dilakukan oleh guru, asalkan anak-anak merasa senang. Padahal itu bukanlah sembarang permainan. Enam Aspek Perkembangan Anak Ada syarat tertentu yang harus dipenuhi guru agar permainan tersebut layak dimainkan. Hal yang paling wajib adalah permainan tersebut harus mengandung enam aspek perkembangan anak. Aspek Nilai Agama dan Moral, aspek Fisik Motorik, aspek Kognitif, aspek Bahasa, aspek Sosial-Emosional, dan aspek Seni. Keenam aspek tersebut adalah ruh bagi permainan. Di mana dampak permainan selalu mengarah ke masa depan. Sebagai contoh adalah permainan wayang aneka ekspresi, atau lebih popular dikenal sebagai feeling face. Di dalam permainan ini anak diajarkan membuat pola wajah, menggambar ekspresi (marah, sedih, bahagia, menangis, kecewa), lalu menggunting pola tersebut dengan tepat. Kemudian anak-anak memainkan wayang tersebut dengan teman-temannya. Mereka diajari rasa syukur, memiliki tangan yang mereka gunakan untuk bermain, menggerakkan wayang dengan riang, mengkomunikasikan perasaan apa yang sedang mereka rasakan, dan membuat wayang-wayang yang beragam. Saat dewasapun mereka terbiasa mensyukuri segala hal, bahwa semuanya merupakan nikmat dari Tuhan yang tidak sepantasnya disia-siakan. Gemar menolong sesama tanpa diminta, menjadi pribadi yang ringan tangan, dan senantiasa taat pada Tuhan. Sedangkan pada kegiatan tepuk dan bernyanyi, anak belajar untuk percaya diri. Berani menghkomunikasikan pendapatnya sejak dini. Tentunya yang penulis uraikan tadi baru beberapa gelintir saja aktivitas yang ada di Taman Kanak-Kanak. Hal yang paling utama adalah pembiasaan doa sehari-hari. Termasuk doa untuk kedua orang tua yang dipanjatkan setiap pagi, sebelum pembelajaran dimulai. Apakah ini hanya ritual mulut saja? Mungkin saat ini, anak-anak belum memahami arti sesungguhnya untaian kalimat doa yang mereka baca. Namun doa-doa yang mereka hafal akan terus mereka kumandangkan mengiringi aktivitas mereka sepanjang hari. Mungkin sepanjang tahun, atau bahkan sepanjang usia. Sehingga berapa banyak tabungan pahala yang akan orang tua terima, karena memiliki anak-anak yang salih? Mereka memang masih anak-anak, belum memiliki peran yang berarti di masyarakat. Karena itulah, Taman Kanak-Kanak didirikan dengan beragam permainan, namun konsep pendidikan dan pendidiknya bukan main-main. Berupaya menciptakan generasi yang cerdas dan berahlakul karimah. Sampai orang tua bangga memiliki mereka dan bersyukur sepanjang masa. (*)   *) Mahasiswa PIAUD IPMAFA Pati

Baca Juga

Komentar