Selasa, 19 Maret 2024

Haedar Nasir Ingatkan Kembali Pemikiran Sukarno

Zulkifli Fahmi
Senin, 30 Agustus 2021 16:54:55
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. (YouTube/TVMu)
[caption id="attachment_236870" align="alignleft" width="1280"] Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. (YouTube/TVMu)[/caption] MURIANEWS, Jakarta – Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengingatkan kembali bagaimana Presiden pertama RI Sukarno dalam membangun negeri. Di mana, Sukarto telah meletakan fondasi kebangsaan, yakni Pancasila. “Pemikiran Soekarno tentang Pancasila itu sangatlah moderat. Karenanya Pancasila maupun Negara Republik Indonesia jangan ditarik ‘ke kanan’ dan ‘ke kiri’, tetapi letakkanlah di posisi tengah agar tetap menjadi rujukan bersama kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada posisi moderat itulah Pancasila tidak boleh ditafsirkan dan diimplementasikan dengan pandangan-pandangan ‘radikal-ekstrem’ apapun, karena akan bertentangan dengan hakikat Pancasila itu sendiri,” katanya. Dalam pidato kebangsaan yang disiarkan melalui kanal YouTube TVmu, Haedar Nasir juga menyinggung penyelenggaraan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk alih status pegawai KPK dalam pidato kebangsaan yang bertajuk ‘#IndonesiaJalanTengah, #IndonesiaMilikSemua. “Tes Wawasan Kebangsaan, Survei Lingkungan Belajar, lomba pidato tentang hukum menghormat bendera, dan pemikiran-pemikiran pro-kontra lainnya mesti dihindari jika ingin meletakkan Pancasila bersama tiga pilar lainnya yaitu NKRI, UUD 1945, dan kebinnekaan sebagai ideologi jalan tengah yang moderat,” kata Haedar, Senin (30/8/2021). Seperti diketahui, alih status pegawa KPK menjadi ASN melalui TWK telah menuai polemik. Banyak pegawai KPK yang dinilai memiliki jasa besar dalam mengungkap kasus korupsi dan menangkap koruptor akhirnya dinonaktifkan karena tidak memenuhi syarat dalam tes itu. Dalam pidato itu, Haedar menyinggung juga lomba penulisan artikel yang diselenggarakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Di mana, lomba tersebut bertema hormat bendera menurut agama Islam. Meski BPIP telah meminta maaf dan mengganti tema lomba, gagasan itu menimbulkan kericuhan serta mencederai semangat persatuan bangsa. Selain itu, Haedar meminta rencana amendemen UUD 1945 yang kini tengah bergilir di MPR tak menguatkan kepentingan pragmatisme jangka pendek. Menurutnya, kondisi itu justru dapat menambah berat kehidupan bangsa. “Seyogyanya dipikirkan dengan hikmah kebijaksanaan yang berjiwa kenegarawanan autentik. Belajarlah dari empat amandemen di awal reformasi, yang mengandung sejumlah kebaikan, tetapi menyisakan masalah lain yang membuat Indonesia kehilangan sebagian jati dirinya yang asli,” kata Haedar. Ia tak ingin amendemen menyalahi semangat reformasi 1998. Di mana, dalam amandemen itu menguatkan kepentingan-kepentingan pragmantis jangka pendek yang dapat menambah berat kehidupan bangsa, dan menyalahi spirit reformasi 1998. “Serta lebih krusial lagi bertentangan dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945 yang dirancang-bangun dan ditetapkan para pendiri negeri 76 tahun yang silam. Di sinilah pentingnya ‘hikmah kebijaksanaan’ para elite negeri di dalam dan di luar pemerintahan dalam membawa bahtera Indonesia menuju pantai idaman,” ujarnya. Dia meminta kebijakan tersebut dihentikan agar tak menuai kontroversi dan pro-kontra di tengah masyarakat. “Ketika bertumbuh gagasan dan kehendak yang berkaitan dengan hajat hidup bangsa dan negara maka berdirilah dalam posisi tengahan dan jauhi jalan ekstrem. Tempuhlah musyawarah untuk mufakat, serta hindari sikap mau menang sendiri. Tumbuhkan jiwa dan alam pikiran ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial sebagaimana terkandung dalam falsafah Pancasila yang harus diwujudkan di bumi nyata dengan keteladanan. Pancasila yang berkarakter tengahan dan bukan Pancasila yang diradikal-ekstremkan,” katanya.   Penulis: Zulkifli Fahmi Editor: Zulkifli Fahmi

Baca Juga

Komentar