Jumat, 29 Maret 2024

LDII dan Eksklusivisme

Murianews
Sabtu, 24 Juli 2021 10:25:24
[caption id="attachment_203236" align="alignleft" width="150"] Moh Rosyid *)[/caption] ISLAM makin berkualitas dan makin banyak jumlah umatnya di Indonesia karena adanya peran ormasnya. Ragam ormas bergerak di tengah umat sesuai dengan spiritnya. Salah satu ormas yang membaktikan diri di antaranya di bidang dakwah bernama Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Awalnya, pada 1 Juli 1972 berdiri di Surabaya bernama Yayasan Lembaga Karyawan Islam  (Yakari), kemudian berubah nama menjadi Lembaga Karyawan Islam (Lemkari) pada Musyawarah Besar (Mubes) tahun 1981. Pada Mubes tahun 1990 baru berubah nama menjadi LDII hingga kini. Moto LDII berpijak pada Alquran surat Ali Imron: 3, Surat Yusuf: 108, surat an-Nahl: 125 yakni berdakwah. Sebagai pendakwah, konsekuensinya mendapat tantangan dari ragam penjuru di antaranya fitnah seperti bila ada orang non-LDII salat di Masjid LDII akan lantai akan langsung dipel. Awal munculnya fitnah ini, prediksi penulis, perawatan masjid LDII sejak dulu adalah kebersihannya, sehingga mengepel lantai masjid sebuah rutinitas, keharusan, terjadwal. Hanya saja, ada jamaah non-LDII salat di masjid LDII, setelah salat, bertepatan jadwal pengepelan lantai. Mengepel ini disangka atau terjadi prasangka, bahkan menjadi bola liar (fitnah) seakan-akan orang yang salat tersebut kotor. Padahal ngepel sebuah hal lazim di masjid ormas Islam apa pun. Fitnah dengan cepat direspon oleh orang yang tidak dewasa beragama, maka menimbulkan berita yang makin bias. Hikmah atas fitnah tersebut, warga LDII karena sasaran tembak oknum yang tidak dewasa tersebut tidak mengubah pola merawat masjid yakni tetap dipel sesuai jadwal agar bersih, siapa pun yang salat (LDII/non-LDII). Fitnah tersebut bagi yang dewasa beragama, tidak memercayai, tapi bagi yang tidak dewasa, kian dikompori agar antarormas Islam timbul konflik.   LDII Makin Terbuka Jumat 11 Juni 2021 untuk kali pertama imam salat Jumat di masjid LDII dan khotibnya oleh warga non-LDII. Sekretaris Komisi Penelitian dan Pengkajian MUI, Ali M Abdillah selaku khotib dan Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Jawa Timur, Ahmaf Subakir selaku imam salat Jumat di Masjid Pondok Pesantren Wali Barokah, Kantor Pusat LDII di Kediri, Jawa Timur. Fakta baru bahwa LDII tidak tertutup terhadap muslim lainnya. Hal ini bagian dari upaya peningkatan interkoneksi/jaringan agar kualitas organisasi makin terbuka, tidak berkutat pada intern jemaahnya. Eksisnya organisasi dapat dilihat dalam visi, misi, dan realisasi. Visi LDII adalah organisasi dakwah Islam yang profesional dan berwawasan luas, membangun potensi insan mewujudkan manusia Indonesia untuk beribadah pada Allah, hamba yang memakmurkan bumi dan membangun masyarakat madani yang kompetitif berbasis kejujuran, amanah, hemat, kerja keras rukun, kompak, dan bekerja sama. Misinya, berkontribusi nyata dalam pembangunan bangsa dan negara melalui dakwah, pengajian, pemahaman dan penerapan ajaran Islam secara menyeluruh, berkesinambungan dan terintegrasi sesuai peran, posisi, tangung jawab profesi sebagai komponen bangsa dalam wadah NKRI. Visi dan misi tersebut makin nampak dengan semangatnya mendalami Islam melalui mengaji yang membawa, membaca, mentaskhih kitab hadis bersama sang ustaz dengan terjadwal rutin serta melanggengkan tadarus Alquran. Kitab yang dikaji LDII antara lain Kitab Hadis Nasa'i. Kitab ini merupakan salah satu dalam Kutub as-Sittah, 6 kitab hadis sahih (Bukhori, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibnu Majah). Lantas apa yang dicurigai pada ajarannya kini?. Bila publik mengevaluasi, tradisi mengaji muatan keislaman atas dasar kitab hadis di tempat ibadah di perkampungan dengan mentaskhih bersama ustaz, kini menjadi hal langka, tapi warga LDII tetap kokoh melanggengkannya di tiap kelompok jemaahnya. Celana cingkrang merupakan kekhasan warga LDII, sebagaimana anjuran dalam hadis Nabi SAW dan tidak melanggar norma susila. Dengan demikian, bagi warga yang masih memercayai gosip dan cibiran pada warga LDII kini, perlu melihat fakta tersebut, tidak anut grubyuk mengompori fitnah. Semoga warga LDII sebagai ahlus sunnah wal jamaah tetap konsisten berdakwah makin eksklusif, tak menutup diri dan mengedepankan sikap bijak (bil hikmah) tak terprovokasi gosip demi kualitas keislaman warga dan bangsa ini. Begitu pula publik makin dewasa dalam memilah, mana gosip, mana fakta. Keterbukaan LDII merupakan langkah progresif menapaki era milenial yang tidak dapat menutup diri dari kerja sama dan membuka diri. Hanya saja, Selasa 10 Zulhijjah 1442 H/20 Juli 2021, jemaah LDII memberi daging kurban pada muslim non-LDII ditolak hanya karena tidak enjoy keberadaan jemaah ini di Desa Jepang, Kecamatan Mejobo, Kudus. Semoga keterbukaan dan empat warga LDII tapi direspon 'lain' ini makin menambah dewasa dan tetap kokoh berdakwah dan berderma. Nuwun. (*)   *) Penulis adalah dosen IAIN Kudus

Baca Juga

Komentar