Jumat, 29 Maret 2024

Pasar Modern dan Minimarket Menjamur di Kudus, Pedagang Kecil Semakin Terjepit

Vega Ma'arijil Ula
Selasa, 22 Juni 2021 13:19:44
Pedagang berjualan di Pasar Bitingan Kudus belum lama ini. (MURIANEWS/Vega Ma'arijil Ula)
[caption id="attachment_224248" align="alignleft" width="1280"] Pedagang berjualan di Pasar Bitingan Kudus belum lama ini. (MURIANEWS/Vega Ma'arijil Ula)[/caption] MURIANEWS, Kudus - Pasar modern dan minimarket di Kabupeten Kudus semakin merebak beberapa waktu terakhir. Hal ini membuat para pedagang kecil dan pedagang di pasar tradisional merasa waswas akan keberlangsungan usahanya. Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Kabupaten Kudus Sulistiyanto mengatakan, pedagang pasar tradisional semakin sulit memperoleh pendapatan. Hal ini lantaran semakin menjamurnya pasar modern dan swalayan di Kota Kretek. "Yang pasti iya menyulitkan pedagang pasar tradisional karena kalah bersaing," katanya kepada MURIANEWS, Selasa (22/6/2021). Lebih lanjut menurutnya ada regulasi yang harus ditaati oleh pasar modern dan swalayan. Sulistiyanto menuding, masih banyak regulasi yang dilanggar. Bentuk pelanggaran yang dimaksud olehnya yakni terkait jarak antara toko modern yang masih berdekatan dengan pasar tradisional. Produk yang dijual juga disebut dominan dari luar Kudus, waktu buka yang terkadang bersamaan dengan pasar tradisional, dan hal lainnya. "Kenyataannya regulasi yang seperti itu masih dilanggar oleh pengelola pasar modern. Bahkan ada juga ‘si merah’ dan ‘si biru’ yang dibangun berseberangan," terangnya. Menurutnya Pemkab Kudus harus mengambil kebijakan yang adil. Sehingga tidak hanya pedagang kecil yang terimbas. Menurut Sulistiyanto, izin perihal permasalahan ini harus diaudit dengan benar. Sulistiyanto membandingkan hal ini dengan kondisi yang ada di Kulon Progo, Yogyakarta. Menurut dia di Kulon Progo tidak ditemui toko waralaba yang ia istilahkan dengan ‘si merah’ dan ‘si biru tersebut’. "Saya studi banding ke Kulon Progo. Pemerintah Kulon Progo itu tidak memberi izin bagi ‘si merah’ dan ‘si biru’. Semua yang ada itu pasar tradisional. Kemudian produk di sana itu 80 persen produk lokal dan 20 persennya produk dari luar daerah Kulon Progo," ungkapnya. Sulistiyanto menambahkan, pihaknya dan rekan sesama pedagang tradisional hanya berdagang untuk menyambung hidup. "Kami itu pedagang kecil. Jualan hanya untuk menyambung hidup. Tidak nyari kaya, untung dari berjualan itu paling serratus dua ratus rupiah. Enggak sampai 500 rupiah," ujar dia. Jika situasi ini terus berkelanjutan, Sulistiyanto tidak menampik pasar tradisional akan semakin terjepit. Dagangan dari pedagang pasar menjadi tidak laku. Padahal, menurutnya kualitas sembako atau lainnya yang dijual di pasar tradisional tidak kalah saing dengan yang dijual di pasar modern maupun minimarket. Dia juga menyayangkan gaya hidup masyarakat yang saat ini lebih memilih berbelanja di pasar modern. Hal ini menjadi faktor lain sepinya pasar tradisional. Hal semacam ini pula yang harus disadari, agar masyarakat membeli produk di pasar tradisional. Dia berharap ada kebijakan pemerintah yang dapat mengubah aturan ini. Sehingga bisa lebih adil bagi pedagang pasar tradisional. "Misalnya ada kebijakan agar ASN berbelanja di pasar tradisional. Bentuknya imbauan dulu. Setelah itu baru diwajibkan. Supaya bisa membantu pendapatan pedagang kecil," harapnya.   Reporter: Vega Ma'arijil Ula Editor: Ali Muntoha

Baca Juga

Komentar