Jumat, 29 Maret 2024

Polresta Solo Berbangga, Satu Polwan Cantiknya Terpilih Jadi Pasukan PBB di Republik Afrika Tengah

Murianews
Sabtu, 29 Mei 2021 18:16:36
Bripka Eka Diah Paswari saat menjalankan tugas misi perdamaian pertama di Republik Afrika Tengah. (Istimewa/Dok Bripka Eka Diah)
[caption id="attachment_220355" align="alignleft" width="880"] Bripka Eka Diah Paswari saat menjalankan tugas misi perdamaian pertama di Republik Afrika Tengah. (Istimewa/Dok Bripka Eka Diah)[/caption] MURIANEWS, Solo — Polresta Solo saat ini patut berbangga. Hal ini setelah salah satu personelnya yang bertugas di Satuan Lalulintas (Satlantas) terpilih sebagai wakil Indonesia dalam misi Minusca, misi perdamaian oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Personel Satlantas itu bernama Bripka Eka Diah Paswari (32). Istri Aipda Agung Sudarmadi yang bertugas di Polsek Laweyan itu, sejak Sabtu (22/5/2021) lalu sudah bertugas di Republik Afrika Tengah. Mengutip Solopos.com, tugas ini merupakan tugas ke dua bagi Bripka Eka Diah Paswari. Pada 3 Maret 2019 hingga 3 September 2020 lalu, Eka sukses menjalankan misi pertamanya. “Sekarang sudah berangkat lagi, ini saya sudah di Republik Afrika Tengah. Negara ini bekas jajahan Perancis. Secara umum situasi kondisi di Afrika Tengah sering terjadi konflik bersenjata antara pemerintah dengan armed group,” katanya. “Kami bertugas sesuai dengan mandat dari PBB yaitu protection of civilian dan capacity building kepada para polisi maupun gendarmerie lokal,” tambahnya, Sabtu (29/5/2021) siang. Tugas Eka dalam misi perdamaian itu adalah mendampingi dan memberi pelatihan polisi lokal. Termasuk menjaga keamanan masyarakat dalam armed mission itu. Pada tahun lalu, Eka bertugas di sebagai staf logistik atau logistic officer. Ia bertugas mengurus berbagai kebutuhan dan teknologi informasi untuk UN Police (Polisi PBB). Saat ini ia masih menjalani karantina sebelum memperoleh pelatihan untuk tugas barunya. Meskipun pernah bertugas, pelatihan itu bersifat sangat wajib untuk memahami kondisi konflik di sana. “Awal kontrak pasti satu tahun dulu di sini. Kalau perpanjangan nanti izin Mabes Polri,” papar dia. Menurutnya, situasi di Repbulik Afrika Tengah sangat tidak bisa terprediksi. Beberapa kali ada serangan dari kelompok bersenjata meskipun saat ini cenderung reda. Ia menambahkan jam malam berlaku di lokasi konflik. Termasuk ada beberapa lokasi yang dilarang untuk staf PBB. “Adaptasi cuaca cenderung sama dengan Indonesia. Tidak terlalu dingin atau panas. Sehari-hari kami menggunakan bahasa Prancis sebagai bahasa utama dan bahasa Inggris,” papar Eka. Ia mengaku meskipun sudah memiliki bekal bahasa Prancis, terkadang bahasa menjadi kendala sendiri. Aksen bahasa Prancis warga Afrika sedikir berbeda. Menurutnya, singkong dan pisang menjadi makanan pokok di Republik Afrika Tengah. Beras cukup sulit ditemukan di sana. Sehingga, harus kreatif untuk mengolah masakan berbahan singkon dan pisang agar lebih ramah dimulut. [caption id="attachment_220356" align="alignleft" width="880"] Bripka Eka Diah Paswari saat menjalankan tugas misi perdamaian pertama di Republik Afrika Tengah. (Istimewa/Dok Bripka Eka Diah)[/caption] Ia menambahkan karier kepolisiannya dimulai setelah lulus dari Diktuba Polwan Angkatan XXXIV gelombang II pada 2006 lalu. Setelah lulus, ia bertugas di Satlantas Polresta Solo. Kemudian sempat berpindah tugas menjadi sekretaris pimpinan dan pam obvit sebelum akhirnya kembali menjadi anggota Satlantas Polresta Solo. Selama menjalani karier sebagai polisi, ia mengaku termotivasi dengan para seniornya yang bertugas di luar negeri dalam misi perdamaian. Ibu dari Bening Dharma Ratih, 9, dan Anggun Dharma Gita, 4, itu aktif mengikuti berbagai pelatihan bahasa asing. Pada 2014 ia memulai mengikuti kursus bahasa Prancis. Namun, setelah mengikuti kursus itu ia belum bertugas ke luar negeri. Ia pun terus mempelajari bahasa Prancis pada 2016 dan 2018 lalu sebelum akhirnya bertugas di negara bekas jajahan Prancis itu. “Dulu tidak ada pandangan, tetapi termotivasi melihat senior-senior Polwan dalam misi perdamaian,” papar dia. Ia mengaku cukup berat pertama kali bertugas ke luar negeri melihat anak-anaknya yang masih kecil yang harus ia tinggalkan. Bahkan, saat menjalan tugas pertamanya ke luar negeri, anak keduanya masih berusia 1,5 tahun. Namun, seiring berjalannya waktu anak-anaknya memahami tugas ibunya yang seorang anggota Polri dan penjaga perdamaian. Hal itu mendorong dua anak-anaknya mandiri. “Keluarga sangat mendukung, ada video call untuk berkomunikasi. Namun terkadang terkendala sinyal,” imbuh dia. Ia menambahkan pada misi saat ini, ada empat anggota Polri dalam Individual Police Officer (IPO). Tiga rekannya berasal dari Polres Banyuwangi, Polres Purbalingga, dan Polres Grobogan. Mereka tinggal di rumah penduduk asli Afrika Tengah. Hal itu agar bisa bisa dekat dengan masyarakat asli. Ia berharap para junior Polwan di Polresta Solo dapat mengikuti langkahnya bertugas dalam misi perdamaian. Ia juga merupakan penerus para senior Polresta Solo yang pernah bertugas di luar negeri.   Penulis: Supriyadi Editor: Supriyadi Sumber: Solopos.com

Baca Juga

Komentar