Jumat, 29 Maret 2024

Suluk Maleman Nilai Pandemi Jadi Cermin Sistem di Masyarakat

Cholis Anwar
Minggu, 17 Januari 2021 16:16:02
Suluk maleman diwarnai dengan tumpeng di awal tahun 2021. (MURIANEWS/Istimewa)
[caption id="attachment_204852" align="alignleft" width="853"] Suluk maleman diwarnai dengan tumpeng di awal tahun 2021. (MURIANEWS/Istimewa)[/caption] MURIANEWS, Pati - Suluk Maleman kembali digelar, Sabtu (16/1/2021) kemarin. Meski masih disajikan secara daring lantaran di masa pandemi, ngaji NgAllah itu kembali membawa topik bahasan yang menarik. Salah satu narasumber Suluk Maleman, Sabrang Mowo Damar Panuluh menyebut krisis atau pandemi seperti sekarang ini bisa memberi cermin dari sistem yang tengah berjalan di masyarakat. Ketika ada kesadaran bersama tentang ini, maka perbaikan ke arah yang lebih baik menjadi niscaya. “Tentu kesadaran itu harus tersebar secara signifikan di masyarakat luas. Kesadaran 10 orang tentu tak akan berdampak pada 270 juta orang, dan dengan demikian pandemi tak akan mendorong terjadinya perubahan signifikan. Jangan sampai ibarat mobil, bensin korona justru lebih banyak berdampak pada korosi yang buruk,” ujar putra Cak Nun tersebut. Namun dia juga mengakui bahwa sekarang ini kita sedang memasuki lautan informasi tapi tanpa pengetahuan. Informasi begitu luar biasa namun tanpa kebijaksanaan. Bahkan pria yang karib disapa Noe Letto itu menyebut ada satu masalah besar dari peradaban saat ini. “Bisa dikatakan manusia sekarang ini memiliki emosi primitif, organsisasi zaman pertengahan, tapi tekhnologinya setingkat Tuhan,” ujarnya. Oleh karena itulah dia bersepakat jika umat seharusnya kembali bersyahadat untuk memerdekakan diri dari semua itu. Sementara Anis Sholeh Ba’asyin menyebut banyak masyarakat yang seolah seperti ternak. Setiap hari bahkan pada jam tertentu, peternak selalu memberi makan dan minum ternaknya. Sehingga ternak pun nyaman dibuatnya. Namun, ternak tidak pernah tahu bahwa ada pemanfaatan tersendiri yang dilakukan oleh peternak. Kondisi seperti itulah yang saat ini tengah berlangsung. Sehingga, karena kelalaian atas duilnia itu, manusia kemudian tidak mampu untuk melihat kebenaran. Karena itu, untuk bangkit dari kelalaian tersebut, maka sudah sepatutnya manusia kembali mensyahadatkan diri. Syahadat mengajarkan banyak hal. Hal paling utama yakni kita bersaksi dengan sungguh-sungguh tidak ada Tuhan selain Allah. "Dengan keyakinan itu sudah seharusnya kita tidak berpegang pada selain-Nya. Tidak pada harta, kekuasaan, atau kepentingan dunia lainnya,” terang Anis. Senada, Dr Abdul Jalil menambahkan, dengan bersyahadat sudah seharusnya seseorang merdeka. Karena dalam syahadat jelas melepas seluruh ikatan selain kepada Allah. Namun seringkali orang saat ini lebih kepada membaca syahdat tapi tidak bersyahadat. “Syahadat selain diucapkan harus ada keyakinan dan kesaksian diri. Sehingga yang berbicara tak hanya bibir tapi juga hati,” katanya. Dia menambahkan, banyaknya sesepuh, orang alim yang satu persatu dipanggil Allah. Hilangnya orang alim seperti menjadi pertanda dari langit. Bahwa hari ini manusia begitu abai terhadap ilmu. "Tidak menempatkan ilmu sebagai pencahaya hidup. Sejarah seolah bercerita, karena abaikan ilmu maka ilmu itu diambil,” tutupnya.   Reporter: Cholis Anwar Editor: Supriyadi

Baca Juga

Komentar