Kamis, 28 Maret 2024

Menunggu Karya Nyata Menag Baru

Murianews
Jumat, 25 Desember 2020 13:41:15
Menag Yaqut Cholil Qoumas. (Istimewa)
[caption id="attachment_203236" align="alignleft" width="150"] Moh Rosyid *)[/caption] RABU 23 Desember 2020 pucuk pimpinan Kementerian Agama diserahkan di bawah kendali Yaqut Cholil Qoumas menggantikan Fachrul Razi. Pada acara pisah sambut, Pak Menteri yang juga Ketum PP GP Ansor (lembaga di bawah naungan Nahdlatul Ulama) memberi wejangan pada jajaran di kementeriannya. Wejangannya itu, yakni tidak menjadi pelaku diskriminasi, agama dijadikan inspirasi, bukan aspirasi, saling menghormati meski beda agama tapi menjadi saudara dalam kemanusiaan, kebijakan antidiskriminasi menjadi arus utamanya, agama menjadi instrumen resolusi konflik, agama menjadi pendamai, dan Kemenag menjadi kementerian semua agama. Instruksi tersebut terutama poin 6 menjadi kerinduan bagi bangsa Indonesia yang ditakdirkan Tuhan memiliki ragam agama. Negara seharusnya hadir untuk menjadi pelindung bagi semua agama yang diyakini warga bangsa, apa pun nama agamanya. Satu hal untuk dijadikan pemahaman bersama bahwa Penpres Nomor 1/PNPS/1965 pada penjelasan Pasal 1 semua agama boleh hidup di Nusantara asal ajaran agamanya tak bertentangan dengan undang-undang. Poin ini belum menjadi bacaan umum, sehingga beranggapan salah bahwa hanya enam agama yang boleh ada di Bumi Pertiwi.   Mewujudkan Ditjen Baru Semasa Menag Lukman Hakim, diwacanakan didirikan Direktorat Jenderal (Ditjen) baru yang menggawangi selain agama familier agar haknya terlayani. Tetapi wacana itu tenggelam sehingga kini perlu diwujudkan. Faktanya, selain enam agama (yang diakui pemerintah) telah ada di Tanah Air agama lain. Dan umatnya pun menaati ajaran agamanya dan aturan UU negara, misalnya, agama Baha'i. Pendewasaan warga terhadap keragaman teruji bila menerima perbedaan agama dan welcome pada selain enam agama untuk hidup bersama di bawah panji Bhinneka Tunggal Ika. Kemenag sudah saatnya menjadi pioner dewasa dalam melayani enam agama dan agama yang belum familier dengan membuat rambu-rambu yang tegas agar tidak tumbuh agama 'super' baru yang hanya sensasi sesaat. Hak beragama adalah hak kodrati yang ditumbuhkan di hati hambanya oleh kuasa Tuhan. Satu hal yang juga penting, sejak Presiden Gus Dur 'menyelamatkan' agama Konghucu dari 'terkaman' Orde Baru hingga kini belum memiliki direktorat jenderal, sebagaimana lima agama, perlu disegerakan terwujud. Selamat berkarya Pak Menteri, semoga etos nahdliyin dengan jargonnya tasamuh, tawasut, dan tawazun benar-benar diwujudkansecara nyata di kementerian agama-agama, bukan kementerian agama tertentu saja. Nuwun.   *)Penulis adalah dosen IAIN Kudus

Baca Juga

Komentar