Jumat, 29 Maret 2024

Memaknai Hari Santri

Murianews
Senin, 19 Oktober 2020 12:03:09
Para santri mengikuti upacara peringatan HSN 2018 di Lapangan Pancasila Semarang. (istimewa)
[caption id="attachment_181865" align="alignleft" width="150"] Moh Rosyid *)[/caption] KEPUTUSAN Presiden (Kepres) Jokowi Nomor 27 Tahun 2015 tentang Hari Santri (HSN) sebagai wujud kepedulian negara mengenang dan menghargai semangat nasionalisme sipil di kalangan muslim Nusantara yang termotivasi oleh Fatwa Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang digelorakan oleh Rais Akbar NU, K.H Hasyim Asy'ari dan ditetapkan tiap 22 Oktober. HSN tiap tahun ragam tema, tahun 2016 lalu "Dari Pesantren untuk Indonesia", 2017 "Wajah Pesantren Wajah Indonesia", 2018 "Bersama Santri Damailah Negeri ", 2019 "Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia", dan tahun 2020 "Santri Sehat Indonesia Kuat". Setelah Kepres Hasan, terbitlah UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, di antara pertimbangan diterbitkannya UU Pesantren, pertama, kebebasan beragama dan memilih pendidikan. Dengan pendidikan terwujud peningkatan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. Nilai luhur inilah yang perlu dievaluasi, sudahkah santri, alumni santri (mutakhorij), kiai/alim/ulama memerankan nilai tersebut dalam kehidupan pada aras lokal, nasional, dan global?. Kekhasannya dan kontribusi ponpes mewujudkan Islam rahmatan lil'alamin yakni pribadi yang mencintai, menghormati, dan memulyakan penghuni alam (manusia, hewan, tumbuhan) yang ditakdirkan Tuhan ragam agama, etnis, dan suku. Keragaman itu untuk dipahami dan diterima sebagai realitas, tidak dipaksa untuk sama dengan memaksakan kehendak. Dengan demikian, menghormati perbedaan merupakan ruh yang menjadi urat nadi santri dalam berperilaku hidup, tak merasa paling benar agamanya, idenya, dan sikapnya. Tepo seliro dengan perbedaan inilah yang harus selalu dijadikan semangat santri membangun negeri yang dari dulu hingga mendatang memiliki keragaman agama, suku, pola pikir memahami ajaran tiap agama untuk tetap diuri-uri.   Siapakah Santri? Dari asal katanya, santri terdiri dari kata ‘san’ dan ‘tri’, (1) kata san dari kata ihsan yakni diri yang telah melaksanakan dengan utuh pilar iman dan Islam dan berperilaku bijaksana dengan lingkungannya yang ragam dan menaati perintah dan larangan Tuhan (bertakwa) dan ulil amri (pemerintah), (2) kata ‘tri’ bermakna kesatuan tiga pilar yakni iman, Islam, dan ihsan. Jadi, santri dituntut mampu melaksanakan ketiganya dengan sempurna. Dalam momen ini, perlunya mengenang kembali jasa Riyanto, 25 tahun, lahir di Kediri 19 Oktober 1975, anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) NU yang gugur saat menjaga pengamanan malam Natal di Gereja Sidang Jemaat Pantekosta di Indonesia (GSJPDI) Eben Haezer, Mojokerto, Jatim 24 Desember 2000. Almarhum menjadi korban ledakan bom teroris dan dimakamkan di pemakaman umum Sabukalu, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, Jatim. Semoga almarhum mendapat tempat yang mulia di sisi Tuhan dan perjuangan bertoleransinya ditiru nahdliyin (warga NU) dan bangsa Indonesia. Selamat Hari Santri semoga menjadi pribadi yang menghormati perbedaan dengan karya nyata yakni tak mengganggu pihak lain yang berbeda akidah, berbeda cara pandang dalam berorganisasi yang seagama dan beda agama. Nuwun. (*)   *) Penulis adalah dosen IAIN Kudus

Baca Juga

Komentar