Portal berita lokal yang menyajikan informasi dari Kudus, Jepara, Pati, Rembang, Blora, dan Grobogan secara cepat, tepat, dan akurat.

Dokter RSUD Blora Ceritakan Pengalamannya Terpapar Hingga Sembuh dari Corona

MURIANEWS, Blora – Dari 45 kasus positif virus corona atau Covid-19 di Blora, hingga saat ini sudah ada enam orang yang dinyatakan sembuh. Salah satu di antara pasien sembuh ini adalah tenaga medis RSUD Blora dr Galih Puspitasari.

Tenaga medis ini dinyatakan sembuh pada 16 Juni 2020 lalu, setelah terpapar corona sekitar awal April lalu.

Saat jumpa pers Senin (22/6/2020), tenaga medis ini ikut dihadirkan untuk memberikan testimoni dengan menyampaikan pengalamannya menjalani isolasi hingga dinyatakan sembuh. Dalam jumpa pers itu hadir pula Bupati Djoko Nugroho dan Plt Kepala Dinkes Lilik Hernanto.

“Pada awalnya saya demam tinggi karena kemungkinan kelelahan bertugas, ternyata setelah semalam demam masih tinggi. Karena merasa punya risiko tinggi sebagai tenaga medis, maka saya langsung isolasi mandiri di rumah supaya tidak kontak dengan anggota keluarga yang lanjut usia selama tiga hari hingga dinyatakan harus rawat inap,” ungkap Galih mengawali testimoninya.

Dari hasil lab pertama, dirinya mengalami limfositopeni ringan, trombositopeni ringan, risiko sedang Covid-19. Selanjutnya dari CT scan dada menghasilkan adanya glass ground opacity yang mengarah khas ke Covid-19.

“Seiring dengan kesiapan ruang isolasi di RSUD, akhirnya saya isolasi di rumah sakit. Memang berat mengambil keputusan untuk rawat inap di ruang isolasi ini. Karena harus sendirian di dalam kamar berukuran 3×5 meter yang tanpa ada AC agar udara tidak tersebar kemana mana. Saya rawat inap di ruang isolasi selama 11 hari dan mengalami demam selama 10 hari,” lanjutnya.

Dokter Galih Puspitasari, mantan pasien corona. (MURIANEWS/Dani Agus)

Selama isolasi, ia mengakui ada perasaan sedih dan kecewa karena itu manusiawi. Namun dirinya sadar untuk terus bangkit dan tetap makan meskipun mengalami mual-mual.

“Jadi gejala saya hanya demam dan mual. Tidak ada sesak, tidak ada nyeri tenggorokan, tidak ada batuk,” sambungnya.

Menurutnya, Covid-19 ini dinilai penyakit seribu wajah. Di mana, ada orang yang tidak demam tapi swab-nya positif. Bahkan ada yang tidak bergejala namun swab-nya positif.

”Tergantung di mana virusnya nempel di reseptor. Jika virusnya nempel di mata maka gejalanya ada di sekitar mata, jika ada di tenggorokan maka akan ada gangguan pernafasan, jika di sistem pencernaan maka akan muncul mual muntah dan lain-lain,” terangnya.

Dirinya pun menyadari memang sulit untuk menegakkan diagnosis karena Covid-19 ini seribu wajah. Terkadang meskipun rapid nonreaktif, namun swabnya positif akan sering terjadi.

“Saat itu rapid test saya nonreaktif, kemungkinan saat itu tubuh saya belum membentuk antibodi yang sempurna sehingga belum bisa terdeteksi reaktif oleh rapid-test. Namun setelah diswab hasilnya positif,” paparnya.

Setelah rawat inap selama 11 hari, dirinya menjalani isolasi mandiri di rumah sampai dinyatakan hasil swab-nya negatif dua kali berturut-turut untuk dinyatakan sembuh total.

“Total swab test yang saya jalani selama 67 hari adalah 10 kali. Sempat ada perasaan kok tidak sembuh-sembuh. Tapi ternyata setelah saya baca teori, kemungkinan masih ada badan virus mati yang masih tersisa dalam tubuh. Sehingga harus tetap mematuhi protokol kesehatan sampai swabnya dinyatakan negatif dua kali berturut turut. Alhamdulillah, pada16 Juni kemarin swab saya sudah dua kali hasilnya negatif sehingga dinyatakan sembuh,” paparnya.

Menurut Galih, Covid-19 ini bukan penyakit sosial. Tetapi merupakan penyakit infeksius yang bisa menyerang siapa saja, dan memang risiko tinggi ada di tenaga medis dan mereka yang sering kontak dengan banyak orang.

“Untuk masyarakat jangan menganggap ini penyakit stigma sosial. Jangan takut untuk terdiagnosa Covid-19 apabila sakit. Ikutilah alurnya, ikuti sesuai anjuran dokter yang memeriksa. Jika terdiagnosa Covid lebih dini, maka terapi dan harapan hidupnya lebih bagus, daripada takut dan menolak diperiksa. Karena ini era pandemic, maka jika merasa sakit anggaplah itu Covid agar bisa segera diperiksa sejak dini,” pintanya.

Dirinya ikut prihatin karena banyak masyarakat yang memperlakukan pasien Covid-19 dengan stigma negatif yang berlebihan. Seperti menjauhi, mendiskriminasi dan mengisolasi keluarganya. Hal ini sangat tidak tepat, justru pasien harus diberikan support semangat dan didukung untuk sembuh.

”Meskipun saya tidak mengalami, namun saya merinding membaca banyak pasien lain yang diperlakukan dengan stigma negatif dari masyarakat. Perlakuan dari masyarakat inilah yang membuat seseorang enggan periksa dan takut jika terdiagnosa Covid-19,” tegasnya.

Kepada masyarakat, ia berpesan agar tetap tenang dan tidak panik setiap menghadapi masalah. Menurutnya, pandemi ini adalah masalah bersama sehingga perlu dilawan bersama.

”Jangan panik, jika panik akan mudah terprovokasi. Hadapi dengan tenang dan cemerlang. Jika membaca berita jangan mudah percaya, cari sumbernya dengan jelas. Jika memang kena Covid-19 tolong tetap sabar dan ridho atas ketetapannya. Saya pun sakit karena ketetapan Allah SWT. Sehingga harus ikhlas, hadapi dengan baik, life must go on,” pungkasnya.

 

Reporter: Dani Agus
Editor: Ali Muntoha

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.