Jumat, 29 Maret 2024

Nyepi dan Asa Umat Hindu di Kota Santri

Murianews
Rabu, 25 Maret 2020 06:00:15
Umat Hindu tengah menjalankan ibadah. (Istimewa)
[caption id="attachment_181865" align="alignleft" width="150"] Moh Rosyid *)[/caption] HARI Raya Nyepi merupakan hari perayaan tahun baru umat Hindu berdasarkan kalender Isaka (saka) pada bulan mati (tilem) bulan ke-9. Sasih kesanga, bulan dengan jumlah terbesar karena bulan ke--10 (kadasa) sebagai bulan baru yang bersih (kedas) untuk mengawali kehidupan baru yang lebih baik. Awalnya, perayaan ini sebagai wujud perdamaian akibat konflik antarsuku Saka, Yueh Chi, Pahiava, Malaya, dan Yavana karena dipicu perbedaan tafsir ajaran Hindu di India. Kemenangan Suku Saka dipimpin Raja Kaniskha I mampu menjadi pendamai. Pada Maret tahun 78 M, Raja Kanisakha menetapkan sistem kalender Saka sebagai kalender kerajaan yang mampu meredam konflik. Perayaan Nyepi diawali Melasti (upacara penyucian diri dan benda pura yang sakral) selama ini di eks-Karesidenan Pati digelar Pantai Bandengan Jepara. Tujuannya, 1) ngiring prewatek dewata untuk mengikuti tuntunan Tuhan, 2) anganyutaken laraning jagat (menghanyutkan penderitaan warga), 3) papa kelesa (menghilangkan lima sifat: awidya/mabuk, kegelapan, asmita/egois, raga/mengumbar nafsu, dwesa/pemarah/pendendam, adhiniwesa/takut mati), 4) letuhing buwana (melestarikan alam), 5) ngamet sarining amerta telenging segara (mengambil sari kehidupan dari tengah laut). Setelah itu, Tawur Agung (kesanga) bertujuan mengembalikan sari alam yang telah dikonsumsi manusia agar tercipta keseimbangan. Prosesinya (khususnya di Jateng) mendak tirta/mengambil air suci dari Candi Ratu Boko, dan mengelilingi tiga kali Candi Siwa, Brahma, Wisnu, dilanjutkan Pradaksina (mengelilingi Candi Siwa tiga kali kemudian pawai ogoh-ogoh sebagai lambang kesadaran umat atas kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Buana Alit (diri manusia). Hanya saja karena ada Maklumat Kapolri Nomor Mak/2/III/2020 tanggal 19 Maret 2020 tetang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebran Vorus Corona (Covid-19) umat Hindu Kudus menaati yakni tanpa mengumpulkan massa untuk beribadah. Pada Hari H Nyepi, berpantangan (caturbrata penyepian) berupa amati karya (tak bekerja), amati geni (tak menghidupkan api/listrik), amati lelungan (tak bepergian), dan amati lelanguan (tak menikmati hiburan, mendengarkan musik dll). Khusus di Bali, pelayanan publik berhenti selama sehari semalam (24 jam) kecuali puskesmas/rumah sakit. Pecalang sebagai pengaman siap siaga membantu warga yang membutuhkan kedaruratan.   Hari Nyepi di Kota Kudus Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Kudus, lembaga umat Hindu, merutinkan ibadah individu di rumah masing-masing dan ibadah bersama di rumah umat secara bergantian (ibadah purnama tilem). Adapun  perayaan keagamaan (1) dua hari sebelum hari Nyepi (melasti, setahun sekali), (2) Hari Raya Galungan (enam bulan sekali), (3) Hari Raya Kuningan (enam bulan sekali), (4) Hari Pagerwesi (enam bulan sekali), (5) Hari Saraswati (enam bulan sekali) di Pura Kertha Buana, Kabupaten Pati. Untuk Tawur Kesanga selama ini dilakukan di Candi Prambanan, meski di Kudus tanpa pawai ogoh-ogoh. Hal penting bagi umat Hindu, esensi ibadah adalah mendekatkan diri pada Tuhan, tak harus di pura, Sang Hyang Widi Wase (Tuhan) mendengar persembahan hamba di mana pun dan kapan pun. Semoga, Pemda Kudus kreatif membangun tempat ibadah tiap umat beragama satu kawasan untuk tempat wisata (destinasi) khas di Pantai Utara (Pantura) Timur Jawa Tengah. Toleransi yang diwariskan Sunan Kudus melarang muslim menyembelih sapi (hewan mulia bagi umat Hindu, masih lestari) dikontekstualkan era kini yakni memberi kesempatan umat Hindu membangun/dibangunkan tempat ibadah, meski jumlahnya belum bnyak. Berdirinya tempat ibadah (pura) di Kudus pada dasarnya melanggengkan upaya Sunan Kudus yang tak mengubah kori (dua gapura/pintu akan masuk dan pintu dalam, diduga peninggalan Hindu masa kuno) yang hingga kini utuh di serambi dan di dalam Masjid al-Aqsha Menara Kudus. Umat Hindu pun diprediksi lebih dulu ada di Kudus pra-Islam (adanya Lingga dan Yoni di Langgar Bubrah, di Dukuh Tepasan, Desa Demangan, Kecamatan Kota, Kudus). Keberadaan masa lalu tidaklah dinafikan. Berdirinya Kota Kudus perlu didefinisikan dengan menghormati keberadaan generasi pendahulu. Selamat Hari Raya Nyepi (1 Saka 1942/2020 M), Om Swastyastu (semoga senantisa baik atas karunia Hyang Widhi). Nuwun. (*)   *) Pegiat Komunitas Lintas Agama dan Kepercayaan (Tali Akrap), dosen IAIN Kudus

Baca Juga

Komentar