Kamis, 28 Maret 2024

Komunitas Seni Samar Bakal Pentaskan Rananggana di Kampus UMK

Anggara Jiwandhana
Kamis, 12 Maret 2020 17:51:06
MURIANEWS, Kudus – Komunitas Seni Samar bakal kembali hadir dan menampilkan pertunjukan peran apik, dari lanjutan cerita teater sebelumnya Bregada Merudhanda yang sukses memukau penonton kala itu. Mereka akan menampilkan cerita Rananggana di Auditorium Universitas Muria Kudus (UMK), pada Jumat (12/3/2020) pukul 19.30 WIB. Ditulis oleh penulis naskah Leo Katarsis dan disutradarai oleh Ramuna Putri Widyastuti, pengangkatan moral jadi misi utama dari sekuel Bregada Merudhanda tersebut. Public Relation Komunitas Seni Samar Eddy Susanto mengatakan, pementasan nanti akan mengisahkan Rananggana sang pertapa khusyuk dari sanggar pamujan bersama keempat saudaranya. “Sebagaimana dikisahkan, dia mendapat titah Dewi Laras (Dewi Kebahagiaan), jika ingin menemukan Taman Swargaloka, dia harus senantiasa ,menjaga keempat saudaranya,” katanya. Dalam perjalannya, waktu yang panjang membuat Rananggana mengalami kejenuhan. Laku datang dengan alap-alap penggod dan Rananggana mulai terganggu akan buah yang ditawarkan kedua alap-alap. Buah tersebut adalah kecubung wulung. “Konon, ketika seseorang memakan buah kecubung wulung, hidupnya akan lebih lama dan bahagia bagai di swargaloka, akan ada banyak pesan moral di dalamnya,“ kata Eddy. Suatu ketika, lepaslah salah satu saudaranya dan disusul saudara yang satu lagi. Mereka berdua kemudian sibuk memperebutkan buah kecubung wulung yang ditinggalkan alap-alap. Rananggana menjadi ragu-ragu. Dilema antara ikut keluar mengambil kecubung wulung, atau tetap menjaga dua saudara lainnya yang masih terpekur di sanggar pamujan. Pementasan yang digawangi oleh berbagai elemen masyarakat tersebut juga akan menyadarkan pola pikir manusia. Terutama perilaku-perilaku yang hanya mengambil apa yag ada di alam, tapi tidak turut merawatnya. “Inilah yang akan kami tekankan. Manusia tak hanya mengambil saja, namun juga mampu merawatnya,” katanya. Selain itu, Rananggana juga akan mengisahkan secara tersirat tentang keseimbangan hawa dan nafsu manusia. Dalam filsuf Jawa, kata Eddy, ada istilah sedulur papat dan lima pancer (amarah. Supiah, aluamah dan mutmainah) empat hawa nafsu dan satu manusia itu sendiri. “Empat hawa nafsu ini harus tetap dijaga agar seimbang, hendaknya kita hidup dengan keseimbangan. Kita harus sadar bahwa kita adalah bagian dari lingkungan masyarakat, yang tentu saja harus saling menjaga kerukunan dan kebersamaan,” terangnya Reporter: Anggara Jiwandhana Editor: Ali Muntoha

Baca Juga

Komentar