Portal berita lokal yang menyajikan informasi dari Kudus, Jepara, Pati, Rembang, Blora, dan Grobogan secara cepat, tepat, dan akurat.

OPINI

Benarkah di Kudus Ada Perda Diskriminatif?

Moh Rosyid *)

UNDANG-UNDANG Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 30 ayat 1 sampai 4 membahas pendidikan keagamaan (PK), pada ayat 5 menegaskan ketentuan PK diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Terbit pula Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Pasal 9 (1) disebutkan pendidikan keagamaan meliputi Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Pasal 12 (2) pemerintah melindungi kemandirian dan kekhasan pendidikan keagamaan selama tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional.

Pasal 14 (1) pendidikan keagamaan Islam berbentuk pendidikan diniyah dan pesantren, pasal 21 (1) pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk pengajian kitab, majelis taklim, pendidikan al-Quran, diniyah takmiliyah atau bentuk lain yang sejenis.

Bupati dan DPRD Kudus menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah. Perda atas inisiatif DPRD Kudus itu berlaku sejak 23 Desember 2013.

Persoalannya, hingga kini belum diterbitkan Peraturan Bupati (Perbub) Kudus dan muatan Perda pun sebatas perda. Bila bupati Kudus benar-benar ingin memajukan madrasah diniyah maka segera diterbitkan Perbub.

Persoalan pun belum usai karena bila Perda hanya ngayomi lembaga pendidikan bagi satu umat beragama saja, apakah terjadi diskriminasi?. Amanat Pasal 1 (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) disebutkan, diskriminasi adalah setiap pembatasan yang langsung atau tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnis, kelompok, golongan status sosial.

Ragam prestasi nasional diraih Pemkab Kudus dengan penghargan dari pemerintah pusat. Hal tersebut perlu diimbangi dengan prestasi sebagai kota toleran yakni kota yang tidak diskriminatif terhadap umat beragama dalam pelayanannya.

Perda yang hanya memfasilitasi pendidikan salah satu umat beragama saja merupakan (calon) kota diskriminatif. Idealnya, Perda diikuti dengan terbitnya Perbub serta diterbitkan Perda baru yang mengayomi semua umat beragama di bidang pendidikan keagamaan nonformal. Nuwun. (*)

 

*) Penulis adalah pegiat Komunitas Lintas Agama dan Kepercayaan Pantura (Tali Akrap) Kudus

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.