Kamis, 28 Maret 2024

Mengevaluasi Ekskul Kepramukaan

Murianews
Kamis, 27 Februari 2020 06:00:59
Anggota Ubaloka Kwarcab Grobogan sedang mengikuti upacara pembukaan gladi tangguh di halaman Perhutani KPH Purwodadi. (MuriaNewsCom/Dani Agus)
[caption id="attachment_181865" align="alignleft" width="150"] Moh Rosyid *)[/caption] DUKA atas tewasnya siswa SMPN 1 Turi, Sleman, Yogyakarta akibat menyusuri sungai dalam ekstrakulikuler (ekskul) pada Jumat 21/2/2020 tidak hanya dirasakan keluarga korban tapi publik pada umumnya. Hal ini akibat tidak pekanya pembina Pramuka yang memerintahkan anak didiknya menyusuri sungai di saat yang sama di berbagai daerah terjadi banjir dan mengungsi. Satu hal yang perlu dievaluasi adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Kegiatan Ekstrakulikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Permendikbud ini terbit dengan pertimbangan untuk menginternalisasikan nilai ketuhanan, kebudayaan, kepemimpinan, kebersamaan, sosial, cinta alam, dan kemandirian bagi peserta didik. Dalam Permendikbud itu, kepramukaan sebagai kegiatan ekstrakulikuler yang diwajibkan (Pasal 2). Mewajibkannya inilah, perlu dievaluasi karena beban yang dipikul anak didik dengan ragam pelajaran dan ekskul lain. Faktanya, kegiatan kepramukaan terlaksana akibat diwajibkan, bukan karena kesadaran dan pilihan sesuai nurani siswa. Nilai yang ditanamkan dalam kepramukaan pun bukan hal baru tapi ada di tiap mata pelajaran dan ekskul lain yang tidak diwajibkan. Ketidakmenarikan inilah yang tak disadari oleh pembina Pramuka. Anehnya Permendikbud 'terpaksa' lahir untuk mengakhiri polemik ini. Permendikbud perlu diubah bahwa kepramukaan tidak lagi diwajibkan tapi opsi (pilihan) bagi siswa. Hal ini sebagimana amanat UU Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka Pasal 13 setiap Warga Negara Indonesia yang berusia 7 sampai dengan 25 tahun berhak ikut serta sebagai peserta didik dalam pendidikan kepramukaan, tetapi mengapa Permendikbud mewajibkan?. Sejak era ”bahola” hingga era milineal kini, sajian kepramukaan pun tertinggal dengan dinamika kekinian seperti apakah sebatas teknik morse dan semafor, tepuk tangan, tali temali dan baris-berbaris sajakah? . Dengan demikian, kepanduan perlu mengikuti dinamika era dengan ragam inovasi. Bila tidak diwajibkan, anak didik bisa memanfaatkan potensinya aktif di ekskul lain sesuai dengan minat, bakat, dan potensinya. Banyaknya ekskul di sekolah tentu sesuai dengan pilihan anak didik, tanpa harus dipaksakan. Dengan menjadi opsi (bukan wajib, red), kesadaran pembina Pramuka untuk mengemas materi kian tertantang untuk inovatif. Bila tidak ingin ditelan era!. Nuwun. (*)   *) Moh Rosyid, Dosen IAIN Kudus

Baca Juga

Komentar