Kamis, 28 Maret 2024

Beda Puting Beliung dan Angin Kencang

Murianews
Minggu, 9 Februari 2020 06:00:23
Ilustrasi. (Pixabay)
[caption id="attachment_181686" align="alignleft" width="150"] Ekky Amiral Faqi *)[/caption] ANGIN puting beliung dan angin kencang menjadi salah satu bencana yang rutin menyerang wilayah di lereng Pegunungan Muria. Dua fenomena ini kerap dianggap satu hal yang sama. Warga juga sering menyebutnya dengan lisus. Dilansir dari MURIANEWS, telah terjadi hujan disertai angin kencang pada 5 Januari 2020 di Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara yang menyebabkan satu rumah roboh. Masih di bulan yang sama terjadi bencana puting beliung yang merusak 17 rumah di Dukuhseti pada 30 Januari 2020 (Patinews.com). Kedua kejadian tersebut sama-sama terkait dengan adanya angin dengan kecepatan tinggi, namun proses terjadinya dan dampak yang ditimbulkan berbeda. Oleh karena itu penting untuk memahami perbedaan di antara keduanya yang akan dijelaskan dalam artikel ini. Sebelum membahas perbedaan di antara angin kencang dan puting beliung alangkah lebih baiknya mengetahui persamaan di antara keduanya. Angin kencang dan puting beliung sama-sama dihasilkan oleh awan jenis cumulonimbus. Persamaan berikutnya kecepatan angin dari kedua fenomena tersebut dapat mencapai kecepatan 63 km/jam. Persamaan lainya adalah angin kencang dan puting beliung biasa terjadi pada awal dan akhir musim hujan. Di wilayah eks-Karisidenan Pati dua fenomena ini sering terjadi pada bulan November, Desember, Februari hingga Maret. Meski punya kesamaan, namun dua fenomena ini mempunyai perbedaan yang besar. Perbedaan antara angin puting beliung dan angin kencang yang pertama adalah, angin kencang (wind gust) merupakan arus ke bawah dari awan cumulonimbus yang disebut downburst yang secara visual tidak terlihat. Sedangkan puting beliung terjadi ketika angin di bawah awan cumulonimbus bergerak memutar yang secara visual ditandai dengan adanya belalai/corong dari awan hingga menyentuh permukaan tanah. Perbedaan kedua ditinjau dari waktu terjadinya angin kencang dan puting beliung. Angin kencang terjadi bersamaan dengan turunya hujan dan terkadang juga disertai hujan es (hail). Sementara puting beliung terjadi menjelang terjadinya hujan. Durasi terjadinya angin kencang lebih lama sekitar 10-30 menit dibandingkan dengan puting beliung yang hanya 5-10 menit. Perbedaan ketiga terkait lokasi terjadinya kedua fenomena tersebut. Angin kencang rawan terjadi di daerah yang memilki potensi pertumbuhan awan yang cepat dengan topografi permukaan yang kompleks. Misalnya permukiman di kaki gunung, pantai yang dekat permukiman, perbatasan antara pinggiran dan pusat kota. Sedangkan puting beliung rawan terjadi di daerah terbuka dengan perbedaan topografi yang kontras. Misalnya lahan pertanian di kaki gunung, pedesaan yang memiliki banyak lapangan di lembah pegunungan, tanah terbuka di pinggiran kota, tempat lapang antara pantai dan permukiman. Untuk di eks-Karisidenan Pati wilayah yang berpotensi mengalami angin kencang atau puting beliung adalah Kabupaten Pati, Kudus, Blora dan Rembang sepanjang kaki Pegunungan Kapur Utara, Kaki Pegunungan Muria bagian utara yang meliputi wilayah Kabupaten Pati dan Jepara Bagian Utara, kaki Pegunungan Muria bagian barat yaitu wilayah pinggiran Kabupaten Jepara, dan lembah antara Pegunungan Kapur Utara dan Pegunungan Kendeng meliputi Kecamatan Sambong, Cepu, Randublatung Kabupaten Blora. Perbedaan keempat adalah dampak yang ditimbulkan. Angin kencang yang berasal dari awan cumulonimbus bergerak menyebar ke luar dari awan, sehingga kerusakan akibat angin kencang bersifat menyebar ke segala arah. Sementara puting beliung yang bergerak memutar dapat menarik benda-benda di sekitarnya sehingga kerusakan akibat angin puting beliung bersifat memusat. Perlu adanya upaya dalam mengurangi dampak kerusakan atapun korban jiwa akibat angin kencang dan puting beliung. Pertama adalah memahami kondisi topografi/geografis di sekitar tempat tinggal apakah termasuk wilayah yang rawan terjadi angin kencang dan puting beliung. Kedua memahami tanda-tanda menjelang terjadinya angin kencang dan puting beliung. Ketiga menghindari penggunaan seng sebagai atap rumah karena mudah terbawa angin dan berisiko terkena warga di sekitarnya. Keempat memangkas ranting dan dahan pohon menjelang musim hujan yaitu bulan September atau Oktober. Kelima melaporkan dengan benar fenomena angin kencang atau puting beliung sesuai perbedaan yang telah dijelaskan sebelumnya ke BPBD atau BMKG, karena laporan yang tepat akan meningkatkan kualitas analisis untuk prediksi ke depanya. (*)   *) Analis Cuaca BMKG asal Parenggan, Kabupaten Pati

Baca Juga

Komentar