Jumat, 29 Maret 2024

20 SMA di Solo Raya Disiapkan Jadi Pilot Project Sekolah Toleran

Ali Muntoha
Senin, 20 Januari 2020 11:01:12
Siswa SMA tengah asyik belajar dengan temannya. (MuriaNewsCom)
MURIANEWS, Solo – Pascaterjadinya kasus intoleransi di SMAN 1 Gemolong, Sragen, di mana seorang siswi diteror teman sekolahnya gara-gara tak berjilbab, pemerintah langsung mengambil sikap. Sebanyak 20 sekolah tingkat atas (SMA/sederajat) disiapkan menjadi pilot project sekolah toleran. Sekolah-sekolah yang jadi pilot project ini tersebar di wilayah Solo Raya. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng Jumeri mengatakan, program Sekolah Toleran ini akan dimulai Februari 2020 mendatang. Ia menyebut, selama 3-6 bulan seluruh sivitas sekolah yang ditunjuk akan mendapat pembekalan tentang menghargai pebedaan. “Program ini merupakan hasil rumusan dari tim advokasi pencegahan iontoleransi atau radikalisme di tingkat sekolah. Sebagai pilot project, 20 sekolah di Solo Raya akan dibina toleransinya,” katanya, Senin (20/1/2020). [caption id="attachment_180747" align="alignnone" width="1280"] Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng Jumeri. (MURIANEWS)[/caption] Dalam program ini menurut dia, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan akan menggandeng Wahid Foundation. Sekolah-sekolah yang jadi pilot project menurut dia, telah dipilih di kabupaten/kota di Solo Raya. Ke depan gerakan ini akan dilakukan di seluruh sekolah yang ada di Jateng khususny tingkat SMA/sederajat baik negeri maupun swasta. Untuk diketahui, di Jawa Tengah saat ini terdapat sekitar 3000 sekolah SMA, 640 di antaranya adalah sekolah negeri. Ia menyebut, untuk yang kali pertama digarap adalah sekolah-sekolah di wilayah Sragen dan daerah dengan kerawanan intoleransi cukup tinggi. "Sragen yang mau kami garap dulu. Kemudian beberapa kabupaten kota yang agak hangat tensinya akan kami beri pembinaan,” ujarnya. Baca: Siswi SMA 1 Gemolong Diteror Teman Sekolah Gara-Gara Tak Pakai Jilbab Ia juga menyebut jika seluruh kepala sekolah saat ini telah menandatangani pakta integritas yang menjamin sekolahnya tidak radikal. Jumeri menegaskan, pihaknya bakal memberi sanksi tegas kepada siapapun yang bertindak intoleran. ”Tapi perlu dicatat, radikal itu tidak identik dengan Islam, agama lain juga ada. Ini yang terus kami bina. Sementara ini kami menangani daerah yang rawan dulu," paparnya. Sanksi yang diterapkan pun beragam. Ia mencontohkan, jika yang melakukan aksi intoleransi adalah guru, maka sanksinya bisa dari kepegawaian hingga ke kepolisian. "Kalau berat misalnya melakukan tindakan kriminal, ya polisi yang bertindak dan diberhentikan tidak dengan hormat. Selanjutnya ada sanksi diberhentikan dengan hormat, penurunan pangkat, penindakan berkala. Semua ada kriterianya dan untuk sampai ke sana prosesnya panjang. Tidak bisa serta merta diberikan hukuman," terangnya. Sementara terkait kasus intoleransi di SMA Gemolong, langkah yang bisa ditempuh adalah pembinaan dan pelatihan menghargai perbedaan. Karena menurut dia, kasus tersebut terjadi antarmurid.   Reporter: Ali Muntoha Editor: Ali Muntoha

Baca Juga

Komentar