Kamis, 28 Maret 2024

Mengenal Tradisi Puli Gendar Peninggalan Ratu Kalinyamat di Kendengsidialit

Budi Santoso
Senin, 22 April 2019 11:33:43
Puli atau gendar menjadi hidangan utama dalam peringatan Nifsu Sya’ban di Desa Kendeng Sidialit, Kalinyamatan, Jepara. (MURIANEWS.com / Budi Erje)
MURIANEWS.com, Jepara - Ada banyak tradisi masyarakat di Indonesia untuk menyambut Nisfu Sya'ban. Di Desa Kendengsidialit, welahan, Jepara, masyarakat setempat menyambutnya dengan membuat puli atau biasa dikenal sebagai dengan gendar. Tradisi ini, pada Minggu (21/4/2019) malam dilaksanakan dengan penuh suka cita. Tradisi yang di kawasan Jepara lebih dikenal sebagai ”Baratan” ini, merupakan manifestasi masyarakat menyambut hari keberkahan atau dalam bahasa Arab disebut bara'ah, yang diyakini sebagai hari pengampunan dosa. Selain itu, tradisi ini juga berkait erat dengan warisan budaya yang dilaksanakan pada masa Ratu Kalinyamat. Sehingga dalam pelaksanaannya, selain membuat gendar, malam Nisfu Sya'ban juga dimeriahkan dengan festival arak-arakan yang berkaitan dengan sosok Ratu Kalinyamat. Bagi masyarakat Kendeng Sidialit dan Jepara umumnya, gendar juga diyakini sebagai peninggalan Sunan Kalijaga. Tokoh Walisongo ini konon membuat gendar atau puli, dengan maksud mempersatukan umatnya. Warga Desa Kendengsidialit, khususnya kaum ibu, sejak Minggu pagi sudah sibuk mempersiapkan gendar ini. Diawali dengan memasak beras, kemudian mencampurnya  dengan obat bleng (ragi), menumbuk, dan memberi parutan kelapa di atasnya. Tradisi ini dilakukan secara bergotong royong di balai desa setempat. Puli yang jumlahnya banyak, dihias sedemikian rupa, dan kemudian diarak keliling desa sebelum dinikmati bersama. KH Abdul Gofur, pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Kendengsidialit menyebutkan, pada masa Sunan Kalijaga, puli inilah yang digunakan untuk merekatkan hubungan kemasyarakatan antara kaum muslim dan nonmuslim. Semua diajak bersama-sama menikmati hidangan ini. Baca: Puli Gendar Sepanjang 15 Meter Meriahkan Nisfu Sya’ban di Kendeng Sidialit Puli dibuat secara bergotong royong. Semua orang memasak nasi yang diberi kunyit, garam dan bonggol serai, yang kemudian dikenal sebagai puli. Makanan tradisional ini menjadi hidangan utama saat peringatan Nisfu Sya'ban. “Sebelum menikmati puli, warga biasanya berkumpul di suatu tempat untuk melangsungkan doa bersama. Diawali Yasinan (membaca surat Yasin) dan tahlilan di masjid, musala, atau di balai desa. Baru kemudian menyantap hidangan sama-sama," terangnya. Dalam kesempatan yang sama, Kepala Desa Kendengsidialit, Kahono Wibowo menyebutkan tradisi baratan dengan membuat Puli, dilakukam rutin tiap tahun. Kegiatan ini menjadi momen kebersamaan warga. Dalam kegiatan ini juga disampaikan doa untuk kesejahteraan dan kerukunan warga. “Tahun ini kami memasak 200 kilogram beras untuk dijadikan Puli. Lalu kami juga menggelar kirab budaya, untuk terus melestarikan tradisi kami ini,” ujar Kahono Wibowo.   Reporter: Budi Erje Editor: Ali Muntoha

Baca Juga

Komentar