Jumat, 29 Maret 2024

Jateng Krisis Air Bersih, Tanggung Jawab Siapa?

Murianews
Minggu, 7 April 2019 09:05:44
Mobil tangki PMI Grobogan ikut dikerahkan untuk menyalurkan bantuan air bersih ke desa-desa yang dilandan bencana kekeringan. (MuriaNewsCom/Dani Agus)
[caption id="attachment_161508" align="alignleft" width="150"] Perempdita Wahyu Kusumaningrum *)[/caption] AIR merupakan kebutuhan yang paling dasar bagi setiap makhluk hidup.Tanpa adanya air, perkembangan dan pertumbuhan bagi setiap makhluk hidup terutama manusia akan terganggu. Contoh di kehidupan sehari-hari air bersih itu sendiri sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk dikonsumsi maupun digunakan untuk keperluan lainnya seperti MCK (mandi, cuci, dan kakus). UUD 1945 pasal 33 ayat 3 menyebutkan, “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan diperuntukkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Artinya, setiap rakyat Indonesia memiliki hak atas air. Selain itu, di tingkat International, hak atas air diperkuat oleh United Nations Declaration of Human Right of Water yang menjelaskan bahwa hak asasi manusia akan air sangat diperlukan untuk menjamin kehidupan manusia yang lebih baik. Namun pada kenyataannya, keberadaan UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dan United Nations Declaration of Human Right of Water yang menjelaskan tentang air adalah hak bagi setiap manusia, belum sepenuhnya dapat dilakukan meskipun keberadaan atau ketersediaan air di Jawa Tengah relatif melimpah. Tidak dapat dipungkiri, semakin meningkatnya penduduk Jawa Tengah juga sangat berpengaruh dengan kebutuhan air yang berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk. Dari 35 kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah, masih terdapat beberapa kabupaten seperti Kabupaten Grobogan di mana menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Grobogan, 89 desa mengalami kekeringan dan mengalami krisis air bersih di tahun 2018 yang lalu. Dari Kabupaten Pati, data BPBD setempat menunjukkan bahwa pada tahun 2018 lalu, 95 desa di Pati masih mengalami krisis air bersih. Dan juga contoh yang terakhir adalah Kabupaten Temanggung, di mana kekurangan air bersih melanda 53 Dusun di tahun 2018 lalu menurut BPBD Kabupaten Temanggung. Jika dilihat lebih dalam, karena kurangnya penyaluran air bersih yang diadakan oleh pemerintah masih banyak masyarakat di Jawa Tengah yang mengalami kesulitan dalam mengakses air untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Dan pada akhirnya, masyarakat yang kekurangan air bersih terpaksa menggunakan air yang tidak layak pakai. Contohnya seperti menggunakan air sungai untuk minum dan MCK. Dari penggunaan air sungai, karena tidak diolah dengan maksimal, akhirnya menyebabkan munculnya penyakit-penyakit WBD (water borne disease) seperti diare, gatal-gatal dan thypus. [caption id="attachment_146872" align="alignleft" width="715"] BPBD Pati salurkan bantuan air bersih di Dukuh Karanganyar, Desa Kropak, Kecamatan Winong. (MuriaNewsCom/Cholis Anwar)[/caption] Siapa yang bertanggung jawab atas krisis air bersih yang terjadi di Jawa Tengah ini? Pemerintah tentunya harus bertanggung jawab dalam pendistribusian air bersih yang merata bagi masyarakat Jawa Tengah. Namun bukan hanya pemerintah. Keberadaan air bersih juga menjadi tanggung jawab bersama masyarakat Jawa Tengah. Pemerintah diharapkan dapat mengeksplorasi sumber air bersih yang baru maupun mengolah air sungai yang dijadikan sumber air bersih dengan baik dan sesuai dengan standar yang telah ditentukan agar dapat digunakan semaksimal mungkin. Kemudian pemerintah juga sebaiknya lebih tegas dalam mengawasi dan memperhatikan tentang distribusi air bersih kepada masyarakat. Jadi bukan hanya masyarakat dari kalangan menengah ke atas yang dapat merasakan air bersih. Namun dari semua kalangan dapat mendapat air bersih yang layak digunakan baik dikonsumsi maupun digunakan untuk keperluan lain seperti MCK. Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat mengajak masyarakat berpartisipasi menjaga keberadaan air bersih dan juga menggunakan air bersih dalam bentuk sosialisasi yang mengedukasi. Dengan demikian, masyarakat dapat lebih mengetahui pentingnya menggunakan air bersih. Karena penggunaan air bersih sangat menentukan kualitas hidup masyarakat Jawa Tengah sendiri.   Air bersih dapat meningkatkan kualitas hidup. Contohnya seperti penggunaan air bersih akan mengurangi keberadaan penyakit White Band Desease (WBD) karena jumlah cemaran bakteri pathogen lebih sedikit, bahkan tidak ada. Sehingga masyarakat dapat lebih produktif dan tidak terganggu dengan penyakit seperti diare, gatal-gatal dan thypoid akibat tidak menggunakan air bersih dalam melakukan aktivitasnya. Setelah pemerintah, masyarakat juga memiliki peran dan andil yang besar untuk bertanggung jawab dalam penggunaan air bersih sehari-hari dan ikut menjaga ketersediaan air bersih. Bertanggung jawab dalam penggunaan artinya dengan menggunakan air bersih secukupnya Misalnya, setelah tidak digunakan, kran air ditutup sehingga air tidak terbuang secara percuma. Walaupun air yang berasal dari dalam tanah akan kembali ke tanah, namun perlu adanya pengolahan dengan baik dan benar. Menjaga lingkungan dengan hal kecil yaitu membuang sampah pada tempatnya, maupun mendaur ulang sampah yang masih dapat digunakan sebagai kerajinan tangan contohnya, agar keberadaan sampah tidak mencemari lingkungan terutama sungai. Tak bisa dipungkiri bahwa hingga kini masih banyak ditemukan masyarakat yang membuang sampah di sungai. Sedangkan air sungai tersebut digunakan sebagai sumber air PDAM dan juga dijadikan sumber bagi masyarakat yang menggunakan air sungai sebagai pemenuh kebutuhannya. Penggunaan detergen untuk mencuci pakaian juga harus diperhatikan jumlahnya. Karena beberapa kandungan dari detergen contohnya fosfat dapat mencemari lingkungan karena merupakan nutrisi bagi alga dan dapat menyebabkan blooming algae. Dan masih banyak hal yang dapat dilakukan masyarakat dalam upaya turut bertanggung jawab atas ketersediaan air bersih. Namun dari semua upaya yang telah disebutkan tersebut, diperlukan adanya kesadaran diri yang tinggi dalam upaya menjaga ketersediaan air bersih untuk generasi kita, dan masa depan agar anak cucu kita dapat merasakan air bersih yang layak dipakai. (*) *) Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana Jogja

Baca Juga

Komentar