Jumat, 29 Maret 2024

PWI dan AJI Sesalkan Kriminalisasi Wartawan oleh Unnes

Murianews
Selasa, 28 Agustus 2018 16:13:52
Ilustrasi (istimewa)
Murianews, Semarang – Dua organisasi profesi wartawan di Jateng yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jateng dan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Semarang mengeluarkan pernyataan sikap bersama atas upaya krimininalisasi yang dilakukan Universitas Negeri Semarang (Unnes) atas jurnalis. Dalam siaran pers yang diterima MuriaNewsCom, Selasa (28/8/2018) PWI dan AJI menyayangkan langkah hukum yang diambil Unnes yang melaporkan jurnalis serat.id berinisial ZA atas pemberitaan dugaan plagiarisme oleh Rektor Unnes Prof dr Fathur Rokhman. Langkah yang membawa kasus ini ke ranah pidana sangat disayangkan. Terlebih perlakuan antara serat.id dengan tirto.id dalam kasus ini berbeda. Unnes menggunakan hak jawab terhadap pemberitaan plagiarism oleh tirto.id, sementara terhadap serat.id menempuh jalur hukum ke kepolisian. Pihak Unnes menempuh langkah hukum lantaran serat.id dianggap sebagai media sosial. Sementara itu, AJI Semarang menila tudingan serat.id sebagai media sosial tidak berdasar. Serat.id merupakan media online yang didirikan oleh AJI Semarang secara serius sebagai media alternatif di tengah membanjirnya arus informasi berbasis internet. Dengan begitu AJI menyayangkan sikap Unnes yang mengadukan ZA ke ranah pidana. Seharusnya, sengketa pemberitaan yang melibatkan Unnes ditangani oleh Dewan Pers sebagai institusi resmi negara yang membidangi Humas Unnes menjadikan Surat Edaran Dewan Pers Nomor 371/ DP/ K/ VII/ 2018 sebagai pegangan, yakni menekankan pentingnya identifikasi media dengan menegakkan keputusan Hari Pers Nasional 2010 di Palembang. Dewan Pers mengedukasi bagaimana cara menghindari pihak-pihak yang mengaku sebagai wartawan dan berasal dari media tertentu padahal belum tentu memiliki legitimasi. Dewan Pers menyediakan instrumen verifikasi faktual untuk media sekaligus uji kompetensi wartawan (UKW) untuk wartawan. AJI Semarang mengacu keputusan Dewan Pers yang mengeluarkan empat kriteria ragam media online dan cetak dalam kuadran versi masing-masing, yang isinya meliputi. Yakni media versi pertama memiliki status jelas  atau terverifikasi di Dewan Pers. Di dalam media ini ada penanggung jawab dan alamat redaksi, memenuhi syarat UU dan peraturan Dewan Pers dan dikelola oleh wartawan berkompeten. Selain itu menaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ), membela kepentingan umum dan menjalankan fungsi pers secara benar. Kedua, status kurang jelas. Yakni belum memenuhi syarat badan hukum, sebagian terdaftar di Dewan Pers, tetapi isinya menaati KEJ, dan menjalankan fungsi pers secara benar, menjalankan fungsi jurnalistik dengan benar, sebagian memiliki penanggung jawab dan mencantumkan alamat redaksi. Ketiga, status tak jelas (juga tidak terdaftar di Dewan Pers), tidak mencantumkan penanggung jawab dan alamat redaksi, bermuatan negatif, beritanya berisi kebohongan dan memutarbalik fakta, serta mengumbar isu SARA. Keempat, status terdaftar atau terverifikasi di Dewan Pers, tetapi secara konten tak sesuai dengan standar jurnalistik, dan banyak melanggar KEJ. Dari kiteria itu, AJI Semarang menilai serat.id masuk kategori kuadran kedua, berindikator sebagai media dengan status belum berbadan hukum, yang sebagian jurnalisnya bersertifikat dan terdaftar di Dewan Pers. Isi pemberitaan  serat.id juga menaati KEJ, dan menjalankan fungsi pers secara benar, menjalankan fungsi jurnalistik dengan benar, sebagian memiliki penanggung jawab dan mencantumkan alamat redaksi. Bahkan serat.id mencantumkan pedoman media siber sebagai media online berbasis internet. Ketua PWI Jateng Amir Machmud NS menyebut, verifikasi media oleh Dewan Pers dan sertifikat UKW harus dilihat dari perspektif kredibilitas pemberitaan. “Artinya, jangan dijadikan dasar untuk menilai tulisan sebagai produk jurnalistik atau tidak. Jangan diartikan secara wantah bahwa tulisan wartawan yang belum lulus UKW dianggap bukan produk jurnalistik. Juga jangan serta merta dipahami bahwa konten media yang belum tersertifikasi oleh Dewan Pers dianggap bukan sebagai produk jurnalistik,” ungkapnya. Domain seperti serat.id, yang dikelola oleh para professional jurnalistik, menurut dia telah menempuh standar-standar verifikasi pemberitaan. ”Maka kalau produk berita tentang plagiarism itu bersubstansi  sama dengan yang disajikan oleh tirto.id, logikanya apabila ada sanggahan harus menempuh mekanisme Hak Jawab atau mengadukan ke Dewan Pers, bukan dengan memolisikan penulisnya,” terangnya. Editor : Ali Muntoha

Baca Juga

Komentar