Jumat, 29 Maret 2024

Imbas Pembatasan Solar, Petani di Pati Klimpungan

Cholis Anwar
Sabtu, 25 Agustus 2018 14:53:18
Petani sedang mengoperasikan mesin pompa air di sawahnya. (MuriaNewsCom/Cholis Anwar)
Murianews, Pati - Pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar, ternyata membuat banyak petani kelimpungan. Sebab, saat kemarau panjang ini, untuk mengaliri sawahnya petani harus memompa air dari dalam tanah dengan menggunakan mesin yang berbahan bakar solar. Untuk satu hektare sawah, setidaknya membutuhkan 30 liter solar agar mesin pompa tersebut dapat berjalan maksimal mengeluarkan air. Akan tetapi, saat ini petani hanya diperbolahkan untuk membeli solar sebanyak Rp 50 ribu yang hanya mendapatkan 9,7 liter. Kebutuhan tersebut, tentunya masih kurang dari cukup. Fahrurozi, warga Desa Kembang RT 6 RW 2 Kecamatan Dukuhseti mengungkapkan, sangat terbebani dengan adanya pembatasan tersebut. Pasalnya saat ini ia hanya boleh membeli solar di SPBU seharga Rp 50 ribu. “Kebijakan ini sangat mencekik kami. Padahal untuk kebutuhan bahan bakar mesin pompa air, sehari saya membutuhkan 30 liter solar. Itupun harus meminta surat pengantar dari desa,” keluhnya saat ditemui di areal perasawah desanya, Sabtu (25/8/2018). Ia menyebut, kebutuhan 30 liter solar digunakan untuk mengairi 1 hektare sawah yang disewanya. Bahan bakar sebanyak itu diperlukan, mengingat saat ini memasuki musim kemarau. Sehingga tanaman padi miliknya membutuhkan suplai air yang cukup. “Tragisnya kebijakan tersebut berlaku setelah usia tanaman sudah berusia 2 minggu lebih. Sedangkan saya minta surat pengantar dari desa 17 Agustus lalu. Mungkin kalau tahu bakal ada kebijakan pembatasan solar, saya masih pikir-pikir untuk menanam padi,” sambungnya. Menurut Fahrurozi, ia dan petani lain kebingungan menyikapi kebijakan ini. Terlebih pompa air miliknya hampir tidak pernah mati selama musim tanam ketiga (MT III). Mulai dari persemaian hingga panen nanti, dipastikan akan terus membutuhkan air. “Setidaknya ada 100 hektar sawah di Desa Kembang ini saja yang saat ini menanam padi. Harapannya, ada solusi dari pemerintah bagi para petani untuk mendapatkan solar. Atau mungkin kami dibuatkan bendungan sehingga pada musim kemarau tidak kesulitan mendapatkan air. Padahal dulu pernah ada kabar akan ada penyodetan bendungan Tompe Gunung ke desa kami,” ujarnya. Sementara Juremi, Kepala Desa Kembang membenarkan adanya kebijakan tersebut. Menurutnya, kebijakan pembatasan solar itu berlaku mulai pertengahan Agustus lalu. “Kami hanya memberikan surat pengantar untuk pembelian solar di SPBU. Surat tersebut menyatakan bahwa warga kami benar-benar petani. Kami hanya menjalankan kebijakan dari pusat,” tutupnya. Editor : Supriyadi

Baca Juga

Komentar