Jumat, 29 Maret 2024

Modal Cekak, Perajin Kopyah Rajut di Jatirejo Blora Kewalahan Penuhi Pesanan

Dani Agus
Rabu, 6 Juni 2018 15:50:17
Perajin tengah menyelesaikan pembuatan kopyah rajut. (MuriaNewsCom/Dani Agus)
Murianews, Blora - Momen Ramadan membawa imbas naiknya pesanan kopyah rajut produksi perajin dari Desa Jatirejo, Kecamatan Jepon, Blora. Meski demikian, naiknya order tidak semuanya bisa terlayani. Penyebabnya perajin kopyah terbentur pada terbatasnya modal yang dimiliki. Pelopor perajin kopyah rajut, Eko Santoso menyatakan, sejak membuat kopyah tahun 2015, hasilnya dinilai sangat menggembirakan. Hingga saat ini, kopyah hasil karyanya sudah menjadi langganan di beberapa kota. Seperti Lirboyo Kediri, Magetan dan Rembang. “Pernah juga ngirim ke Lampung dan beberapa kota besar lainnya. Tapi yang rutin berlangganan kopyah rajut ini dari Kediri, Magetan dan Rembang,” jelas alumnus Ponpes Lirboyo Kediri ini. Permintaan kopyah dari Kediri sekitar 300 buah per bulan. Untuk Magetan 800 buah per bulan dan oder dari Rembang bisa sampai 500 buah per bulan. Eko menegaskan, saat Ramadan ini, permintaan kopyah meningkat hingga 80 persen lebih. Untuk memenuhi permintaan sebanyak itu, Eko merasa kewalahan. Soalnya, kapasitas produksinya baru bisa mencapai rata-rata 400 buah per bulan. Pembuatan kopyah tidak bisa dilakukan cepat, karena semua dikerjakan secara manual, tanpa mesin. Kendala lainnya, bahan baku benang harus membeli dari Surabaya karena di Blora belum ada lengkap. “Di sini (Blora) ada yang jual benang polyester, tetapi harganya mahal dan pilihan warnanya terbatas. Sehingga saya pilih ambil dari pabrikan di Surabaya yang lebih lengkap dan lebih murah,” jelasnya. Meski demikian, untuk membeli benang dari pabrik di Surabaya itu ada aturannya. Yakni, pabrik hanya melayani pembelian benang dengan minimal order senilai Rp 4 juta. “Ini yang kadang jadi hambatan kami. Ketika modal tersendat untuk beli benang, terpaksa produksi kita agak kendor,” ungkap Eko. Ia berharap, ke depan ada bantuan permodalan untuk pengembangan usahanya. Khususnya, modal untuk membeli bahan baku sehingga bisa punya stok lebih. “Kendala saya hanya pemenuhan bahan bakunya karena harus beli di Surabaya dan modalnya cukup besar. Kalau masalah tenaga kerja Insya Allah bisa teratasi,” jelasnya. Eko mengaku, diajari membuat kopyah oleh temannya dari Gresik sekitar tahun 2015. Setelah itu, ia mencoba membuat beberapa kopyah dan dipasarkan sendiri. Setelah permintaan meningkat, Eko mulai mengajarkan kemampuannya dalam merajut kopyah kepada warga masyarakat sekitar sebagai kegiatan sampingan. Sebagian besar penduduk setempat berprofesi sebagai petani. “Dulu banyak ibu-ibu yang ngerumpi setiap sore. Kemudian saya tawari pekerjaan membuat kopyah. Ternyata mau, sehingga saya ajari dan sampai sekarang berlanjut, berkembang hingga ke beberapa desa. Saat ini yang aktif ada 50 orang perajut yang kebanyakan perempuan,” ceritanya. Kebanyakan mereka merajut di rumahnya masing-masing setelah disetori bahan bakunya. Setelah jadi, Eko mengambil kopyah untuk dikemas dan dikirim sesuai alamat pemesan. Menurut Eko, kelebihan kopyah buatannya sangat fleksible, mudah dibawa, dapat dilipat, mudah dicuci dan tidak luntur warnanya karena terbuat dari benang polyester. Untuk harga jual kopyah rajut ia bandrol mulai Rp 35 ribu hingga mencapai Rp 100 ribu per buahnya. Harga jual disesuaikan dengan motif, jumlah warna dan tingkat kerumitannya. Editor : Ali Muntoha

Baca Juga

Komentar