MuriaNewsCom, Kudus – Larangan tidak melakukan politik praktis di rumah ibadah memang menuai pro-dan kontra. Selain alasan kegunaan tempat ibadah, pro kontra tersebut dianggap tak efektif karena tidak dibarengi dengan sanksi.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, sanksi tegas terhadap orang yang melakukan politik praktis di tempat ibadah dari Kemenag memang tidak ada.
”Jadi, agama itu adalah imbauan, seruan, dan ajakan. Kalau sanksi itu erat kaitannya dengan hukum,” katanya.
Atas dasar itu, yang berkewenangan memberikan sanksi adalah aparat atau penegak hukum. Apalagi larangan berpolitik praktis mulai dari kampanye hingga ajakan memilih poaslon di rumah-rumah ibadah sudah diatur dalam undang-undang.
Baca Juga:
- Menteri Agama Lukman Hakim Resmikan IAIN Kudus
- Usai Resmikan IAIN Kudus, Menteri Agama Hadiri Peresmian Gusjigang Building
- Larang Kegiatan Politik di Rumah Ibadah, Ini Penjelasan Lengkap Menteri Agama
”Tentu yang berhak memberikan sanksi adalah aparat penegak hukum. Itu bunyi undang-undang,” tegasnya.
Ia menambahkan, aparat penegak hukum yang memiliki kewenangan untuk menghukum adalah mereka yang tergabung dalam Gakumdu. Mulai dari Bawaslu, KPU, hingga penegak hukum. Tentunya hukuman tersebut bida dijatuhkan saat ada bukti.
”Saya selaku menteri agama pendektannya tentunya bukan menghukum. Karena agama itu, bukan paksaan, bukan hukuman. Namun agama itu adalah dakwah. Artinya mengajak, mengimbau, mengayomi, hingga merangkul,” tandasnya.
Sebelumnya diketahui Kementrian Agama Republik Indonesi memberikan seruan larangan melakukan politik praktis di rumah-rumah ibadah. Seruan itu disampaikan langsung Menteri Agama Lukman Hakim, di kantor Kemenag Jakarta Pusat, Jumat (28/4/2018) lalu.
Editor: Supriyadi